PENGARUH KONSENTRASI, LAMA PENYIMPANAN TELUR DAN KADAR GARAM TELUR ASIN
PENGARUH
KONSENTRASI, LAMA PENYIMPANAN TELUR
DAN KADAR GARAM
TELUR ASIN
ABSTRAK
Telur
merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan susunan
asam-asam amino lengkap. Tapi, telur
memiliki kelemehan yaitu
masa simpannya relatif
pendek sehingga diperlukan
upaya pengawetan untuk memperpanjang
masa simpannya. Penelitian
ini bertujuan mengetahui
pengaruh konsentrasi garam dan lama penyimpanan terhadap kandungan
protein dan kadar garam NaCl pada telur asin. Jenis penelitian yang digunakan
adalah eksperimen laboratorium dengan desain
one group pretest-postest
design. Populasi adalah
berbagai formula telur
asin di Kota
Makassar. Sampel penelitian didasarkan
pada formula pembuatan
telur asin. Data
yang diperoleh dianalisis
secara deskriptif dan statistik.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi
penurunan kadar protein untuk tiap-tiap formula selama proses pengolahan dan masa penyimpanan, sementra kadar garam NaCl mengalami peningkatan. Denaturasi protein tertinggi terjadi pada masa simpan 7 hari, pada Formula A sebesar 25,58%, Formula B 30,62%, dan Formula C 28,04%. Sementara peningkatan tertinggi pada kadar garam NaCl juga terjadi pada hari ketujuh, hasil analisis pada Formula A menunjukkan hasil sebesar 2,51%, pada Formula B dan Formula C berturut-turut 2,55% dan 2,93%. Kesimpulan dari penelitian ini, konsentrasi garam yang digunakan pada proses pembuatan telur asin dan lama periode penyimpanan secara nyata menurunkan kadar protein dan meningkatkan kadar garam NaCl.
penurunan kadar protein untuk tiap-tiap formula selama proses pengolahan dan masa penyimpanan, sementra kadar garam NaCl mengalami peningkatan. Denaturasi protein tertinggi terjadi pada masa simpan 7 hari, pada Formula A sebesar 25,58%, Formula B 30,62%, dan Formula C 28,04%. Sementara peningkatan tertinggi pada kadar garam NaCl juga terjadi pada hari ketujuh, hasil analisis pada Formula A menunjukkan hasil sebesar 2,51%, pada Formula B dan Formula C berturut-turut 2,55% dan 2,93%. Kesimpulan dari penelitian ini, konsentrasi garam yang digunakan pada proses pembuatan telur asin dan lama periode penyimpanan secara nyata menurunkan kadar protein dan meningkatkan kadar garam NaCl.
Kata Kunci:
Telur asin, lama penyimpanan, kandungan protein, kadar garam
PENDAHULUAN
Telur memiliki
kandungan zat gizi
yang lengkap dan
dikonsumsi secara luas
di masyarakat. Selain itu, telur
juga mengandung lemak tak jenuh, vitamin, dan mineral yang diperlukan tubuh dan
sangat mudah dicerna. Rasa yang enak, harga yang relatif murah
serta dapat diolah
menjadi berbagai macam produk makanan, menyebabkan telur banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Ketersediaan telur
tidak mengenal musim,
namun telur juga
memiliki beberapa kelemahan,
antara lain kulit telur mudah pecah atau retak dan tidak dapat menahan tekanan mekanis
yang besar sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada suatu
wadah, kelembaban relatif udara dan suhu ruang penyimpanan dapat mempengaruhi
mutu telur dan dapat menyebabkan perubahan
secara kimiawi dan
mikrobiologis. Maka dari
itu, usaha pengawetan perlu
dilakukan untuk mempertahankan kualitas telur.
Bentuk
olahan telur itik yang sampai sekarang paling dikenal dan paling digemari oleh masyarakat Indonesia adalah
telur asin. Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara penggaraman.
Tujuan utama dari proses pengasinan telur ini selain membuang rasa amis
dan menciptakan rasa
yang khas adalah
untuk memperpanjang masa
simpan telur.
Garam merupakan faktor
utama dalam proses
pengasinan telur berfungsi
sebagai bahan pengawet
untuk mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya.
