Popular Posts

Sunday, April 3, 2016

PENGARUH KONSENTRASI, LAMA PENYIMPANAN TELUR DAN KADAR GARAM TELUR ASIN

PENGARUH KONSENTRASI, LAMA PENYIMPANAN TELUR
DAN KADAR GARAM TELUR ASIN

ABSTRAK
Telur merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan susunan asam-asam amino lengkap. Tapi, telur  memiliki  kelemehan  yaitu  masa  simpannya  relatif  pendek  sehingga  diperlukan  upaya pengawetan  untuk  memperpanjang  masa  simpannya.  Penelitian  ini  bertujuan  mengetahui  pengaruh konsentrasi garam dan lama penyimpanan terhadap kandungan protein dan kadar garam NaCl pada telur asin. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratorium dengan desain  one group pretest-postest  design.  Populasi  adalah  berbagai  formula  telur  asin  di  Kota  Makassar.  Sampel penelitian  didasarkan  pada  formula  pembuatan  telur  asin.  Data  yang  diperoleh  dianalisis  secara deskriptif dan statistik.  Hasil penelitian menunjukkan terjadi
penurunan kadar protein untuk tiap-tiap formula selama proses pengolahan dan masa penyimpanan, sementra kadar  garam NaCl mengalami peningkatan. Denaturasi protein tertinggi terjadi pada masa simpan 7 hari,  pada Formula A  sebesar 25,58%,  Formula  B  30,62%,  dan  Formula  C  28,04%.  Sementara  peningkatan  tertinggi  pada  kadar garam NaCl juga terjadi pada hari ketujuh, hasil analisis pada Formula A menunjukkan hasil sebesar 2,51%, pada Formula B dan Formula C berturut-turut 2,55% dan 2,93%. Kesimpulan dari penelitian ini,  konsentrasi  garam  yang  digunakan  pada  proses  pembuatan  telur  asin  dan  lama  periode penyimpanan secara nyata menurunkan kadar protein dan meningkatkan kadar garam NaCl.
Kata Kunci: Telur asin, lama penyimpanan, kandungan protein, kadar garam

   
PENDAHULUAN
Telur  memiliki  kandungan  zat  gizi  yang  lengkap  dan  dikonsumsi  secara  luas  di  masyarakat. Selain itu, telur juga mengandung lemak tak jenuh, vitamin, dan mineral yang diperlukan tubuh dan sangat mudah dicerna. Rasa yang enak, harga yang relatif  murah  serta  dapat  diolah  menjadi  berbagai  macam  produk  makanan, menyebabkan  telur banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Ketersediaan  telur  tidak  mengenal  musim,  namun  telur  juga  memiliki  beberapa kelemahan, antara lain kulit telur mudah pecah atau retak dan tidak dapat menahan tekanan mekanis yang besar sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada suatu wadah, kelembaban relatif udara dan suhu ruang penyimpanan dapat mempengaruhi mutu telur dan dapat  menyebabkan  perubahan  secara  kimiawi  dan  mikrobiologis.  Maka  dari  itu,  usaha pengawetan perlu dilakukan untuk mempertahankan kualitas telur.
Bentuk olahan telur itik yang sampai sekarang paling dikenal dan paling  digemari oleh masyarakat Indonesia adalah telur asin. Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara penggaraman. Tujuan utama dari proses pengasinan telur ini selain membuang rasa amis dan  menciptakan  rasa  yang  khas  adalah  untuk  memperpanjang  masa  simpan  telur.
  Garam merupakan  faktor  utama  dalam  proses  pengasinan  telur  berfungsi  sebagai  bahan  pengawet  untuk mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi  kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya simpannya.
Namun,  penggunaan  kadar  garam  yang  tinggi  selain  dapat  menyebabkan  tingkat keasinan meningkat juga berkontribusi secara nyata terhadap prevalensi kejadian hipertensi. WHO  mengumumkan  dalam  proses  pengasinan  dibutuhkan  penambahan  garam  secara signifikan  yang dapat mengakibatkan kandungan garam dalam makanan melewati ambang batas dan menambah berat beban ginjal. Bagi konsumen yang gemar mengonsumsi makanan asinan,  bahaya  hipertensi  akan  meningkat  seiring  dengan  penggunaan  garam  yang berlebihan.
Proses  pengolahan  dan  penyimpanan  telur  yang  kurang  baik  sangat  menetukan tingginya  tingkat  denaturasi  yang  terjadi  dan  adanya  peningkatan  kadar  garam  NaCl  yang nyata.  Penelitian  ini  bertujuan  mengetahui  pengaruh  konsentrasi  garam  dan  lama penyimpanan terhadap kandungan protein dan kadar garam telur asin.



