Makalah Parasitologi Tungau
Tungau bukanlah kutu dalam pengertian ilmu hewan walaupun sama-sama berukuran kecil. Apabila kutu sejati merupakan anggota Insecta (serangga), tungau lebih berdekatan dengan laba-laba dilihat dari kekerabatannya. Serangga dan tungau / akarina kalau diperhatikan ternyata paling banyak berasosiasi dengan kehidupan manusia, dan berbagai usaha telah dilakukan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Hal ini disebabkan oleh adanya keragaman genetik yang dimiliki oleh serangga dan tungau, sehingga dapat beradaptasi pada berbagai habitat alamiah maupun habitat buatan yang dikembangkan oleh manusia. Sejak jaman dahulu manusia telah bersaing dengan Arthropoda dalam mendapatkan makanan, ternyata manusia tidak selalu menang.
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT. Karena atas
rahmat dan hidayahNya, kita semua masih diberikan nikmat yang begitu besar
yaitu nikmat iman dan islam. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini. Serta kepada semuah
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Dalam makalah ini penulis mencoba menyampaikan materi tentang “TUNGAU DAN PENYAKIT YANG
DISEBABKAN OLEH TUNGAU”. Beberapa tungau
diketahui menjadi penyebar penyakit (vektor)
dan pemicu alergi sehingga dapat bertindak
sebagai parasite bagi organisme lain.
Walaupun demikian, ada pula tungau yang hidup menumpang pada hewan lain namun
saling menguntungkan. Oleh karena itu, besar harapan bahwa makalah ini dapat menjadi sumber
informasi bagi setiap pembaca agar mengetahui mengenai tungau sebagai parasite
serta penyakit yang disebabkannya.
Demikianlah pengantar yang dapat penulis sampaikan, semoga dengan adanya makalah ini bisa memberikan sedikit jawaban terutama
penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dalam penulisan
makalah ini karena penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran dari para pembaca sangat besar
sekali perananya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar...........................................................................................................
Daftar isi....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar belakang.................................................................................................
b.
Rumusan masalah.......................................................................................
c.
Tujuan penulisan.............................................................................................
d.
Manfaat ..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tentang Tungau............................................................................
B. Tungau
Debu Dermatophagoides...............................................................
a. Bentuk
Tungau Debu Dermatophagoides............................................
b. Habitat
Tungau Debu Dermatophagoides............................................
c. Daur
Hidup Tungau Debu Dermatophagoides....................................
d. Penyakit
yang Disebabkan oleh Tungau Debu Dermatophagoides.....
C. Tungau
Sarcoptes scabiei...........................................................................
a. Penyakit
yang Disebabkan oleh Tungau Sarcoptes
scabiei...............
b.
Tanda dan Gejala................................................................................
c.
Gejala Klinis........................................................................................
d.
Siklus Hidup Tungau...........................................................................
e. Klasifikasi
Skabies............................................................................
f. Komplikasi........................................................................................
g. Pengobatan
.......................................................................................
h. Pencegahan.......................................................................................
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan.................................................................................................
b. Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tungau
bukanlah kutu dalam pengertian ilmu hewan
walaupun sama-sama berukuran kecil. Apabila kutu sejati merupakan
anggota Insecta (serangga), tungau lebih berdekatan dengan laba-laba dilihat dari kekerabatannya. Serangga dan
tungau / akarina kalau diperhatikan ternyata paling banyak berasosiasi dengan
kehidupan manusia, dan berbagai usaha telah dilakukan untuk menunjang
kelangsungan hidupnya. Hal ini disebabkan oleh adanya keragaman genetik yang
dimiliki oleh serangga dan tungau, sehingga dapat beradaptasi pada berbagai
habitat alamiah maupun habitat buatan yang dikembangkan oleh manusia. Sejak
jaman dahulu manusia telah bersaing dengan Arthropoda dalam mendapatkan
makanan, ternyata manusia tidak selalu menang.
Tungau
yang dalam bahasa Inggris disebut mites atau ticks, merupakan salah satu hama
yang mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Tungau / akarina sangat
melimpah dan terjadi pada beberapa habitat yang dapat hidup pada berbagai jenis
tanaman, bahan yang disimpan, dalam tanah, bahkan pada tubuh manusia atau
hewan.
