Makalah Enzim Amilase
Aktivitas enzim amilase menurun ketika nilai pH medium menjadi semakin asam. Semakin asam nilai pH, maka semakin banyak enzim yang dapat mengalami denaturasi. Enzim amilase merupakan enzim ekstraseluler, maka aktivitas enzimatik dipengaruhi oleh nilai pH. Enzim amilase umumnya stabil pada kisaran nilai pH 5,5-7,0. Aktivitas optimum umumnya terjadi pada nilai pH
Enzim
Enzim adalah makromolekul yang bekerja sebagai katalis, yaitu agen
kimiawi yang mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi oleh reaksi. Jika tidak
ada regulasi oleh enzim, lau lintas kimiawi melalui jalur-jalur metabolisme
akan terhambat karena reaksi kimia akan berlangsung lama (Campbell, dkk., 2010).
Enzim berikatan dengan
substrat dan mengarahkannya dengan tepat untuk bereaksi. Enzim kemudian
berpartipsipasi dalam membentuk dan menguraikan ikatan yang diperlukan untuk
membuat produk, membebaskan produk, dan mengembalikan produk pada keadaan
semula setelah reaksi. Enzim mengkatalisis suatu reaksi biokimia spesifik.
Enzim hanya bereaksi dengan satu set substrat dan mengubah susbtrat tersebut
menjadi produk. Kecepatan, spesifitas, dan kendali pengaturan terhadap reaksi
enzim adalah akibat dari urutan (sekuens) asam amino spesifik yang unik
membentuk enzim (Marks, dkk., 2000).
Enzim Amilase
Enzim amilase adalah kelompok enzim yang
dapat menghidrolisis pati. Kelompok enzim amilase salah satunya adalah enzim
-amilase (
-1,4-glucan glucanohydrolase,
EC 3.2.1.1) disebut sebagai endoamilase. Enzim
-amilase menghidroisis ikatan
-1,4 glukosidik pada amilosa dan amilopektin (tetapi bukan pada maltose
hasil hidrolisis) secara random untuk menghasilkan dekstrin dan maltosa,
selanjutnya produk tersebut akan dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim glukogenik
menjadi glukosa (Gandjar, dkk., 2006).




Aktivitas enzim amilase menurun ketika nilai pH medium menjadi semakin
asam. Semakin asam nilai pH, maka semakin banyak enzim yang dapat mengalami
denaturasi. Enzim amilase merupakan enzim ekstraseluler, maka aktivitas
enzimatik dipengaruhi oleh nilai pH. Enzim amilase umumnya stabil pada kisaran
nilai pH 5,5-7,0. Aktivitas optimum umumnya terjadi pada nilai pH 4,8-6,5.
Nilai pH optimum aktivitas enzim berbeda-beda tergantung organisme penghasil
enzimnya (Dewi, dkk., 2005).
Aktivitas Enzim
Enzim mengkatalisis reaksi dengan cara menurunkan
penghalang energi aktivasi (EA), memungkinkan molekul-molekul
reaktan meyerap cukup energi untuk mencapai kondisi transisi. Enzim tidak
mengubah energi bebas (
G) untuk suatu reaksi. Enzim tidak dapat mengubah reaksi endorgenik
menjadi eksorgenik. Enzim hanya dapat mempercepat reaksi yang memungkinkan sel
metabolisme yang dinamis, mengarahkan zat-zat kimia dengan mulus melaui jalur
metabolik sel. Selain itu, karena enzim bersifat spesifik bagi reaksi yang
dikatalisnya, enzim menentukan proses kimiawi mana yang akan berlangsung dalam
sel pada suatu waktu tertentu (Campbell, dkk., 2010).

