Jurnal Penelitian Kekurangan Energi Kronik / KEK
Analisis hubungan antara pekerjaan dengan status gizi ibu hamil trimester III diperoleh hasil penghitungan menggunakan uji koefisien korelasi point biserial didapatkan nilai p = 0,004 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan status gizi
Latar Belakang
Tiga faktor
utama indeks kualitas
hidup yaitu pendidikan,
kesehatan dan ekonomi. Faktor-faktor
tersebut erat kaitannya
dengan status gizi
masyarakat yang dapat digambarkan terutama pada status gizi
anak balita dan wanita hamil (1).
Dalam suatu kelompok
masyarakat tertentu penderita kurang gizi merupakan masalah yang amat pelik dan
tidak mudah penanganannya. Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular
yang terjadi pada sekelompok masyarakat di suatu tempat. Umumnya penyakit kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang menyangkut multidisiplin dan selalu harus dikontrol terutama masyarakat
yang tinggal di Negara-negara baru berkembang. Selanjutnya karena menyangkut
masyarakat banyak, kekurangan gizi yang terjadi pada sekelompok masyarakat
tertentu menjadi masalah utama di dunia (1).
Gizi pada masa kehamilan
adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan embrio dan
janin serta status kesehatan ibu hamil. Karena kehamilan merupakan tahapan yang
berkesinambungan maka defesiensi pada suatu periode akan memberikan dampak
secara berebeda pada outcome kehamilan. Periode
perikonsepsional terdiri dari prekonsepi, konsepsi, implantasi, plasentasi,
serta masa emriogenesis (2).
|
Status gizi
prakonsepsi merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kehamilan
dan kesejahteraan bayi yang penanggulangannya akan lebih baik jika dilaksanakan
pada saat sebelum hamil. Wanita usia 20-35 tahun merupakan
sasaran yang lebih tepat dalam pencegahan masalah gizi yang salah satunya
adalah kekurangan energi kronik. Kisaran usia tersebut merupakan saat yang
tepat bagi wanita untuk mempersiapkan diri secara fisik dan mental menjadi
seorang ibu yang sehat sehingga diharapkan mendapatkan bayi yang sehat (2).
Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Negara berkembang termasuk Indonesia dan merupakan
penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih
dapat dicegah. Ibu
hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (Kekurangan Energi Kronis) cenderung melahirkan
bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko kematianyang lebih besar dibanding dengan
bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan berat badan yang normal (3).
Masa pra konsepsi merupakan
masa sebelum hamil, wanita prakonsepsi diasumsikan sebagai wanita dewasa atau
wanita usia subur yang siap menjadi seorang ibu, dimana
kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan masa anak-anak, remaja, ataupun
lanjut usia. Ibu hamil
merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk ibu dan
janin yang dikandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya
gangguan gizi antara lain anemia,
pertambahan berat badan yang kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (4).
Angka resiko kekurangan
energi kronik (KEK) wanita usia subur per provinsi di Indonesia tahun 2007 berdasarkan
data Kemenkes RI, khususnya di Sulawesi Selatan mencapai angka 12,50% (5).
Berdasarkan data Riskesdas
tahun 2007, proporsi wanita usia subur resiko KEK usia 15-19 tahun yang hamil
sebanyak 31,3% dan yang tidak hamil sebanyak 30,9%. Pada usia 20-24 tahun adalah sebanyak 23,8% yang hamil
dan yang tidak hamil sebanyak 18,2%. Selain itu, pada usia 25-29 tahun adalah sebanyak 16,1% yang hamil dan 13,1% yang tidak hamil.
Serta pada usia 30-34 tahun adalah sebanyak 12,7% yang hamil dan 10,2% yang
tidak hamil (6).
Sedangkan
berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, proporsi wanita usia subur resiko KEK
usia 15-19 tahun yang hamil sebanyak 38,5% dan yang tidak hamil sebanyak 46,6%.
Pada usia 20-24 tahun adalah sebanyak
30,1% yang hamil dan yang tidak hamil sebanyak 30,6%. Selain itu, pada usia
25-29 tahun adalah sebanyak 20,9% yang hamil dan 19,3% yang tidak hamil. Serta
pada usia 30-34 tahun adalah sebanyak 21,4% yang hamil dan 13,6% yang tidak
hamil. Hal ini menunjukkan proporsi WUS resiko KEK mengalami peningkatan dalam
kurun waktu selama 7 tahun (6).
Data kejadian KEK, IMT dan BBLR yang di tahun 2007 menunjukan angka yang
relatif tinggi dimana di Sulawesi Selatan sendiri IMT rendah sebesar 16,5% dan
kota Makassar lebih tinggi yakni sebesar 17,2%. Untuk angka kejadian BBLR di
Sulawesi Selatan 14,8%, sedangkan di kota Makassar sendiri mencapai 18,3%,
serta angka kejadian KEK di tingkat
Sulawesi Selatan 12,5% dan di kota Makssar 7,7%, Meskipun lebih rendah dari
tingkat Provinsi, tetapi angka kejadian KEK ini termasuk masalah kesehatan
masyarakat dilihat dari prevalensinya (7).