Diberbagai
belahan dunia, laporan kasus scabies yang disebabkan oleh serangga tungau ini
sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi
yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang
kurang baik atau cenderung jelek. Sehingga sangat berbahaya bagi kehidupan
bermasyarakat.
Banyak
di antara anggotanya yang hidup bebas di air atau daratan,
namun ada anggotanya yang menjadi parasit pada
hewan lain (mamalia
maupun serangga)
atau tumbuhan,
bahkan ada yang memakan kapang.
Beberapa tungau diketahui menjadi penyebar penyakit (vektor)
dan pemicu alergi.
Walaupun demikian, ada pula tungau yang hidup menumpang pada hewan lain namun
saling menguntungkan. Demikianlah hal tersebut menjadi latar
belakang dibuatnya penulisan makalah ini
untuk lebih mendalami avertebrata khususnya serangga. Serangga dalam hal ini
yaitu tungau (mites).
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam menyusun makalah ini penulis dapat merumuskan masalahnya sebegai
berikut :
a. Pengertian
Tentang Tungau
b.
Tungau Debu Dermatophagoides
c. Tungau
Sarcoptes scabiei
d. Penyakit
yang Disebabkan oleh Tungau
C.
TUJUAN PENULISAN
Penulis menyusun makalah ini bertujuan sebagai :
1.
Mengetahui tentang bagaimana morfologi Tungau
2.
Mempelejari bagaimana jenis-jenis
Tungau bersifat parasit
3.
Mengetahui dan
mempelejari penyakit yang disebabkan oleh Tungau
D.
MANFAAT
Manfaat dibuatnya
makalah ini adalah :
1.
Untuk
menambah pengetahuan dan informasi tentang hewan yang bersifat parasit.
2.
Sebagai
sebuah media pembelajaran tentang parasitologi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tentang Tungau
Hewan ini
merupakan salah satu avertebrata yang
paling beraneka ragam dan sukses beradaptasi dengan
berbagai keadaan lingkungan. Ukurannya kebanyakan sangat kecil sehingga kurang
menarik perhatian hewan pemangsa besar dan mengakibatkan ia mudah menyebar. Banyak
di antara anggotanya yang hidup bebas di air atau daratan,
namun ada anggotanya yang menjadi parasit pada
hewan lain (mamalia
maupun serangga)
atau tumbuhan,
bahkan ada yang memakan kapang.
Beberapa tungau diketahui menjadi penyebar penyakit (vektor)
dan pemicu alergi.
Walaupun demikian, ada pula tungau yang hidup menumpang pada hewan lain namun
saling menguntungkan.
Di bidang pertanian,
tungau menimbulkan banyak kerusakan pada kualitas buah jeruk (umpamanya tungau karat buah Phyllocoptura
oleivera Ashmed dan tungau merah Panonychus
citri McGregor), merusak daun ketela
pohon dan juga daun beberapa
tumbuhan Solanaceae (cabai,
tomat).
Tungau juga menyebabkan penyakit skabies,
penyakit pada kulit yang mudah menular.
Ada lebih dari
45 ribu jenis tungau yang telah dipertelakan. Para ilmuwan berpendapat,
itu baru sekitar 5% dari kenyataan total jenis yang ada. Hewan ini dipercaya
telah ada sejak sekitar 400 juta tahun. Ilmu yang
mempelajari perikehidupan tungau dan caplak dikenal sebagai akarologi.
B. Tungau Debu Dermatophagoides.
Gambar
Tungau Dermatophagoides
a.
Bentuk
Tungau Debu Dermatophagoides.
Satu di antara
penyebab alergi dan asma adalah bahan pencetus alergi atau alergen yang
terdapat pada debu. Alergen itu berasal dari mahluk hidup yang keberadaannya
bersama debu dan tergolong ke dalam jenis tungau (mite), yaitu Dermatophagoides
(famili Pyroglyphidae, kelas Arachnida). Dalam bahasa inggris tungau ini
dikenal dengan nama house dust mite atau yang dikenal populer dengan nama
tungau debu.
Tungau debu
berukuran sangat kecil, sehingga tidak dapat dideteksi dengan mata telanjang.
Tungau jantan panjangnya 370-430 mikron dan yang betina 300-350 mikron. Larva
tungau mempunyai tiga pasang kaki, sedangkan yang dewasa mempunyai empat
pasang, pasangan kaki pertama lebih tebal dari pasangan kaki yang lain,
sehingga tampak seperti kepiting. Kaki ketiga lebih panjang 1,5 kali panjang
kaki keempat dan langsing terkulai. Tubuhnya dilengkapi sepasang seta panjang
di dorsal dan 2 pasang rambut panjang di lateral (tidak berasal dari keping).