Semakin tinggi kadar garam yang
diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya
simpannya.
Namun, penggunaan
kadar garam yang
tinggi selain dapat
menyebabkan tingkat keasinan
meningkat juga berkontribusi secara nyata terhadap prevalensi kejadian
hipertensi. WHO mengumumkan dalam
proses pengasinan dibutuhkan
penambahan garam secara signifikan yang dapat mengakibatkan kandungan garam
dalam makanan melewati ambang batas dan menambah berat beban ginjal. Bagi
konsumen yang gemar mengonsumsi makanan asinan,
bahaya hipertensi akan
meningkat seiring dengan
penggunaan garam yang berlebihan.
Proses pengolahan
dan penyimpanan telur
yang kurang baik
sangat menetukan tingginya tingkat
denaturasi yang terjadi
dan adanya peningkatan
kadar garam NaCl
yang nyata. Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh
konsentrasi garam dan
lama penyimpanan terhadap kandungan protein dan kadar garam telur asin.
PEMBAHASAN
Secara umum,
semua formula telur
asin mengalami penurunan
setelah proses pengasinan. Dalam
proses pengasinan, ditambahkan
sejumlah garam dapur.
Berdasarkan banyaknya jumlah garam
NaCl yang ditambahkan
formula telur asin
dibagi menjadi tiga kategori. Formula A didesain dengan
penambahan garam sebanyak 100 gram dalam proses pembuatannya, sementara
Formula B dan
Formula C masing-masing
diberikan garam sebanyak 150 gram
dan 200 gram. Sebelum diberikan perlakuan,
sampel terlebih dahulu
diuji kandungan proteinnya sebagai kontrol atau data
pembanding terhadap sampel yang akan dimodifikasi. Hasil analisis kadar protein
awal secara duplo
menggunakan metode Kjeldahl
Mikro memberikan hasil rata-rata sebesar 16,26 %.
Penambahan
garam dalam proses pengawetan telur memberikan pengaruh yang nyata
terhadap perubahan kandungan
protein. Hasil analisis
menunjukkan terjadi penurunan kandungan protein
pada masing-masing formula.
Anomali hanya terjadi
pada Formula A dimana terjadi peningkatan kadar protein.
Hal ini disebabkan karakteristik dari telur itik yang digunakan berbeda-beda.
Perbedaan kandungan zat
gizi pada telur
itik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pakan yang
diberikan, umur induk petelur, faktor kandang dan lingkungan, dan
faktor stres.
Hal ini
sejalan dengan pernyataan
Matsura, kandungan gizi telur bebek sangat dipengaruhi oleh
pakan yang dikonsumsi oleh bebek tersebut. Selain faktor tersebut, Santoso menyatakan bahwa komposisi gizi pada
telur itik yang diasinkan memiliki perbedaan
dengan telur itik
tanpa pengasinan. Perbedaan
yang terjadi dapat berupa
peningkatan ataupun penurunan,
meskipun secara umum
mengalami proses penurunan selama
masa penyimpanan. Hal ini disebabkan dalam proses pembuatan telur asin
menggunakan bahan-bahan, seperti garam dapur, abu, dan lain-lain. Tentu saja
tidak hanya garam dapur yang masuk ke dalam telur, tetapi juga zat-zat lain
yang terdapat dalam bahanbahan yang digunakan ikut memengaruhi komposisi gizi
telur asin.
Dengan
konsentrasi garam paling rendah pada
formula A menyebabkan terjadinya peningkatan kadar protein setelah
proses pengasinan.Sementara pada Formula B hanya terjadi sedikit perbedaan
kadar protein antara kontrol dengan
Formula B sebelum
proses penyimpanan. Penurunan
yang terjadi praktis
tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kondisi ini disebabkan penambahan
garam pada Formula B lebih banyak dibandingkan Formula A dan abu gosok
jumlahnya tetap. Hal ini dipertegas dari hasil analisis Formula C yang
menunjukkan penurunan kadar protein yang nyata. Pada Formula C
penambahan garam merupakan
yang paling tinggi
dibandingkan formula yang lain. Dengan demekian, terlihat
jelas pengaruh konsentrasi garam
terhadap penurunan kadar protein dalam telur asin.
