Popular Posts

Friday, August 5, 2016

Jurnal Penelitian Mitigasi Banjir : Studi Kasus Sungai Kelara

Akibat desakan kebutuhan dasar meningkat tersebut menimbulkan efek merugikan terhadap sumberdaya alam saat ini terkesan terancam keberadaan fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan. Hadi (2001) mengemukakan bahwa terjadinya banjir pada dasarnya dipicu oleh dua hal pokok yaitu (1) makin sedikitnya lahan yang berfungsi sebagai resapan air (2) terjadinya amblesan tanah (land subcident) karena eksploitasi air tanah dan pembangunan fisik melebihi daya dukung. Oleh karena itu, perubahan penggunaan lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun akan menstimulasi besarnya air larian.

Latar Belakang
Wilayah Indonesia termasuk Sulawesi Selatan secara goegrafis terletak di daerah iklim tropis dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan dengan ciri-ciri perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang cukup ekstrim (Badan Nasional Peanggulangan Bencana, 2010). Kondisi ini dapat menimbulkan ancaman-ancaman yang bersifat hidrometeorologis seperti banjir dan kekeringan. Daerah dengan risiko tinggi terhadap ancaman banjir tersebar di seluruh daerah Sulawesi Selatan, terutama di daerah pesisir barat dan selatan Sulawesi (Kabupaten Jeneponto, Takalar, Gowa, Maros, Barru dan kota Makassar) dan daerah bagian utara Sulawesi Selatan yang berdekatan dengan Teluk Bone (Kota Palopo dan Kabupaten Luwu).
Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal, sehingga sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut hingga meluap. Pengundulan hutan didaerah tangkapan air hujan (catchment area)  juga menyebabkan peningkatan banjir karena pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran. Disamping itu, berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatkan debit banjir. Pada daerah pemukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (BAKORNAS PB, 2007) .
Hasnawiah dan Nurhaedah (2012) mengatakan pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat yang terjadi negara-negara berkembang membawa konsekuensi makin bertambahnya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Kebutuhan sandang, pangan dan perumahan (kayu). Akibat desakan kebutuhan dasar meningkat tersebut menimbulkan efek merugikan terhadap sumberdaya alam saat ini terkesan terancam keberadaan fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan. Hadi (2001) mengemukakan bahwa terjadinya banjir pada dasarnya dipicu oleh dua hal pokok yaitu (1) makin sedikitnya lahan yang berfungsi sebagai resapan air (2) terjadinya amblesan tanah (land subcident) karena eksploitasi air tanah dan pembangunan fisik melebihi daya dukung. Oleh karena itu, perubahan penggunaan lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun akan menstimulasi besarnya air larian.
Berdasarkan data Statistik Pembangunan BPDAS Jeneberang Walanae (2010)  terjadi bencana banjir di Daerah Aliran Sungai  (DAS) Kelara yang juga berpotongan dengan daerah administrasi Kabupaten Jeneponto pada tahun 2009. Banjir di DAS kelara disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan topografi terjadi. Pada bencana ini tidak terdapat korban jiwa, namun menyebabkan jalan terputus yang menghubungkan 3 kabupaten/kota, jembatan yang terputus dan kerugian mencapai satu miliyar rupiah.
Melihat kejadian bencana banjir pada tahun 2009 di DAS Kelara yang sangat terasa pada masyarakat Kabupaten Jeneponto. Maka diperlukan suatu upaya untuk mengurangi dampak (mitigasi) bencana banjir di DAS Kelara. Perencanaan penggunaan lahan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak bencana banjir. Bahwa sahnya suatu pola penggunaan lahan dalam berbagai bentuk dan cara akan berdampak terhadap lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengusulkan penggunaan lahan untuk mengurangi dampak (mitigasi) banjir pada daerah aliran sungai Kelara setelah melakukan pemetaan tingkat kerawanan bencana banjir dengan metode Sistem Informasi Geografis (SIG) pada daerah tersebut. Penelitian ini diharapakan memberikan informasi daerah yang rawan bencana banjir dan perencanaan penggunaan lahan untuk mitigasi banjir pada Daerah Aliran Sungai Kelara, Sulawesi Selatan.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1.    Memetakan tingkat kerawanan banjir di DAS Kelara
2.    Mengusulkan perencanaan penggunaan lahan untuk mitigasi banjir di DAS Kelara

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi masyarakat dan pemerintah setempat mengenai daerah yang rawan banjir sehingga dalam berbagai pola penggunaan lahan di DAS Kelara dapat dilakukan antisipasi untuk mengurangi dampak (mitigasi) banjir serta menjadi pertimbangan dalam penyusunan pola ruang kabupaten.

0 comments:

Post a Comment