Bagian ventralnya dilengkapi seminal reseptakel yang meluas dan berbentuk seperti
bunga daisy atau matahari dan ujung distal (bursa kopulatriks) sedikit
mengalami sklerotisasi.
Tungau debu
banyak dilaporkan di Amerika Serikat dan Hawai, Kanada, Eropa, Asia, Timur
Tengah dan berbagai negara bagian di Australia, serta Amerika Selatan.
Secara ilmiah,
taksonomi dan klasifikasi tungau debu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Classis : Arachnida
Ordo : Acariformes
Subordo : Astigmata
Subordo : Astigmata
Familia : Pyroglyphidae
Genus : Dermatophagoides
Species : Dermatophagoides
pteronyssinus
Dermatophagoides farinae
b.
Habitat
Tungau Debu Dermatophagoides.
Tungau ini
banyak ditemukan pada debu yang terdapat pada berbagai peralatan rumah tangga,
khususnya perabotan yang terdapat di sekitar kamar tidur, seperti kasur,
seprei, selimut, wool dan peralatan lain. Mengapa banyak terdapat di sekitar
kamar tidur. Hal ini disebabkan oleh debu di sekitar kamar tidur biasanya
banyak terdapat makanan tungau tersebut, seperti skuama atau rentuhan sel-sel
kulit manusia yang banyak ditemukan di tempat tidur. Dermatophagoides menyukai tempat yang hangat, kering dan lembab. Meskipun
tungau ini tidak menggigit dan tidak menularkan suatu penyakit, namun tungau
ini menghasilkan material atau bahan yang bersifat alergen. Material tersebut
berukuran sangat kecil dan ringan sehingga mudah terbang dan bersatu dengan
debu di udara. Bila terhisap dapat menimbulkan reaksi alergi pada orang yang
sensitif, sehingga menimbulkan pembengkakan pada saluran pernafasan yang akan
memicu munculnya serangan asma, terutama bagi individu yang sensitif. Jenis
tungau debu yang banyak ditemukan di Indonesia adalah dua jenis yaitu
Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae. Keduanya merupakan tungau debu yang umum tersebar secara kosmopolit, di seluruh dunia. Selain itu, mungkin banyak jenis lainnya namun belum diteliti lebih mendalam.
Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae. Keduanya merupakan tungau debu yang umum tersebar secara kosmopolit, di seluruh dunia. Selain itu, mungkin banyak jenis lainnya namun belum diteliti lebih mendalam.
Distribusi atau
sebaran spesies Dermatophagoides sangat
dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, sehingga keberadaannya berbeda-beda di
setiap wilayah. Sebagai contoh, Dermatophagoides
pteronyssinus lebih banyak ditemukan di daerah yang memiliki kelembaban yang
tinggi seperti di negara-negara Eropa dan Inggris, sedangkan Dermatophagoides farinae lebih banyak
ditemukan di daerah yang memiliki cuaca kering yang panjang seperti di benua
Amerika. Dominasi habitat tungau di suatu tempat tersebut menyebabkan orang awam
menamakannya European house dust mite atau tungau debu Eropa untuk Dermatophagoides pteronyssinus, dan American house dust mite atau tungau
debu Amerika untuk Dermatophagoides
farinae. Meskipun demikian penamaan ini sebenarnya kurang tepat mengingat
kedua jenis tungau tersebut dapat ditemukan dimana-mana di dunia ini.
c.
Daur
Hidup Tungau Debu Dermatophagoides
Secara umum
semua spesies tungau debu memiliki daur hidup yang mirip dengan tungau lainnya.
Tungau debu bersifat ovipara. Siklus tungau debu dimulai dari telur, larva,
protonimfa, tritonimfa dan dewasa. Siklus hidup ini sangat dipengaruhi oleh
suhu dan kelembaban, dan suhu optimsl bsgi pertumbuhan tungau adalah 25 – 30
derajat celcius pada kelembaban 70 – 80 persen. Waktu yang diperlukan perkembangan
kedua spesies dari periode telur hingga dewasa adalah rata-rata 35 hari, tetapi
yang betina lebih panjang yaitu sekitar 70 hari. Makin tinggi suhu periode
siklus hidup akan semakin cepat, sebaliknya makin rendah suhu peride siklus
hidup makin lambat. Adapun periode bertelur Dermatophagoides
farinae berlangsung selama 30 hari,
dan mampu memproduksi sekitar satu telur per hari, sedangkan Dermatophagoides pteronyssinus mampu bertelur sekitar 80 -120 telur selama periode
45-hari.