Sementara itu di Biringkanaya berdasarkan data Buku Kohort Puskesmas
tahun 2012, dapat dilihat persentase keadaan gizi kurang dan gizi buruk
mencapai 21.1% dan 0.45%, hal ini mengindikasikan bahwa ada masalah sebelum
kelahiran balita ini, masalah tersebut bisa disebabkan karena KEK dan IMT
kurang baik pada ibu prakonsepsional, baik saat kehamilan maupun sebelum
kehamilan di Kecamatan Biringkanaya.Sedangkan berdasarkan data buku kohort Puskesmas
Pattingalloang Kecamatan Ujung Tanah tahun 2012 ditemukan data terkait masalah
KEK yaitu di 2 kelurahan yaitu Pattingaloang sebesar 21,82% dan kelurahan
Cambaya 26,37 % (7).
Berdasarkan
jurnal penelitian di India tahun 2008 mengenai Body Mass Index and Chronic Energy Deficiency among
Adult Tribal Populations of West Bengal: A Review, yang dilakukan oleh Bisai dan Bose, pada
perempuan usia 18-85 tahun, diperoleh hasil bahwa secara umum, rata-rata indeks
massa tubuhsuku Bengal Barat India berada di kisaran 17,7-19,7 kg/m2. Selain
itu, tingkat kekurangan energi kronik bervariasi antara 31,7% dan 61,8%. Angka
ini berada di kategori tinggi (20-39%) sangat tinggi (≥ 40%) (8).
Di
Indonesia,pada tahun 2010, prevalensi BBLR sebesar 8,8 persen. Besar kemungkinan, kejadian BBLR diawali berasal dari ibu yang hamil
dengan kondisi kurang energi kronis (KEK), dan risikonya lebih tinggi pada ibu hamil usia 15-19
tahun. Dimana proporsi ibu hamil KEK usia 15-19 tahun masih sebesar 31 persen. Dipahami pula bahwa, ibu yang masih muda atau
menikah di usia remaja 15-19 tahun cenderung melahirkan anak berpotensi pendek
dibanding ibu yang menikah pada usia 20 tahun keatas (5).
Berdasarkan hasil
penelitian di Manado oleh Najoan tahun 2011, pendapatan keluarga ≤ Rp.845.000
dengan resiko KEK pada ibu hamil yaitu 9%, tidak resiko KEK yaitu 28%.
Pendapatan keluarga > Rp.845.000 dengan resiko KEK pada ibu hamil yaitu 11%,
tidak resiko KEK yaitu 25%.Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga
merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas dalam keluarga.
Keluarga dengan pendapatan terbatas akan kurang memenuhi kebutuhan makanannya.
Pendapatan juga merupakan hal yang sangat mempengaruhi kondisi suatu keluarga
termaksuk status kesehatan seluruh anggota keluarga salah satunya yaitu
pemenuhan kebutuhan makanan yang memiliki nilai gizi dan jumlah yang cukup (9).
Pada penelitian Surasih (2005) ada hubungan antara pekerjaan dengan KEK,
beban kerja yang berat meningkatkan kebutuhan makanan wanita.Lamanya waktu
bekerja serta peran ganda wanita menciptakan suatu kerentanan sosial terhadap
masalah malnutrisi terutama selama masa reproduksi. Perbedaan hasil penelitian
dikarenakan pekerjaan merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung
akan mempengaruhi KEK, dengan demikian masih banyak faktor-faktor lainya yang
akan mempengaruhi dan jika beberapa faktor tersebut di atas tidak dikendalikan
akan menyebabkan faktor pekerjaan ini tidak memberikan hubungan yang signifikan
terhadap KEK (10).
Berdasarkan hasil
penelitian di Semarang oleh Kartikasari tahun 2011, Analisis hubungan antara pekerjaan dengan status
gizi ibu hamil trimester III diperoleh hasil penghitungan menggunakan uji
koefisien korelasi point biserial didapatkan nilai p = 0,004
(p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pekerjaan dengan status gizi ibu hamil trimester III (11).
Berdasarkan hasil
penelitian di Sulawesi Selatan oleh Sirajuddin 2010, Berdasarkan hasil penelitian
ini diketahui bahwa ada hubungan antara besarnya pengeluaran dengan kejadian
KEK. Semakin besar pengeluran semakin kecil risiko kejadian KEK. Analisis
statistitik diketahui bahwa besarnya risiko wanita dewasa yang memiliki pengeluaran
< kuintil 3 dibanding pengeluaran > kuintil 3 adalah 1,23 kali lebih
besar. Jadi dapat dipastikan bahwa pengeluaran yang rendah berpeluang lebih
besar untuk menderita KEK. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengeluaran
berkorelasi positif dengan kuantitas belanja pangan. Semakin rendah kuantitas
belanja pangan menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi khususnya energi dan
protein semakin kecil (12).
Penelitian ini merupakan bagian dari sebuah penelitian payung yang
dilakukan oleh dr. Anang S. Otoluwa yang bertujuan untuk melihat pengaruh
pemberian Multi Micro Nutrien (MMN) pada masa perikonsepsional dalam mencegah
kerusakan DNA ibu. Dalam penelitian ini diambil subjek wanita pra konsepsi yang
mencakup calon pengantin wanita atau wanita dengan muda, yang dimana termasuk
golongan wanita usia subur yang dalam waktu dekat akan mengalami fase
kehamilan, melahirkan dan menyusui.
Adapun dampak dari kekurangan energi secara kronis saat masa pra-konsepsi
atau masa usia subur akan berdampak jangka panjang negatif salah satunya
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Untuk pola makan dan KEK,
sendiri masih belum banyak diteliti pada wanita pra konsepsi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
pendapatan, pekerjaan dan pendidikan dengan KEK pada …..
0 comments:
Post a Comment