Popular Posts

Wednesday, December 21, 2016

Jurnal Penelitian Kekurangan Energi Kronik / KEK

Analisis hubungan antara pekerjaan dengan status gizi ibu hamil trimester III diperoleh hasil penghitungan menggunakan uji koefisien korelasi point biserial didapatkan nilai p = 0,004 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan status gizi 

Latar Belakang
Tiga   faktor   utama   indeks   kualitas   hidup   yaitu   pendidikan,   kesehatan   dan ekonomi.  Faktor-faktor  tersebut  erat  kaitannya  dengan  status  gizi  masyarakat   yang  dapat digambarkan terutama pada status gizi anak balita dan wanita   hamil (1).
Dalam suatu kelompok masyarakat tertentu penderita kurang gizi merupakan masalah yang amat pelik dan tidak mudah penanganannya. Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular yang terjadi pada sekelompok masyarakat di suatu tempat. Umumnya penyakit kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menyangkut multidisiplin dan selalu harus dikontrol terutama masyarakat yang tinggal di Negara-negara baru berkembang. Selanjutnya karena menyangkut masyarakat banyak, kekurangan gizi yang terjadi pada sekelompok masyarakat tertentu menjadi masalah utama di dunia (1).
Gizi pada masa kehamilan adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan embrio dan janin serta status kesehatan ibu hamil. Karena kehamilan merupakan tahapan yang berkesinambungan maka defesiensi pada suatu periode akan memberikan dampak secara berebeda pada outcome kehamilan. Periode perikonsepsional terdiri dari prekonsepi, konsepsi, implantasi, plasentasi, serta masa emriogenesis (2).