Bahaya Tungau
Debu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus adalah dua spesies tungau debu yang paling umum dan
paling banyak menjadi pencetus alergi yang tersebar di lingkungan di dalam
perumahan dan perkantoran di seluruh dunia dengan periode paparan alergen sepanjang tahun. Oleh karena itu semua
individu manusia baik di dalam rumah maupun di dalam kantor mempunyai
kesempatan terpapar tungau debu yang sama sepanjang tahun di Indonesia,
khususnya.
Hasil tes alergi
terhadap orang-orang menunjukkan bahwa tungau debu diakui sebagai penyebab
alergi yang paling umum dan sering ditemui di seluruh di dunia. Lebih dari 50%
orang-orang yang diperiksa, peka terhadap alergen tungau debu tersebut. Tungau
debu bersama dengan sisa-sisa dan reruntuhan sel-sel kulit manusia, berlimpah
di kasur, kursi, karpet dan barang-barang rumah tangga lainnya, bahkan tungau
juga sering ditemukan di tempat-tempat kerja. Oleh karena itu perkembang biakan
dan sebaran tungau dan alergennya tidak hanya ditemukan di dalam rumah, tetapi
juga di kantor banyak dijumpai. Tidak heran kalau debu dan tungau debu
merupakan pemicu asma yang luar biasa.
Langkah-langkah
untuk Mencegah Tungau debu dapat dimusnahkan dengan cara hidup bersih dan
sehat. Lakukan dengan secara teratur upaya membersihkan dan mencuci
barang-barang yang terdapat di dalam rumah, khususnya di ruang tidur dan ruang
keluarga dan ruang lainnya. Demikian pula di dalam lingkungan perkantoran.
Tempat tidur
setiap hari dibersihkan, kalau perlu dijemur secara berkala dan teratur. Karpet
adalah sumber tungau debu yang juga perlu dibersihkan secara teratur. Upayakan
kamar tidur dalam kondisi terang dan kering. Cara termudah adalah dengan
mengijinkan udara dan sinar matahari masuk lewat jendela atau lubang ventilasi.
Pertukaran udara dalam ruang mampu melenyapkan kelembaban, sedangkan sinar
matahari memang tidak disukai oleh tungau debu.
Alat penyejuk
ruangan seperti AC juga dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan kelembaban
udara menjadi rendah, yang membuat tungau tidak optimal berkembang. Bersihkan
kamar tidur secara teratur debu yang menjadi sarang tungau harus dibersihkan
setiap hari. Gunakan lap basah atau vacuum cleaner. Hindari penggunaan
kemoceng, karena ini membuat debu bertebaran dan debu hanya berpindah tempat.
Gantilah seprei, sarung bantal dan guling, setidaknya sekali seminggu. cuci dengan
air panas di atas agar tungau debu mati. Gorden sebaiknya dicuci setiap 3 bulan
sekali. servis AC setiap 6 bulan sekali untuk menghindari bertumpuknya debu di
filter.
Percuma
mengandalkan vacuum cleaner untuk menyedot debu di kasur ataupun
sofa, jika debu yang sudah tertampung malah menumpuk di dalam alat. Penampung
debu vacuum cleaner terbagi menjadi dua jenis, yang berkantong, dan
tanpa kantong (bagless). Keduanya memiliki prinsip yang tidak jauh berbeda. Membersihkan
debu dalam penampung pun harus diperhatikan, yaitu dekat dengan tempat sampah
dan jauh dari kasur ataupun sofa agar debu dan tungau tidak kembali lagi. Gunakan vacuum
cleaner yang dapat menjangkau daerah sudut rumah yang sulit untuk
dijangkau agar dapat menghasilkan bersih yang maksimal.
d.
Penyakit
yang Disebabkan oleh Tungau Debu Dermatophagoides
Tungau
debu rumah adalah penyebab utama serangan mengi dan asma. Hewan tersebut
berasal dari keluarga laba-laba, berukuran kurang dari setengah milimeter dan
memiliki warna putih. Tungau berkembang biak dalam tempat lembab dan gelap dan
bersuhu 25 derajat Celcius.