Enzim dapat mengenali substrat spesifiknya, bahkan senyawa-senyawa
yang berikatan dekat, misalnya isomer. Kespesifikan enzim diakibatkan oleh
bentuknya yang merupakan konsekuensi dari sekuens asam aminonya. Hanya satu
wilayah terbatas dari molekul enzim yang sungguh-sungguh berikatan dengan
substrat. Wilayah ini disebut sisi aktif, biasanya merupakan kantong atau
lekukan di permukaan protein tempat terjadinya katalisis. Pada sebagian besar
reaksi enzimatik, susbtrat ditahan pada situs aktif oleh interaksi lemah,
misalnya ikatan hidrogen dan ikatan ionik. Gugus R pada sejumlah kecil asam
amino menyusun sisi aktif mengkatalisis pengubahan subtrat menjadi produk dan
produk meninggalkan sisi aktif. Enzim kemudian bebas untuk mengambil molekul
subtrat lain ke dalam situs aktifnya (Campbell, dkk., 2010).
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Enzim merupakan katalis untuk proses biokimia yang terjadi di
dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108
sampai 1011, lebih cepat dari reaksi yang tanpa menggunakan katalis.
Katalisis terjadi hanya jika enzim dan substrat membentuk suatu kompleks. Laju
reaksi tergantung pada jumlah enzim dan substrat yang berhasil membentuk kompleks.
Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka penambahan
konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Pada suatu batas
konsentrasi subtrat tertentu, semua bagian aktif dari enzim telah dipenuhi oleh
substrat atau telah jenuh dengan substrat sehingga walaupun diberikan
konsentrasi substrat yang besar, jumlah hasil reaksi tidak akan menyebabkan
besarnya kecepatan reaksi (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
Aktivitas enzim juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang umum, seperti pH dan suhu.
Setiap enzim bekerja lebih baik pada kondisi optimal. Kondisi optimal akan
mendukung bentuk paling aktif dari molekul enzim tersebut. Laju enzimatik akan
meningkat bersama dengan peningkatan suhu sampai pada suatu titik tertentu. Setiap
enzim memiliki suhu optimal, yaitu suhu saat laju reaksinya paling tinggi.
Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal berkisar 35 oC-45 oC. Bakteri
termofilik yang hidup di air panas memiliki enzim dengan suhu optimal 70 oC (Campbell, dkk., 2010).
Setiap enzim memilki suatu pH optimal. Nilai pH otpimal bagi
sebagian besar enzim berada pada kisaran pH 6-8, seperti enzim tripsin yang
terdapat di lingkungan basa pada usus manusia memilki pH optimal 8. Namun ada
beberapa pengecualiaan, misalnya pada enzim pencernaan dalam lambung manusia,
yaitu enzim pepsin bekerja paling baik pada pH 2 (Campbell, dkk., 2010).
Banyak enzim yang
membutuhkan penolong nonprotein untuk melaksanakan aktivitas katalitik. Tambahan-tambahan
ini disebut kofaktor, dapat berikatan erat dengan enzim atau mungkin berikatan
longgar. Kofaktor untuk beberapa enzim bersifat anorganik, misalnya logam seng,
besi, tembaga, dan dalam bentuk ion. Kofaktor melaksanakan fungsi yang krusial
dalam katalisis (Campbell, dkk., 2010).
Zat-zat kimia tertentu
secara selektif menghambat kerja dari enzim spesifik. Jika penghambat (inhibitor)
melekat ke enzim melalui ikatan kovalen, penghambatan (inhibisi) yang terjadi
biasanya bersifat tidak dapat balik (irreversible).
Inhibitor kompetitif, menurunkan produktivitas enzim dengan cara menghalangi
subtrat memasuki sisi aktif. Inhibitor nonkompetitif tidak berkompetisi secara langsung
dengan substrat untuk berikatan dengan situs aktif enzim. Inhibitor jenis ini
mengganggu reaksi anzimatik dengan cara berikatan dengan bagian lain dari
enzim. Interaksi ini menyebabkan molekul enzim berubah sehingga sisi aktif
menjadi kurang efektif mengkatalisis pengubahan substrat menjadi produk
(Campbell, dkk., 2010).
Saliva
Saliva berbentuk
kental, jernih, dan merupakan cairan yang disekresikan dari glandula parotid,
submaksila, sublingual dan kelenjar mukus kecil lainnya pada mulut. Saliva
dihasilkan oleh kelenjar liur yang disekresikan kedalam rongga mulut dan
disebarkan dari peredaran darah melalui celah antara permukaan gigi dan gusi
yang disebut sulkus gingivalis. Kelenjar liur berada di bawah pengaruh sistem
saraf otonom yang menerima rangsangan baik simpatik maupun parasimpatik. Rangsangan
simpatik pada kelenjar submandibular dan sublingual menyebabkan sekresi liur
bersifat kental, sedangkan rangsangan parasimpatik menyebabkan sekresi encer
(Amalia, 2013).
Pati
Pati adalah senyawa cadangan di dalam tumbuhan. Pati alami
terdiri dari dua senyawa yang dapat dipisahkan, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa
terdiri dari rantai panjang unit-unit glukosa yang tidak bercabang dan saling
berikatan melalui ikatan
-(1,4), sedangkan amilopektin terdiri dari rantai glukosa yang bercabang
pada ikatan
-(1,4) dan
-(1,6) (Gandjar, dkk., 2006).



Ubi kayu Manihot esculenta dijadikan
bahan dasar pada industri makanan seperti sumber utama pembuatan pati.
Karakterisasi sifat fisik dan kimia ubi kayu ditentukan olah sifat pati. Kadar
pati ubi kayu dipengaruhi oleh umur panen. Semakin lama umur panen ubi kayu, maka
semakin tinggi kadar pati ubi kayu yang dihasilkan. Penurunan kadar pati ubi kayu
diakibatkan meningkatnya komponen-komponen nonpati seperti selulosa,
hemiselulosa, pektin dan lignin. Peningkatan komponen-komponen nonpati tersebut
disebabkan terjadinya degradasi komponen nonpati dan penurunan kadar pati
(Susilawati, dkk., 2008).
Menurut Gembong (2013), klasifikasi
tanaman ubi kayu Manihot utilissima adalah
sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Diviso : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Species : Manihot utilissima
Bacaan :
Amalia, R., 2013, Gambaran Status pH
dan Volume Saliva pada Pengguna Kontrasepsi Hormonal di Kecamatan Mappakasunggu
Kabupaten Takalar, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A., Minorsky, P.V., dan Jackson, R.B., 2010, Biologi
Edisi Kedelapan Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Dewi, C., Purwoko, T., dan Pangastuti, A., 2005, Produksi Gula Reduksi
oleh Rhizopus oryzae dari Substrat Bekatul, Jurnal Bioteknologi, 2(1): 21-26.
Gandjar, I., Sjamsuridzal, W., dan Oetari, A., 2006, Mikologi: Dasar dan
Terapan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Marks, B.D., Marks, A.D., dan Smith, C.M., 2000, Biokimia Kedokteran
Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis, EGC, Jakarta.
Poedjiadi, A., dan Supriyanti, F.M.T, 2007, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press,
Jakarta.
Susilawati, Nurdjanah, S., dan Putri, D., 2008, Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Ubi Kayu Manihot
esculenta Berdasarkan Lokasi Penanaman dan Umur Panen Berbeda, Jurnal Teknologi
Industri dan Pertanian, 2(13): 59-72.
Tjitrosoepomo, G., 2013, Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta, UGM-Pres,
Yogyakarta.
0 comments:
Post a Comment