PEMBAHASAN
Secara  umum,  semua  formula  telur  asin  mengalami  penurunan  setelah  proses pengasinan.  Dalam  proses  pengasinan,  ditambahkan  sejumlah  garam  dapur.  Berdasarkan banyaknya  jumlah  garam  NaCl  yang  ditambahkan  formula  telur  asin  dibagi  menjadi  tiga kategori. Formula A didesain dengan penambahan garam sebanyak 100 gram dalam proses pembuatannya,  sementara  Formula  B  dan  Formula  C  masing-masing  diberikan  garam sebanyak 150 gram dan 200 gram. Sebelum  diberikan  perlakuan,  sampel  terlebih  dahulu  diuji  kandungan  proteinnya sebagai kontrol atau data pembanding terhadap sampel yang akan dimodifikasi. Hasil analisis kadar  protein  awal  secara  duplo  menggunakan  metode  Kjeldahl  Mikro  memberikan  hasil rata-rata sebesar 16,26 %.
Penambahan garam dalam proses pengawetan telur memberikan pengaruh yang nyata terhadap  perubahan  kandungan  protein.  Hasil  analisis  menunjukkan  terjadi  penurunan kandungan  protein  pada  masing-masing  formula.  Anomali  hanya  terjadi  pada  Formula  A dimana terjadi peningkatan kadar protein. Hal ini disebabkan karakteristik dari telur itik  yang digunakan  berbeda-beda.  Perbedaan  kandungan  zat  gizi  pada  telur  itik  dipengaruhi  oleh beberapa faktor, diantaranya pakan yang diberikan, umur induk petelur, faktor kandang dan lingkungan,  dan  faktor  stres.
            Hal  ini  sejalan  dengan  pernyataan  Matsura,  kandungan  gizi telur bebek sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh bebek tersebut. Selain faktor tersebut,  Santoso menyatakan bahwa komposisi gizi pada telur itik yang diasinkan  memiliki  perbedaan  dengan  telur  itik  tanpa  pengasinan.  Perbedaan  yang  terjadi dapat  berupa  peningkatan  ataupun  penurunan,  meskipun  secara  umum  mengalami  proses penurunan selama masa penyimpanan. Hal ini disebabkan dalam proses pembuatan telur asin menggunakan bahan-bahan, seperti garam dapur, abu, dan lain-lain. Tentu saja tidak hanya garam dapur yang masuk ke dalam telur, tetapi juga zat-zat lain yang terdapat dalam bahanbahan yang digunakan ikut memengaruhi komposisi gizi telur asin.
Dengan konsentrasi garam paling rendah pada  formula A menyebabkan terjadinya peningkatan kadar protein setelah proses pengasinan.Sementara pada Formula B hanya terjadi sedikit perbedaan kadar protein antara kontrol dengan  Formula  B  sebelum  proses  penyimpanan.  Penurunan  yang  terjadi  praktis  tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kondisi ini disebabkan penambahan garam pada Formula B lebih banyak dibandingkan Formula A dan abu gosok jumlahnya tetap. Hal ini dipertegas dari hasil analisis Formula C yang menunjukkan penurunan kadar protein yang nyata. Pada Formula  C  penambahan  garam  merupakan  yang  paling  tinggi  dibandingkan  formula  yang lain. Dengan demekian, terlihat jelas  pengaruh konsentrasi garam terhadap penurunan kadar protein dalam telur asin.
Proses  penyimpanan  telur  menyebabkan  terjadi  penurunan  kadar  protein.  Untuk masing-masing formula mengalami penurunan selama tahap penyimpanan. Penurunan kadar protein  sebanding  dengan  lamanya  proses  penyimpanan.  Garam  yang  ditambahkan  dalam proses pengasinan akan berpenetrasi secara sempurna melewati kulit telur dan membran telur seiring dengan lamanya waktu simpan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Winarno yang mengatakan  bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan  berkurang,  akibatnya  protein  akan  terpisah  sebagai  endapan.  Peristiwa  pemisahan  ini disebut  salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka  protein akan mengendap.