Sel
kulit mati manusia adalah makanan favorit hewan ini. Tak mengherankan populasi
tungau banyak ditemukan pada kasur dan mainan berbahan lembut seperti boneka. Kotoran
tungau mengandung protein dan ketika dihirup atau disentuh seseorang yang
alergi mendorong produksi antibodi. Hal ini menyebabkan pelepasan bahan kimia
yang disebut histamin dalam jumlah yang sangat banyak. Dampaknya terjadi
pembengkakan dan iritasi pada saluran pernapasan sehingga penderita sulit
bernapas.
Penderita
yang sensitif terhadap kotoran tungau debu disarankan melakukan pencegahan
termasuk membersihkan dinding dan lantai dengan kain basah, menggunakan
plastik untuk tirai dan membekukan bantal dan mainan yang sering digunakan
sebulan sekali.
Penderita asma
juga membawa dampak bagi anggota keluarga yang lain, karena bunyi ngik-ngik
yang frekuensi rancap setiap kali penderita menarik napas, atau tarikan napas
yang tersengal-sengal. Hal ini membuat orang lain kuatir selain menjadi
terganggu. Asma berasal dari kata Yunani yaitu Ashma – artinya sukar bernafas.
Penyakit ini bukan penyakit menular, tetapi mengikuti faktor genetika terutama
dari garis keturunan ibu. Sehingga seorang gadis atau ibu yang sedang hamil sebaiknya
melakukan antisipasi agar kemungkinan anak yang dikandung mengidap asma bisa
diperkecil, salah satu caranya dengan tidak merokok atau berdekatan dengan
perokok (baik aktif maupun pasif) juga menghindari asap rokok dan diberi air
susu ibu eksklusif selama 4-6 bulan – bayi yang baru lahir jangan diberi
protein tinggi dari susu hewan (susu instan – susu formula) karena protein susu
sulit diserap oleh sistem pencernaan bayi.
Asma merupakan
penyakit yang tidak dapat sembuh namun bisa dikontrol dan diobati. Sebaiknya
penderita asma menghindari faktor pencetus asma yaitu debu rumah. Debu rumah
ini adalah kotoran kutu yang disebut tungau-tungau (Dermatophagoides
pteronyssinus) yang gemar hidup di tempat tidur (kapuk tilam) dan di tempat
yang lembab. Tungau-tungau memakan sisik kulit manusia yang terjatuh. Setiap
orang rata-rata menjatuhkan 0,5 – 1 gram sisik kulit setiap hari yang cukup
menjadi makanan ratusan tungau-tungau. Dalam satu gram debu rumah mengandung
sekitar 5000 ekor tungau yang tidak kasat mata karena berukuran kecil dan sulit
dibedakan dengan butiran debu.
Alergen
(penyebab alergi) sebenarnya berasal dari protein kotoran tungau, dan butiran
tinja ini mudah dihirup oleh manusia. Reaksi alergi mengarah ke penyakit asma.
Pada penderita asma, pipa saluran udara (saluran pernapasannya) sangat peka dan
sensitif terhadap alergen sehingga mudah meimbulkan batuk, sesak napas diikuti
bunyi tiupan saat menghembuskan napas (ngik-ngik).
Supaya tidak
kerap kambuh, penderita harus menjalani gaya hidup sehat, mengonsumsi makanan
bergizi seimbang, banyak minum, kurangi kerja berlebihan, istirahat yang cukup
seimbang, berolah raga, jangan beraktivitas hingga larut malam (semakin malam
semakin dingin juga), olah raga yang dianjurkan adalah renang dan olah nafas.
Pengobatan
alternatif untuk ashma dengan jenis herbal, yang terbaik di antaranya adalah
Cordyceps – Cordyzhi – herbal alami yang mengandung nutrisi tinggi mutu sangat
baik untuk terapi kesehatan. Ribuan tahun lalu ditemukan di dataran tinggi
Tibet, Cina, dan Nepal. Mengandung bahan aktif cordycepic acid, cordycepin
amino acid, glutamic acid, polisakarida, vitamin B12 dan vitamin lainnya.
Herbal ini terkenal sebagai obat tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan
diantaranya meningkatkan fungsi paru, metabolisme tubuh, anti oksidan, dan
meningkatkan stamina tubuh.
