Popular Posts

Saturday, May 28, 2016

Makalah Sosial Masyarakat Perdesaan

Identifikasi Struktur Sosial Masyarakat Perdesaan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Sosiologi adalah masyarakat yang merupakan kajian utama dalam disiplin ilmunya, maka kehidupan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari adanya unsur-unsur didalamnya yang menyebabkan terjadinya suatu interaksi sosial. Struktur sosial dalam masyarakat mengacu pada pola interaksi yang terdiri dari jaringan relasi sosial atau faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu proses sosial. Faktor penyebab terjadinya proses sosial inilah yang disebut sebagai unsur-unsur struktural (Soeleman B, 1993).
            Proses sosial ang trjadi dalam masyarakat tentunya tidak selalu berjaan dengan tertib dan lancar, karena masyarakat pendukungnya memiliki berbagai macam karakteristik. Demikian pula halnya dengan interaksi sosial atau hubungan sosial yang merupakan wujud dari proses-proses soaial yang ada. Keragaman hubungan sosial itu tampak nyata dalam struktur sosial masyarakat yang majemuk, contohnya seperti Indonesia (Marwanto, 2006).
            Dasarnya struktur sosial itu terbagi menjadi dua : yaitu, struktur sosial statis yang menyangkut bagaimana masyarakat tersebut terbentuk secara vertikal dan horizontal, veritikal terbagi menjadi : stratifikasi sosial (kepemilikan tanah, kepemilikan hewan ternak, kesalahan beragama, barang). Sedangkan horizontal berbentuk , kelomok-kelompok sosia tertentu (kelompok ternak), comunity of feeling. Struktur sosial dinamis yaitu pola hubungan yang terorganisir (pattern) (Soeleman B, 1983).
            Keragaman hubungan sosial dalam suatu masyarakat bisa terjadi karena masing-masing suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, bahkan dalam satu suku bangsa pun memiliki perbedaan. Namun, perbedaan-perbedaan yang ada itu adalah suatu gejala sosial yang wajar dalam kehidupan sosial. Berdasarkan hal itulah maka didapatkan suatu pengertian tentang keragaman hubungan sosial, yang merupakan suatu pergaulan hidup manusia dari berbagai tipe kelompok yang terbentuk melalui interaksi sosial yang berbeda dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1983).
Maksud dan Tujuan
Maksud………………… adalah agar mengetahui secara langsung apa saja yang berhubungan dengan interaksi sosial peternakan sapi potong di daerah perdesaan.
Tujuan dilakukannya ….. adalah untuk mengetahui dan memahami makna struktur sosial masyarakat perdesaan yang ada di kehidupan kita agar kita dapat memahami betul apa itu struktur sosial masyarakat perdesaan dan juga bertujuan untuk memahami tentang pembahasan struktur sosial masyarakat perdesaan.




TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Sapi Potong
Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan  tujuan  utama  sebagai penghasil daging.  Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging.  Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi, dan mudah dipasarkan (Santosa, 1995). 
Menurut Abidin (2006) bahwa sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik.  Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong.  Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah pemeliharaan sapi-sapi dengan cara dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). 
Indonesia cukup banyak dikenal sapi potong lokal, jenis sapi potong impor, maupun sapi peranakan atau hasil silangan yang dikembangkan lewat kawin suntik (inseminasi buatan). Penilaian keadaan individual sapi potong yang akan dipilih sebagai sapi potong bibit atau bakalan, pada prinsipnya berdasarkan pada umur, bentuk luar tubuh, daya pertumbuhan dan temperamen. Namun secara praktis yang umumnya dipergunakan dalam penilaian individual, adalah mengamati bentuk luar, yakni bentuk tubuh umum, ukuran vital dari bagian-bagian tubuh, normal tidaknya pertumbuhan organ kelamin, dan dari sudut inilah tidak terlepas dari faktor genetis sapi potong (Murtidjo, 1990).
Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah  sapi dengan jenis kelamin jantan 8 atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5-2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik (Abidin, 2006).
Menurut Mustofa (2012) bahwa bibit ternak, dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha. Sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri, tujuan ternak sapi potong dikenal dua alternatif, yaitu:
1.      Usaha pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil keturunannya.
2.      Usaha pemeliharan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa, untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil penggemukan. Pemilihan sapi potong bibit dan bakalan yang akan dipelihara, akan tergantung pada selerah petani ternak dan kemampun modal yang dimiliki. Namun secara umum yang menjadi pilihan petani peternak, adalah sapi potong yang pada umumnya dipelihara di daerah atau lokasi peternakan dan yang paling muda pemasarannya.
Definisi Pedesaan
Perdesaan adalah suatu wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian dan peternakan, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman, pelayanan jasa pemerintah pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Koentjaraningrat, 1983).
            Ciri- ciri masyarakat pedesaan menurut (Koentjaraningrat, 1983) adalah sebagai berikut :
1.      Di dalam masyarakat pedesaan memiliki hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
2.       System kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (gemeinschaft atau pagayuban).
3.      Sebagian besar warga masyarakat hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan sambilan (part time) yang biasa mengisi waktu luang.
4.      Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencahariaan, agama, adat-istiadat dan sebagainya.
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat dan hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah  langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Susulirini, 2008).
Kawasan perdesaan (rural) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sosial, dan kegiatan ekonomi (Abidin, 2006).
Ciri-ciri kawasan perdesaan (Abidin, 2006)
1.      Kepadatan penduduk rendah
2.      Kegiatan  di pedesaan didominasi oleh kegiatan pertanian tanaman keras, tanaman tumpang sari, peternakan sapi, kambing, ungguas, kolam ikan.
3.      Masih banyak ditemukan hewan liar seperti burung, tikus, tupzai, ular dan lain sebagaianya.
4.      Penduduk terkonsentrasidalam bentk kluster yang disebut desa.
5.      Hubungan sosial masyarakat masih sangat akarab dan saling bantu.
Masyarakat pedesaan lebih bersosialisasi dengan kepribadian yang sederhana. Masyarakat pedesaan itu lebih bisa bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya, sehingga mereka hampir hafal semua penduduk yang tinggal di desa. Masyarakat pedesaan juga sangat ramah terhadap orang asing yang belum dikenalnya. Untuk kepribadian, masyarakat pedesaan lebih terkesan santai karena kerjanya tidak terlalu berat seperti masyarakat perkotaan. Pola interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan dan bersifat horizontal serta mementingkan kebersamaan. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan (Landis, 2003).
Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Sedangkan cara beadaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan (Machmud, 2013).
Hakikat dan Sikap Masyarakat Perdesaan
Mayarakat Indonesia lebih dari 80  tinggal di perdesaan dengan mata pecaharian yang bersifat agraris. Masyarakat perdesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir. Maka tidak ja orang s kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena mrupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tapi sebetulnya ketenangan masyarakat perdesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem. Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat perdesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejaa, khususnya tentang perbedaan pendapat atau paham yang sebenarnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketengangan-ketegangan sosial (Ahmadi, 2003).
Ciri-ciri masyarakat pedesaan menurut Talcott Parson yaitu:
a.       Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b.      Orientasi kolektif siafat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
c.       Partikularisme pada dasarnya adaalah semua halnang ada hubngannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelomok tertentu saja (Lawannya Universalisme).
d.      Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperolrh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan (Lawannya Prestasi).