Setelah  mengalami  proses  pengasinan  selama  7  hari  terlihat  adanya  perubahan kandungan protein total pada telur. Sebelum proses penyimpanan pada formula A kandungan protein  sekitar  16,63%.  Sedangkan  untuk  formula  B  dan  formula  C  kandungan  protein sebelum  masa  simpan  berturut-turut  sebesar  16,22%  dan  15,12%.  Hal  ini  membuktikan penambahan  konsentrasi  garam  berbanding  terbalik  dengan  kandungan  protein  total  pada hasil  olahan  telur  asin.  Kualitas  telur  yang  dihasilkan  sangat  dipengaruhi  oleh  konsentrasi garam dan lama perendaman telur dalam larutan garam. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian  yang  dilakukan  oleh  Sahat  dimana  konsentrasi  garam  memberikan   perbedaan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik telur asin terutama kadar protein.
Penambahan  garam  secara  berlebihan  pada  proses  pengawetan  telur  dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk  ikatan  pada  rantai  samping  seperti;  ikatan  hidrogen,  jembatan  garam,  ikatan disulfida  dan  interaksi  hidrofobik  non  polar,  yang  kemungkinan  mengalami  gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein.
Pada telur yang telah diasinkan, terjadi proses koagulasi protein. Hal ini tampak jelas pada struktur kuning telur yang menggumpal dan kondisi putih telur yang mengental. Protein yang mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas biologis dan berkurang kelarutannya sehingga mudah mengendap.
Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan pengawet  untuk  mencegah  pembusukan  telur,  sehingga  meningkatkan  daya  simpannya. Semakin  tinggi  kadar  garam  yang  diberikan  dalam  proses  pengasinan  telur  maka  semakin meningkatkan daya simpannya.
 Sebelum proses pengasinan telur dilakukan analisis terhadap kandungan  garam  pada  telur  itik  menggunakan  metode  Kohman  secara  duplo.  Hasil pengamatan awal kadar garam pada sampel menunjukkan hasil rata-rata sebesar 0,28%.Menurut  Suprapti,  garam  merupakan  faktor  utama  dalam  proses  pengasinan  telur berfungsi  sebagai  bahan  pengawet  untuk  mencegah  pembusukan  telur,  sehingga meningkatkan  daya  simpannya.  Semakin  tinggi  kadar  garam  yang  diberikan  dalam  proses pengasinan  telur  maka  semakin  meningkatkan  daya  simpannya.
  Namun,  tingginya  kadar garam yang digunakan akan menyebabkan banyaknya jumlah garam yang masuk ke dalam isi telur. Hal ini ditandai semakin asinnya telur yang diberikan jumlah garam yang tinggi dalam proses pengasinan.Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasinkan dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah tertentu  pada  suatu  bahan  pangan  dapat  mengawetkan  bahan  pangan  tersebut.
  Setelah proses  pengasinan  terjadi  peningkatan  kadar  garam.  Sesaat  setalah  tahap  pengasinan dilakukan  pengujuian  terhadap  kadar  garam  NaCl  telur  asin.  Pada  formula  A  kadar  garam NaCl  sebesar  1,01%,  formula  B  sebesar  0,97  %,  dan  formula  C  sebesar  1,04%.  Jika dibandingkan dengan kondisi awal sebelum perlakuan terjadi peningkatan kadar garam yang cukup berarti selama proses pengasinan.
Pada  tahap  penyimpanan  juga  terjadi  peningkatan  kadar  garam.  Hal  ini  disebabkan garam yang melewati cangkang telur, sebagian kecil masih tertahan pada membran telur dan pada proses penyimpanan memungkinkan terjadinya resapan ke dalam albumin dan kuning telur.  Masa simpan  tiga hari menunjukkan hasil pada formula A terdapat kadar garam sekitar 1,24%,  formula  B  1,14%,  dan  formula  C  1,38%.  Hasil  ini  menunjukkkan  terjadinya peningkatan  kadar  garam  pada  masing-masing  formula.  Hal  ini  dipertegas  oleh  penelitianStadelman  dan  Cotterill  yang  mengatakan  bahwa  pada  telur  yang  diasinkan,  garam  akan masuk secara bertahap dari kulit telur, kerabang, putih telur hingga ke kuning telur.