C.
Tungau
Sarcoptes scabiei


Gambar Tungau Sarcoptes scabiei
a.
Penyakit
yang Disebabkan oleh Tungau Sarcoptes
scabiei
Scabies adalah
kondisi kulit yang gatal dikarenakan hewan kecil (tungau) yang
disebut Sarcoptes scabiei. Tungau ini menggali lubang pada kulit dan
menyebabkan rasa gatal pada area tersebut. Rasa gatal akan menguat khususnya
ketika tidur. Scabies menular dan menyebar dengan cepat melalui kontak
fisik. Meskipun obat yang diberikan membunuh hewan kecil tersebut, tetapi rasa
gatal akan tetap dialami untuk beberapa minggu.
Skabies
merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat. Ada dugaan bahwa setiap
siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies. Penyakit ini banyak dijumpai pada
anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur. Insidensi
sama pada pria dan wanita. Insidensi skabies di negara berkembang
menunjukan siklus fluktasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan.
Interval antara akhir dari suatu epidemic dan permulaan epidemik berikutnya
kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa factor yang dapat membantu penyebarannya
adalah kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang
salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Insidensinya di Indonesia
masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat.
Scabies mudah
menyebar baik secara langsung melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun
secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang
pernah digunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat
tungau Sarcoptesnya. Scabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit
seperti sela-sela jari, siku, selangkangan. Scabies identik dengan penyakit
anak pondok. penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terjaga,
sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang
mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan
cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya
harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan
pada komunitas yang terserang scabies, karena apabila dilakukan pengobatan
secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit scabies
b.
Tanda
dan Gejala
Gejala yang
paling umum dari kudis adalah gatal yang parah, yang mungkin lebih buruk pada
malam hari atau setelah mandi air hangat. Sebuah infeksi kudis dimulai sebagai
benjolan kecil, gatal, lecet, atau berisi nanah benjolan yang pecah ketika
tergores. Kulit gatal dapat menjadi tebal, bersisik, berkerak, dan saling
silang dengan tanda awal. Gatal ini disebabkan reaksi hipersensitivitas
terhadap tungau dan/atau kotorannya dan telur.
Daerah tubuh
yang paling sering terpengaruh oleh kudis adalah tangan dan kaki (terutama
jaring kulit antara jari tangan dan kaki), bagian dalam pergelangan tangan, dan
lipatan di bawah lengan. Hal ini juga dapat mempengaruhi area lain dari tubuh,
terutama siku dan daerah sekitar payudara, alat kelamin, pusar, dan bokong.
Jika seorang
anak dengan goresan kudis daerah gatal kulit, meningkatkan kemungkinan bahwa
kulit terluka juga akan terinfeksi oleh bakteri. Impetigo,
infeksi kulit bakteri, dapat terjadi pada kulit yang sudah terinfeksi
kudis. Pada bayi dan anak kecil, ruam dapat berada di kulit kepala,
telapak tangan, dan telapak kaki. Ruam pada bayi dan anak muda bisa tampak
lebih memerah atau dengan lecet yang lebih besar.
c.
Gejala
Klinis
Terdapat 4 gejala
utama scabies adalah (Referatkedokteran, 2012) :
1.
Pruritus nokturna,
artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih
tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2.
Penyakit ini menyerang
manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh
anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang
padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh
tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak
memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3.
Adanya terowongan
(kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan,
berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan
ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna
(pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki.
4.
Menemukan tungau,
merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium
hidup tungau ini.
d.
Siklus
Hidup Tungau

Setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang
masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina
yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan
2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari
sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat
hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari,
dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi
nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh
siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8
– 12 hari.
Telur menetas
menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan
dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang
akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan
telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi.
Sarcoptes scabiei
betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama
lebih kurang 7–14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis
dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi,
karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang.
lebih kurang 7–14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis
dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi,
karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang.
Penyakit ini
menular dari hewan ke manusia (zoonosis), manusia ke hewan, bahkan dari manusia
ke manusia. Cara penularannya adalah lewat kontak langsung maupun tak langsung
antara penderita dengan orang lain, melalui kontak kulit, baju, handuk dan
bahan-bahan lain yang berhubungan langsung dengan si penderita. Tempat-tempat
yang menjadi favorit bagi sarcoptes
scabei tinggal adalah daerah-daerah lipatan kulit, seperti telapak tangan,
kaki, selakangan, lipatan paha, lipatan perut, ketiak dan daerah vital.
