Jurnal Penelitian Mitigasi Banjir : Studi Kasus Sungai Kelara
Akibat desakan kebutuhan dasar meningkat tersebut menimbulkan efek merugikan terhadap sumberdaya alam saat ini terkesan terancam keberadaan fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan. Hadi (2001) mengemukakan bahwa terjadinya banjir pada dasarnya dipicu oleh dua hal pokok yaitu (1) makin sedikitnya lahan yang berfungsi sebagai resapan air (2) terjadinya amblesan tanah (land subcident) karena eksploitasi air tanah dan pembangunan fisik melebihi daya dukung. Oleh karena itu, perubahan penggunaan lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun akan menstimulasi besarnya air larian.
Latar Belakang
Wilayah Indonesia termasuk Sulawesi Selatan secara
goegrafis terletak di daerah iklim tropis dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau
dan musim hujan dengan ciri-ciri perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang
cukup ekstrim (Badan Nasional Peanggulangan Bencana, 2010). Kondisi ini dapat
menimbulkan ancaman-ancaman yang bersifat hidrometeorologis seperti banjir dan
kekeringan. Daerah dengan risiko tinggi terhadap ancaman banjir tersebar di
seluruh daerah Sulawesi Selatan, terutama di daerah pesisir barat dan selatan
Sulawesi (Kabupaten Jeneponto, Takalar, Gowa, Maros, Barru dan kota Makassar)
dan daerah bagian utara Sulawesi Selatan yang berdekatan dengan Teluk Bone (Kota
Palopo dan Kabupaten Luwu).
Pada umumnya banjir
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal, sehingga sistem
pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem
saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu
menampung akumulasi air hujan tersebut hingga meluap. Pengundulan hutan
didaerah tangkapan air hujan (catchment
area) juga menyebabkan peningkatan
banjir karena pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi
sehingga melampaui kapasitas pengaliran. Disamping itu, berkurangnya daerah
resapan air juga berkontribusi atas meningkatkan debit banjir. Pada daerah
pemukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga tingkat resapan air
kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi
sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung kedalam sistem
pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (BAKORNAS
PB, 2007) .
Hasnawiah dan
Nurhaedah (2012) mengatakan pertambahan jumlah penduduk yang
sangat pesat yang terjadi negara-negara berkembang membawa konsekuensi makin
bertambahnya kebutuhan
manusia yang harus dipenuhi. Kebutuhan
sandang, pangan dan perumahan (kayu).
Akibat desakan kebutuhan dasar meningkat tersebut menimbulkan efek merugikan
terhadap sumberdaya alam saat ini terkesan terancam keberadaan fungsinya sebagai
penyangga sistem kehidupan. Hadi (2001)
mengemukakan bahwa terjadinya banjir pada dasarnya dipicu oleh dua hal pokok
yaitu (1) makin sedikitnya lahan yang berfungsi sebagai resapan air (2)
terjadinya amblesan tanah (land subcident)
karena eksploitasi air tanah dan pembangunan fisik melebihi daya dukung. Oleh
karena itu, perubahan penggunaan lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan
terbangun akan menstimulasi besarnya air larian.
Berdasarkan data Statistik
Pembangunan BPDAS Jeneberang Walanae (2010)
terjadi bencana banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kelara yang juga berpotongan dengan
daerah administrasi Kabupaten Jeneponto pada tahun 2009. Banjir di DAS kelara
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan topografi terjadi. Pada bencana ini
tidak terdapat korban jiwa, namun menyebabkan jalan terputus yang menghubungkan
3 kabupaten/kota, jembatan yang terputus dan kerugian mencapai satu miliyar
rupiah.
Melihat kejadian bencana
banjir pada tahun 2009 di DAS Kelara yang sangat terasa pada masyarakat
Kabupaten Jeneponto. Maka diperlukan suatu upaya untuk mengurangi dampak (mitigasi) bencana banjir di DAS Kelara.
Perencanaan penggunaan lahan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mengurangi dampak bencana banjir. Bahwa sahnya suatu pola penggunaan
lahan dalam berbagai bentuk dan cara akan berdampak terhadap lingkungan.
Berdasarkan
uraian diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengusulkan penggunaan lahan untuk
mengurangi dampak (mitigasi) banjir pada
daerah aliran sungai Kelara setelah melakukan pemetaan tingkat kerawanan
bencana banjir dengan metode Sistem Informasi Geografis (SIG) pada daerah
tersebut. Penelitian ini diharapakan memberikan informasi daerah yang rawan
bencana banjir dan perencanaan penggunaan lahan untuk mitigasi banjir pada
Daerah Aliran Sungai Kelara, Sulawesi Selatan.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah :
1.
Memetakan
tingkat kerawanan banjir di DAS Kelara
2.
Mengusulkan perencanaan penggunaan lahan
untuk mitigasi banjir di DAS Kelara
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
sumber informasi bagi masyarakat dan pemerintah setempat mengenai daerah yang
rawan banjir sehingga dalam berbagai pola penggunaan lahan di DAS Kelara dapat
dilakukan antisipasi untuk mengurangi dampak (mitigasi) banjir serta menjadi
pertimbangan dalam penyusunan pola ruang kabupaten.
0 comments:
Post a Comment