 
Status gizi prakonsepsi merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kehamilan dan kesejahteraan bayi yang penanggulangannya akan lebih baik jika dilaksanakan pada saat sebelum hamil. Wanita usia 20-35 tahun merupakan sasaran yang lebih tepat dalam pencegahan masalah gizi yang salah satunya adalah kekurangan energi kronik. Kisaran usia tersebut merupakan saat yang tepat bagi wanita untuk mempersiapkan diri secara fisik dan mental menjadi seorang ibu yang sehat sehingga diharapkan mendapatkan bayi yang sehat (2).
Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Negara berkembang termasuk Indonesia dan merupakan penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat dicegah. Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (Kekurangan Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko kematianyang lebih besar dibanding dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan berat badan yang normal (3).
Masa pra konsepsi merupakan masa sebelum hamil, wanita prakonsepsi diasumsikan sebagai wanita dewasa atau wanita usia subur yang siap menjadi seorang ibu, dimana kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan masa anak-anak, remaja, ataupun lanjut usia. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk ibu dan janin yang dikandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain anemia,  pertambahan berat badan yang kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (4).
Angka resiko kekurangan energi kronik (KEK) wanita usia subur per provinsi di Indonesia tahun 2007 berdasarkan data Kemenkes RI, khususnya di Sulawesi Selatan mencapai angka 12,50% (5).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, proporsi wanita usia subur resiko KEK usia 15-19 tahun yang hamil sebanyak 31,3% dan yang tidak hamil sebanyak 30,9%. Pada usia  20-24 tahun adalah sebanyak 23,8% yang hamil dan yang tidak hamil sebanyak 18,2%. Selain itu, pada usia 25-29 tahun adalah sebanyak 16,1% yang hamil dan 13,1% yang tidak hamil. Serta pada usia 30-34 tahun adalah sebanyak 12,7% yang hamil dan 10,2% yang tidak hamil (6).
Sedangkan berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, proporsi wanita usia subur resiko KEK usia 15-19 tahun yang hamil sebanyak 38,5% dan yang tidak hamil sebanyak 46,6%. Pada usia  20-24 tahun adalah sebanyak 30,1% yang hamil dan yang tidak hamil sebanyak 30,6%. Selain itu, pada usia 25-29 tahun adalah sebanyak 20,9% yang hamil dan 19,3% yang tidak hamil. Serta pada usia 30-34 tahun adalah sebanyak 21,4% yang hamil dan 13,6% yang tidak hamil. Hal ini menunjukkan proporsi WUS resiko KEK mengalami peningkatan dalam kurun waktu selama 7 tahun (6).
Data kejadian KEK, IMT dan BBLR yang di tahun 2007 menunjukan angka yang relatif tinggi dimana di Sulawesi Selatan sendiri IMT rendah sebesar 16,5% dan kota Makassar lebih tinggi yakni sebesar 17,2%. Untuk angka kejadian BBLR di Sulawesi Selatan 14,8%, sedangkan di kota Makassar sendiri mencapai 18,3%, serta angka kejadian KEK  di tingkat Sulawesi Selatan 12,5% dan di kota Makssar 7,7%, Meskipun lebih rendah dari tingkat Provinsi, tetapi angka kejadian KEK ini termasuk masalah kesehatan masyarakat dilihat dari prevalensinya (7).
Sementara itu di Biringkanaya berdasarkan data Buku Kohort Puskesmas tahun 2012, dapat dilihat persentase keadaan gizi kurang dan gizi buruk mencapai 21.1% dan 0.45%, hal ini mengindikasikan bahwa ada masalah sebelum kelahiran balita ini, masalah tersebut bisa disebabkan karena KEK dan IMT kurang baik pada ibu prakonsepsional, baik saat kehamilan maupun sebelum kehamilan di Kecamatan Biringkanaya.Sedangkan berdasarkan data buku kohort Puskesmas Pattingalloang Kecamatan Ujung Tanah tahun 2012 ditemukan data terkait masalah KEK yaitu di 2 kelurahan yaitu Pattingaloang sebesar 21,82% dan kelurahan Cambaya 26,37 % (7).
Berdasarkan jurnal penelitian di India tahun 2008 mengenai Body Mass Index and Chronic Energy Deficiency among Adult Tribal Populations of West Bengal: A Review, yang dilakukan oleh Bisai dan Bose, pada perempuan usia 18-85 tahun, diperoleh hasil bahwa secara umum, rata-rata indeks massa tubuhsuku Bengal Barat India berada di kisaran 17,7-19,7 kg/m2. Selain itu, tingkat kekurangan energi kronik bervariasi antara 31,7% dan 61,8%. Angka ini berada di kategori tinggi (20-39%) sangat tinggi (≥ 40%) (8).
Di Indonesia,pada tahun 2010, prevalensi BBLR sebesar 8,8 persen.  Besar kemungkinan, kejadian BBLR diawali berasal dari ibu yang hamil dengan kondisi kurang energi kronis (KEK), dan risikonya lebih tinggi pada ibu hamil usia 15-19 tahun. Dimana proporsi ibu hamil KEK usia 15-19 tahun masih sebesar 31 persen. Dipahami pula bahwa, ibu yang masih muda atau menikah di usia remaja 15-19 tahun cenderung melahirkan anak berpotensi pendek dibanding ibu yang menikah pada usia 20 tahun keatas (5).
Berdasarkan hasil penelitian di Manado oleh Najoan tahun 2011, pendapatan keluarga ≤ Rp.845.000 dengan resiko KEK pada ibu hamil yaitu 9%, tidak resiko KEK yaitu 28%. Pendapatan keluarga > Rp.845.000 dengan resiko KEK pada ibu hamil yaitu 11%, tidak resiko KEK yaitu 25%.Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas dalam keluarga. Keluarga dengan pendapatan terbatas akan kurang memenuhi kebutuhan makanannya. Pendapatan juga merupakan hal yang sangat mempengaruhi kondisi suatu keluarga termaksuk status kesehatan seluruh anggota keluarga salah satunya yaitu pemenuhan kebutuhan makanan yang memiliki nilai gizi dan jumlah yang cukup (9).
Pada penelitian Surasih (2005) ada hubungan antara pekerjaan dengan KEK, beban kerja yang berat meningkatkan kebutuhan makanan wanita.Lamanya waktu bekerja serta peran ganda wanita menciptakan suatu kerentanan sosial terhadap masalah malnutrisi terutama selama masa reproduksi. Perbedaan hasil penelitian dikarenakan pekerjaan merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung akan mempengaruhi KEK, dengan demikian masih banyak faktor-faktor lainya yang akan mempengaruhi dan jika beberapa faktor tersebut di atas tidak dikendalikan akan menyebabkan faktor pekerjaan ini tidak memberikan hubungan yang signifikan terhadap KEK (10).
Berdasarkan hasil penelitian di Semarang oleh Kartikasari tahun 2011, Analisis hubungan antara pekerjaan dengan status gizi ibu hamil trimester III diperoleh hasil penghitungan menggunakan uji koefisien korelasi point biserial didapatkan nilai p = 0,004 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan status gizi ibu hamil trimester III (11).
Berdasarkan hasil penelitian di Sulawesi Selatan oleh Sirajuddin 2010, Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara besarnya pengeluaran dengan kejadian KEK. Semakin besar pengeluran semakin kecil risiko kejadian KEK. Analisis statistitik diketahui bahwa besarnya risiko wanita dewasa yang memiliki pengeluaran < kuintil 3 dibanding pengeluaran > kuintil 3 adalah 1,23 kali lebih besar. Jadi dapat dipastikan bahwa pengeluaran yang rendah berpeluang lebih besar untuk menderita KEK. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengeluaran berkorelasi positif dengan kuantitas belanja pangan. Semakin rendah kuantitas belanja pangan menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi khususnya energi dan protein semakin kecil (12).
Penelitian ini merupakan bagian dari sebuah penelitian payung yang dilakukan oleh dr. Anang S. Otoluwa yang bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian Multi Micro Nutrien (MMN) pada masa perikonsepsional dalam mencegah kerusakan DNA ibu. Dalam penelitian ini diambil subjek wanita pra konsepsi yang mencakup calon pengantin wanita atau wanita dengan muda, yang dimana termasuk golongan wanita usia subur yang dalam waktu dekat akan mengalami fase kehamilan, melahirkan dan menyusui.
Adapun dampak dari kekurangan energi secara kronis saat masa pra-konsepsi atau masa usia subur akan berdampak jangka panjang negatif salah satunya melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Untuk pola makan dan KEK, sendiri masih belum banyak diteliti pada wanita pra konsepsi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pendapatan, pekerjaan dan pendidikan dengan KEK pada …..


0 comments:

Post a Comment