Sarcoptes scabei
betina yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan stratum lucidum membuat
terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam
waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda dengan
tiga pasang kaki. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit
itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya penderita menggaruk kulitnya
sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak berwarna coklat
keabuan yang berbau anyir. Sarcoptes tidak tahan dengan udara luar. Kalau orang
yang menderita kudisan dan sering menggaruk pada kulit yang terkena tungau,
tungau-tungau itu tetap dapat bertahan hidup karena kerak yang copot dari kulit
memproteksi (jadi payung) tungau terhadap udara luar. Akibat lain kegiatan
menggaruk tadi adalah mundulnya infeksi sekunder, dengan munculnya nanah (pus)
dalam luka tadi. Hal ini akan menyulitkan pengobatan.
Gejala yang
ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya
muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. Gejala lain
adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang
merupakan terowongan yang digali Sarcoptes
betina. Gejala lainnya muncul gelembung berair pada kulit.
Diagnosa pasti
scabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna
kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak
dalam hingga kulit mengeluarkan darah karena Sarcoptes betina bermukim agak
dalam di kulit dengan membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan
larutan KOH 10 persen. selanjutnya hasil kerokan tersebut diamatai dengan
mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali.
e.
Klasifikasi
Skabies
Terdapat
beberapa bentuk skabies apitik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal,
sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara
lain (Handri, 2008) :
a.
Skabies pada Orang
Bersih
Terdapat pada orang yang tingkat
kebersihannya cukup. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya
hilang akibat mandi secara teratur. Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa
papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
b.
Skabies Inkognito
Obat steroid
topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara
infestasi tetap ada. Sebaliknya pengobatan dengan steroid topical yang lama
dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini disebabkan mungkin oleh
karena penurunan respon imum seluler.
c.
Skabies Nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat
kemerahan yang agtal. Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada
genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi
hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari
satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa
bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan
kortikosteroid.
d.
Skabies yang ditularkan
melalui hewan
Di Amerika, sumber utama skabies adalah
anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat
terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya
terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya
yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi
lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh
sendiri karena Sarcoptes scabiei pada binatang tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
e.
Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau skabies krustosa
ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan
hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang
berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat
disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada
penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular
karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies
Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal
membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
f.
Skabies pada bayi dan
anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan
sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka.
g.
Skabies terbaring
ditempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua
yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya
terbatas.
h.
Skabies yang disertai
penyakit menular seksual yang lain
Skabies sering dijumpai bersama penyakit
menular seksual yang lain seperti gonore, sifilis, pedikulosis pubis, herpes
genitalis dan lainnya.
f.
Komplikasi
Bila skabies
tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis akibat
garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, sellulitis, limfangitis, dan
furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan dapat timbul karena
penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada terapi awal ataupun
pemakaian yang terlalu sering.
g.
Pengobatan
Pengobatan scabies tidak terlalu
sulit. Oleskan krim permetrin 5% seluruh tubuh dari leher ke bawah, selama
semalam lalu basuh hingga bersih. Pengobatan ini biasanya diulang setelah 1
minggu. Alternatif pengobatan lainnya adalah dengan krim lindane, dioleskan
seluruh tubuh dari leher ke bawah, dan dibersihkan setelah 8 jam. Kedua obat
tersebut efektif, tetapi lindane cenderung mengiritasi kulit, lebih toksik dan
tidak boleh diberikan kepada anak-anak dan ibu hamil. Selain itu, dapat
diberikan pengobatan per oral, dengan ivermectin. Dosisnya adalah 200 mikrogram
per kilogram berat badan, dosis tunggal. Pengobatan ini diulang setelah 2
minggu. Dapat dipergunakan pula antihistamin seperti CTM untuk mengurangi
gatal. Hal lain yang dapat dilakukan adalah merendam pakaian, seprei dan
selimut yang dipakai ke dalam air panas.
Semua keluarga
yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan seksnya.
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu :
1. Permetrin.
Merupakan obat pilihan untuk saat ini , tingkat keamanannya cukup tinggi, mudah
pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala dan leher
anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat
lesi lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih.
2. air
digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian.