Proses penyimpanan
telur menyebabkan terjadi
penurunan kadar protein.
Untuk masing-masing formula mengalami penurunan selama tahap
penyimpanan. Penurunan kadar protein
sebanding dengan lamanya
proses penyimpanan. Garam
yang ditambahkan dalam proses pengasinan akan berpenetrasi
secara sempurna melewati kulit telur dan membran telur seiring dengan lamanya
waktu simpan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Winarno yang mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein
ditambahkan garam, daya larut protein akan
berkurang, akibatnya protein
akan terpisah sebagai
endapan. Peristiwa pemisahan
ini disebut salting out. Bila
garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap.
Setelah mengalami
proses pengasinan selama
7 hari terlihat
adanya perubahan kandungan
protein total pada telur. Sebelum proses penyimpanan pada formula A kandungan
protein sekitar 16,63%.
Sedangkan untuk formula
B dan formula
C kandungan protein sebelum masa
simpan berturut-turut sebesar
16,22% dan 15,12%.
Hal ini membuktikan penambahan konsentrasi
garam berbanding terbalik
dengan kandungan protein
total pada hasil olahan
telur asin. Kualitas
telur yang dihasilkan
sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi garam dan lama perendaman telur dalam larutan garam. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh
Sahat dimana konsentrasi
garam memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap
karakteristik telur asin terutama kadar protein.
Penambahan garam
secara berlebihan pada
proses pengawetan telur
dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Denaturasi terjadi karena
adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur
protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan
pada rantai samping
seperti; ikatan hidrogen,
jembatan garam, ikatan disulfida dan
interaksi hidrofobik non
polar, yang kemungkinan
mengalami gangguan. Denaturasi
yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein.
Pada
telur yang telah diasinkan, terjadi proses koagulasi protein. Hal ini tampak
jelas pada struktur kuning telur yang menggumpal dan kondisi putih telur yang
mengental. Protein yang mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas biologis
dan berkurang kelarutannya sehingga mudah mengendap.
Garam
merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan
pengawet untuk mencegah
pembusukan telur, sehingga
meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi
kadar garam yang
diberikan dalam proses
pengasinan telur maka
semakin meningkatkan daya simpannya.
Sebelum proses pengasinan telur dilakukan
analisis terhadap kandungan garam pada
telur itik menggunakan
metode Kohman secara
duplo. Hasil pengamatan awal
kadar garam pada sampel menunjukkan hasil rata-rata sebesar 0,28%.Menurut Suprapti,
garam merupakan faktor
utama dalam proses
pengasinan telur berfungsi sebagai
bahan pengawet untuk
mencegah pembusukan telur,
sehingga meningkatkan daya simpannya.
Semakin tinggi kadar
garam yang diberikan
dalam proses pengasinan telur maka
semakin meningkatkan daya
simpannya.
Namun,
tingginya kadar garam yang
digunakan akan menyebabkan banyaknya jumlah garam yang masuk ke dalam isi
telur. Hal ini ditandai semakin asinnya telur yang diberikan jumlah garam yang
tinggi dalam proses pengasinan.Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke
dalam bahan yang diasinkan dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+
dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah tertentu
pada suatu bahan
pangan dapat mengawetkan
bahan pangan tersebut.
Setelah proses pengasinan
terjadi peningkatan kadar
garam. Sesaat setalah
tahap pengasinan dilakukan pengujuian
terhadap kadar garam
NaCl telur asin.
Pada formula A
kadar garam NaCl sebesar
1,01%, formula B
sebesar 0,97 %,
dan formula C
sebesar 1,04%. Jika dibandingkan dengan kondisi awal sebelum
perlakuan terjadi peningkatan kadar garam yang cukup berarti selama proses
pengasinan.
Pada tahap
penyimpanan juga terjadi
peningkatan kadar garam.
Hal ini disebabkan garam yang melewati cangkang
telur, sebagian kecil masih tertahan pada membran telur dan pada proses
penyimpanan memungkinkan terjadinya resapan ke dalam albumin dan kuning
telur. Masa simpan tiga hari menunjukkan hasil pada formula A
terdapat kadar garam sekitar 1,24%,
formula B 1,14%,
dan formula C
1,38%. Hasil ini
menunjukkkan terjadinya
peningkatan kadar garam
pada masing-masing formula.