Masa simpan 5 hari menunjukkan hasil analisis untuk masing-masing formula berturutturut  sebesar  1,67%,  1,64%,  dan  12,66%.  Sedangkan  pada  tahap  akhir  penyimpanan memberikan  hasil  berturut-turut  sekitar  2,51%,  2,55%,  dan  2,93%.  Adapun  selama  tahap penyimpanan, kadar protein terus mengalami penurunan. Pada hari ketiga hasil analisis kadar protein untuk masing-masing formula secara berurutan adalah 14,38%, 14,82%, dan 14,67%.
Pada masa simpan hari kelima menunjukkan hasil 13,42% untuk formula A, 13,33% untuk formula B, dan 13,28% untuk formula C. Penurunan kadar protein pada masa simpan 7 hari terus  terjadi.  Tahap  akhir  analisis  menunjukkan  penurunan  kadar  protein  dimana  pada formula  A   kadar  protein  totalnya  sebesar  12,10%,  formula  B  11,28%,  dan  formula  C 11,70%.
Jumlah larutan garam  yang masuk akan menentukan rasa asin telur serta kemasiran kuning telur.  Rasa  asin  pada  telur  selanjutnya  dijadikan  indikator  untuk  menilai  tingginya  kadar garam yang berpenetrasi ke dalam isi telur. Jumlah garam yang berpenetrasi ke dalam telur sebanding dengan tingkat denaturasi yang terjadi.
Ketersediaan telur sering kali tidak diikuti dengan cara penyimpanan yang kurang baik. Hal ini dikarenakan kebiasaan masyarakat yang menyimpan telur yang tidak higienis. Seperti yang  kita  ketahui  kandungan  gizi  yang  tinggi  pada  telur,  bila  tidak  ditangani  dengan  baik dalam  penyimpanan  akan  cepat  rusak  sehingga  mengakibatkan  penurunan  kualitas  interior telur.
Tingkat  deteriorasi  produk  dipengaruhi  oleh  lamanya  penyimpanan,  sedangkan  laju deteriorasi  dipengaruhi  oleh  kondisi  lingkungan  penyimpanan.  Umur  simpan  adalah  waktu hingga  produk  mengalami  suatu  tingkat  deteriorasi  tertentu.  Ini  akan  menyebabkan perubahan-perubahan  terhadap  produk  yang  meliputi  perubahan  tekstur,  flavor  warna, penampakan fisik, nilai gizi, mikrobiologis maupun makrobiologis.
KESIMPULAN
Dari hasil diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kandungan protein dan kadar garam NaCl yang terdapat pada telur asin mengalami perubahan setelah melewati proses pengasinan. Perubahan yang terjadi  disebabkan  karakteristik  telur,  jumlah  garam  yang  ditambahkan  dalam  proses pengasinan, dan lama  waktu simpan.  Perbedaan konsentrasi garam  dan lama waktu simpandalam  proses  pengolahan  telur  asin  berpengaruh  terhadap  penurunan  kadar  protein  dan peningkatan kadar garam NaCl. Semakin lama masa penyimpanan, maka tingkat denaturasi.




DAFTAR PUSTAKA

Sahat  S.  Pengaruh  Lama  Perendaman  dan  Konsentrasi  Garam  pada  Proses  Pembuatan Telur  Asin  terhadap  Karakteristik  dari  Telur  Asin  Puyuh  (Cortunix  cortunix japonica)[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 1999.

Saliem  HP,  EM.Lakolo,T.B.  Purwantini,  M.  Ariani  dan  Y.  Marisa.  Analisis  Ketahanan Pangan  Tingkat  Rumah  Tangga  dan  Regional  [Laporan  Hasil  Penelitian].Bogor:  Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian; 2001.

Suprapti ML. Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius; 2002.

Tulung  YLR,  N.  Suartha,  H.  Hetharie,  H.  Mahatmi,  J.  S.  Saerang,  W. Batan, J.  A.  N. Masrikat.  Pengantar  Falsafah  Sains:  Telur  Sebagai  Imunoterapi Penyakit  Menular. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2003.

Tri RMG. Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari Itik yang Mendapat Pakan Limbah Udang [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2009.

.

0 comments:

Post a Comment