3. Emulsi
Benzil-benzoas (20-25 %). Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap
malam selama tiga hari. Sering terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal
setelah dipakai.
4. Sulfur.
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif digunakan.
Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada
malam hari selama 3 malam.
5. Monosulfiran.
Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus ditambah 2 – 3
bagian dari air dan digunakan selama 2 – 3 hari.
6. Gama
Benzena Heksa Klorida (gameksan). Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk
obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang
terjadi iritasi. Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil
karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali
jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian.
7. Krotamiton
10 % dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan. Mempunyai 2 efek sebagai
antiskabies dan antigatal.
8. Yang
terpenting dalam pengobatan scabies, adalah seluruh orang yang tinggal ditempat
yang sama dengan penderita juga harus diobati. Semua pakaian, handuk, bantal,
kasur harus dijemur dibawah sinar matahari. Tujuannya agar tungau mati karena
sinar matahari. Pakaian dicuci dengan menggunakan cairan karbol. Dan bila semua
telah dilakukan, terpenting adalah mengubah cara hidup sehari-hari dengan tidak
saling meminjamkan pakaian dan barang pribadi lainnya ke orang lain. Dengan
begitu, scabies pasti akan musnah ditelan bumi, dan anak-anak pesantren pun
akan tersenyum bangga, bebas dari penyakit yang selama berabad-abad identik
dengan kehidupannya (Handri, 2008).
h.
Pencegahan
Pencegahan skabies dapat dilakukan
dengan berbagai cara :
1. Mencuci
bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus, handuk, seprai
maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering.
2. Menghindari
pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
3. Mengobati
seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk memutuskan
rantai penularan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan
makalah tentang Tungau yang dijelaskan melalui beberapa materi singkat diatas
maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Banyak
diantara anggotanya yang hidup bebas di daratan, namun ada anggotanya yang
menjadi parasit pada hewan lain (mamalia maupun serangga). Tungau menyukai
tempat – tempat yang lembab dan tempat yang tidak terkena sinar matahari.
2.
Beberapa tungau
diketahui menjadi penyebar penyakit (vektor)
dan pemicu alergi.
Walaupun demikian, ada pula tungau yang hidup menumpang pada hewan lain namun
saling menguntungkan
3.
Scabies adalah kondisi
kulit yang gatal dikarenakan hewan kecil (tungau) yang disebut Sarcoptes
scabiei Fotosintesis sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor penting diantaranya cahaya, enzim,
substrat dan suhu.
4.
Tungau
debu rumah adalah penyebab utama serangan mengi dan asma Produk yang dihasilkan dari proses ini adalah
glukosa dan O2.
B.
SARAN
Kepada
seluruh masyarakat dan para mahasiswa diharapkan menjaga kebersihan pribadi dan
lingkungan lebih baik lagi sehingga kondisi kesehatan dapat tercipta dengan
baik. Selain itu, diharapkan agar tungau (mites) ini dapat didalami lebih
lanjut dengan melakukan penelitian sehingga kita dapat mengetahui cara mencegah
serta mengobati penyakit akibat serangga tungau ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca sekalian serta menjadi jalan untuk kita mempelajari Tungau
lebih lanjut.
DAFTAR
PUSTAKA
Hadi, U, K., 2005. Parasitologi
dan Entomologi Kesehatan. Pascasarjana IPB. Bogor.
Djaenudin, N., Ridad, A., 2009.
Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. EGC. Jakarta.
Evi, D, L., Lyndon, S., 2011.
Dasar-Dasar Zoologi. Binarupa Aksara Publisher. Tangerang Selatan.
Soebari., 2011. Entomologi. Departemen
Kesehatan RI Sekolah Menengah Analis Kesehatan, Surabaya
Soedarto., 1989. Entomologi Kedokteran.
EGC. Jakarta.
Soedarto., 2008. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Airlangga University Press. Surabaya.
Soedarto,. 2011. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. CV. Sagun Seto. Jakarta.
https://id.wikipedia.org/wiki/Tungau
http://tipskesehatanlengkap.com/cara-membasmi-tungau-debu
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20141218073518-255-18976/tips-usir-tungau-dari-kasur/
http://nightray13-kuro.blogspot.co.id/2012/05/parasitologi-scabies-yang-disebabkan.html
gileee kereen disini juga ada loh gannn
ReplyDeletehttp://tungau123.yolasite.com/
.