e.       Kekebaran (diffuseness). Sesungguhnya yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadai tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraan tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
Masyarakat pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat perdesaan masih kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat perdesaan adalah masyarakat yang ramah (Anggraini, 2003).
Pada hakikatnya masyarakat perdesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat perdesaan banyak juga yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu (Anggraini, 2003).
Interaksi Sosial Masyarakat Perdesaan
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial antara individu dedngan individu lainnya, baik berupa kelompok ke kelompok lain maupun individu ke kelompok. Interaksi sosial di daerah perdesaan masih jauh lebih baik dari pada yang tinggal di kota, hal ini disebabkan oleh perbedaan gaya hidup eperti yang telah kita bahas pada bab sebelumnya. Interaksi sosial yang baik ini membuat masyarakat perdesaan memiliki kultur budaya kehidupan yang lebih rukun dan ramah. Umumnya masyarakat perdesaan masi kuat dalam memegang kebudayaan dan adat kebiasaan meraka. Mereaka lebih preventif terhadap kebudayaan asig yang masuk. Hal ini membuat kultur adat kebiasaan mereka sangat kental dalam berinteraksi, mungkin hal ini pula yang dulunya membuat bangsa Indonesia menjadi salah satu Negara yang paling raah tamah di dunua dahulu kala. Pola interaksi mereka sangat kuat hubungan kekeluargaannya. (A.I.Dzhoimin. 1967).
Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeberalisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informai dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “Tidak Berlaku’. Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang yang kuat sesama warga desa, yaitu perasan setiap warga/anggota masyarakat yang ama kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersdia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggora-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan bersama di dalam masyarakat (Mustofa, 2012).
Menurut Mustfa (2012) ciri-ciri masyarakat desa antara lain:
1.      Didalam masyarakat pedesaan di anatra warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2.      Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3.      Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
4.      Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencahariaan, agama, adat istiadat, dan sebagainya.
Didalam masyarakat pedesaan kita mengenal berbagai macam gejala, khususnya tentang peredaan pendapat atau paham yhang sebenarnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketengan sosial. Gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan konflik, kontraversi, kompetisi (A.I.Dzhomin. 1967).
Sosial Ekonomi Masyrakat Pedesaan
Fenomena kesenjangan perkembangan antar wilayah di suatu negara, meliputi wilayah-wilayah yang sudah maju dan wilayah-wilayah yang sedang berkembang memicu kesenjangan sosial antar wilayah. Salah satu faktor terjadi kesenjangan antara desa dan kota karena pembangunan ekonomi sebelumnya cenderung bias kota (urban bias). Sebagai dampak pemberlakuan model pembangunan yang bias perkotaan, sektor peternakan yang identik dengan ekonomi perdesaan mengalami kemerosotan. Dibandingkan dengan pertumbuhan sektorindustri dan jasa, yang identik dengan ekonomi perkotaan, sektorpertanian menjadi semakin tertinggal. Untuk mengatasi hal tersebut, setiap negara mencoba melakukan tindakan intervensi untuk mengurangi tingkat kesenjangan antar wilayah dengan melakukan pembangunan perdesaan (Daldjoeni, N dan A. Suyitno, 2004).
Faktor-faktor kemiskinan yang terjadi di masyarakat perdesaan cenderung lebih bersifat struktural dibandingkan bersifat kultural. Dalam kasus ini, masyarakat perdesaan diidentikkan dengan perilaku dan sikap yang dianggap kolot dan tradisional dihadapkan dengan sikap dan perilaku orang kota yang maju dan modern. Terjadinya keterbelakangan sosial masyarakat desa dalam pembangunan dilibatkan karena sulitnya masyarakat desa menerima budaya modernisasi, sulit untuk menerima teknologi baru, malas, dan tidak mempunyai motivasi yang kuat, merasa cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang paling dasar, dan budaya berbagi kemiskinan bersama (Rahardjo, 2006).
Pembangunan yang berbasis perdesaan diberlakukan untuk memperkuat fondasi perekonimian negara, mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan perkembangan antar wilayah, sebagai solusi bagi perubahan sosial, desa sebagai basis perubahan. Dalam realisasinya, pembangunan perdesaan memungkinkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi digerakkan ke pedesaan sehingga desa menjadi tempat yang menarik sebagai tempat tinggal dan mencari penghidupan. Infrastruktur desa, seperti irigasi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, telepon, sarana pendidikan, kesehatan dan sarana-sarana lain yang dibutuhkan, harus bisa disediakan sehingga memungkinkan desa maju dan berkembang (Rahardjo, 2006).
Model intervensi terhadap proses pembangunan pedesaan bertumpu pada pandangan yang menganggap bahwa perkotaan perdesaan (rural urbanization) yang berdasarkan pengembangan perkotaan dan perdesaan sebagai kesatuan ekonomi dan kawasan serta pengembangan peternakan secara modern melalui mekanisasi dan industralisasi peternakan dan penerapan standar pelayanan minimum yang sama antara desa dan kota. Dalam intervensi pembangunan perdesaan digunakan analisis terhadap anatomi desa sehingga tidak kontraproduktif dalam merealisasikan pembangunan perdesaan.  Anatomi tersebut mncakup struktur demografi masyarakat, karakteristik sosial-budaya, karakteristik fisik/geografis, pola kegiatan usaha peternakan, pola keterkaitan ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa, dan karakteristik kawasan pemukiman sehingga dalam pembangunan perdesaan berlandaskan pada kearifan lokal (Soeleman.B, 1983).

0 comments:

Post a Comment