Hal ini dipertegas
oleh penelitianStadelman dan
Cotterill yang mengatakan
bahwa pada telur
yang diasinkan, garam
akan masuk secara bertahap dari kulit telur, kerabang, putih telur
hingga ke kuning telur.
Masa
simpan 5 hari menunjukkan hasil analisis untuk masing-masing formula
berturutturut sebesar 1,67%,
1,64%, dan 12,66%.
Sedangkan pada tahap
akhir penyimpanan memberikan hasil
berturut-turut sekitar 2,51%,
2,55%, dan 2,93%.
Adapun selama tahap penyimpanan, kadar protein terus
mengalami penurunan. Pada hari ketiga hasil analisis kadar protein untuk
masing-masing formula secara berurutan adalah 14,38%, 14,82%, dan 14,67%.
Pada
masa simpan hari kelima menunjukkan hasil 13,42% untuk formula A, 13,33% untuk
formula B, dan 13,28% untuk formula C. Penurunan kadar protein pada masa simpan
7 hari terus terjadi. Tahap akhir analisis
menunjukkan penurunan kadar
protein dimana pada formula
A kadar protein
totalnya sebesar 12,10%,
formula B 11,28%,
dan formula C 11,70%.
Jumlah
larutan garam yang masuk akan menentukan
rasa asin telur serta kemasiran kuning telur.
Rasa asin pada
telur selanjutnya dijadikan
indikator untuk menilai
tingginya kadar garam yang
berpenetrasi ke dalam isi telur. Jumlah garam yang berpenetrasi ke dalam telur
sebanding dengan tingkat denaturasi yang terjadi.
Ketersediaan
telur sering kali tidak diikuti dengan cara penyimpanan yang kurang baik. Hal
ini dikarenakan kebiasaan masyarakat yang menyimpan telur yang tidak higienis.
Seperti yang kita ketahui
kandungan gizi yang
tinggi pada telur,
bila tidak ditangani dengan
baik dalam penyimpanan akan
cepat rusak sehingga
mengakibatkan penurunan kualitas
interior telur.
Tingkat deteriorasi
produk dipengaruhi oleh
lamanya penyimpanan, sedangkan
laju deteriorasi dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan penyimpanan.
Umur simpan adalah
waktu hingga produk mengalami
suatu tingkat deteriorasi
tertentu. Ini akan
menyebabkan perubahan-perubahan
terhadap produk yang
meliputi perubahan tekstur,
flavor warna, penampakan fisik,
nilai gizi, mikrobiologis maupun makrobiologis.
KESIMPULAN
Dari
hasil diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kandungan protein dan kadar
garam NaCl yang terdapat pada telur asin mengalami perubahan setelah melewati
proses pengasinan. Perubahan yang terjadi
disebabkan karakteristik telur,
jumlah garam yang
ditambahkan dalam proses pengasinan, dan lama waktu simpan.
Perbedaan konsentrasi garam dan
lama waktu simpandalam proses pengolahan
telur asin berpengaruh
terhadap penurunan kadar
protein dan peningkatan kadar
garam NaCl. Semakin lama masa penyimpanan, maka tingkat denaturasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Sahat S.
Pengaruh Lama Perendaman
dan Konsentrasi Garam
pada Proses Pembuatan Telur Asin
terhadap Karakteristik dari
Telur Asin Puyuh
(Cortunix cortunix japonica)[Skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor; 1999.
Saliem HP,
EM.Lakolo,T.B. Purwantini, M.
Ariani dan Y.
Marisa. Analisis Ketahanan Pangan Tingkat
Rumah Tangga dan
Regional [Laporan Hasil
Penelitian].Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian; 2001.
Suprapti ML.
Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius; 2002.
Tulung YLR,
N. Suartha, H.
Hetharie, H. Mahatmi,
J. S. Saerang,
W. Batan, J. A. N. Masrikat.
Pengantar Falsafah Sains:
Telur Sebagai Imunoterapi Penyakit Menular. Bogor: Institut Pertanian Bogor;
2003.
Tri RMG.
Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari Itik yang Mendapat Pakan
Limbah Udang [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2009.
.
0 comments:
Post a Comment