Laporan Ilmu Ternak Perah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam dunia peternakan kita
sering mendengar tentang ternak perah dan ternak potong, ternak potong umumnya
dimanfaatkan untuk kebutuhan daging sedangkan ternak perah memiliki manfaat
ganda selain untuk perah juga dapat dimanfaatkan dagingnya. Ternak perah adalah
ternak yang menghasilkan susu melebihi kebutuhan anak-anaknya sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.
Sapi perah adalah ternak dan bibit sapi yang dipelihara dengan tujuan
untuk menghasilkan susu. Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelola
dalam bentuk usaha peternakan sapi perah komersial dan sebagian lagi masih
berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak
terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding yang terarah, walaupun dalam
hal manajemen umumnya telah bergabung dalam koperasi.
Untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih baik dalam peternakan sapi perah maka masyarakat mengolah susu yang
diproduksi menjadi berbagai macam olahan susu seperti dangke, kerupuk
susu, susu pasteurisasi, atau mereka
menjualnya dalam bentuk susu segar. Dalam peternakan sapi perah dibutuhkan
suatu analisa usaha mulai aspek hukum, aspek teknis dan produksi, aspek
organisasi dan manajemen, aspek keuangan dan kelayakan usaha sehingga dapat
diketahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari peternakan tersebut.
Hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya praktikum Ilmu Ternak Perah.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang kami temukan dalam Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Masih kurangnya kesadaran masayarakat Sulawesi Selatan
khususnya di Daerah untuk memanfaatkan sumber daya alam dalam mengelola suatu
usaha.
2.
Kurangnya dukungan pemerintah dalam memperhatikan
perkembangan peternakan rakyat sapi perah di Daerah.
3.
Sistem produksi untuk pemasaran hasil olahan susu sapi
perah di Daerah masih tradisional.
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan diadakannya Praktek
Lapang Ilmu Ternak Perah adalah untuk mengetahui bentuk aspek hukum, aspek
teknis dan produksi, aspek organisasi dan manajemen, aspek keuangan dan
kelayakan usaha pada Usaha Peternakan Sapi Perah di Daerah.
Kegunaan diadakannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah yaitu agar kita dapat membandingkan antara
teori yang didapatkan di perkuliahan dengan Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah di Daerah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bangsa – Bangsa Sapi Perah
Secara garis
besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu
(1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau
jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2)
kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau
lebih dikenal dengan Bos Taurus(Anonima, 2010).
Jenis sapi
perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn
(dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey
(dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari
Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster
(dari Australia)(Anonima,2010).
Hasil survei
di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan
menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Friesien Holstein(Anonima,2010).
Adapun
Bangsa-Bangsa Sapi Perah yaitu(Anonima, 2010) :
Ø Menurut Asal-Usulnya,
dari daerah:
a. Tropis : Sapi Sahiwal, Sapi Red Sindhi, Sapi Australian Milking Zebu (AMZ), dan lain-lain.
b. Subtropis : Sapi Fries Holland (Holstein Friesian), Sapi Jersey, Sapi Guernsey, Sapi Brown Swiss, Sapi Ayrshire, Sapi Milking Shorthorn, dan lain-lain.
Ø
Menurut Kemurniannya/Keasliannya, terbagi atas:
a. Pure Bread (Bangsa
Asli/Murni) : Sapi
Friesian Holland (FH), Sapi Guernsey, Sapi Brown Swiss, Sapi Milking Shorthorn, dan sebagainya.
b. Silangan : Sapi Friesian Holland Grati (FH Grati), Sapi Jersey, Sapi Ayrshire, Sapi Australian Milking Zebu (AMZ), dan sebagainya.
1. SapiSahiwal




Gambar 1. Sapi Sahiwal
Sapi Sahiwal berasal dari India. Sapi ini
merupakan tipe perah dari tropis yang terbaik didaerah asalnya. Kriteria sapi
tersebut sebagai tersebut (Anonima, 2010) :
· Potongan atau bentuk
tubuh berat dan Kaki pendek.
· Warnanya kemerahan atau
coklat muda, kadang-kadang terdapat warna putih.
· Persentase lemaknya 3,7%,
· Bulunya sangat halus, Ambing besar dan kadang-kadang bergantung
2. SapiRed Sindhi




Gambar 2.Sapi Red Sindhi
Sapi ini
berasal dari India. Dalam segala hal hampir sama dengan Sahiwal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil dengan kriteria
sebagai berikut(Anonima, 2010) :
· Bobot sapi betina dewasa
300-350 kg, jantan dewasa 400-454 kg.
· Bobot anak sapi betina baru lahir 18-20 kg, anak sapi jantan
baru lahir 21-24 kg.
· Produksi rata-rata untuk
satu masa laktasi 1.662 atau berkisar 5-6 liter per hari.
· Kadar lemaknya 4,9%.
3. SapiFries Holland (Holstein Friesian)




Gambar 3. Sapi Fries Holland (Holstein Friesian)
Sapi
Friesian Holland sering dikenal
dengan nama Friesien Irgistein atau disingkat FH.
Sapi ini berasal dari negara Belanda
Utara.
Tanda-tandanya warna belang hitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih
berbentuk segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, tanduk
pendek serta menjurus kedepan, dan lambat dewasa(Anonima, 2010).
Sifat
sapi ini jinak dan tenang, sehingga mudah untuk dikuasai, tidak tahan terhadap
panas, tetapi lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, tetapi untuk
sapi jantan biasanya menunjukkan sifat nakal dan agak ganas, karena mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan(Anonima, 2010).
Adapun kriteria sapi FH
adalah sebagai
berikut (Anonima, 2010):
· Bobot badan Ideal sapi FH betina dewasa seitar 682 kg dan
jantan dewasa sekitar 1000 kg.
· Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor
per hari atau lebih kurang 30.050 kg per laktasi.
· Kadar lemak susu FH 3,65% dengan rata-rata 7.245 kg per
laktasi di Amerika Serikat.
·
Warna lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globuli)
lemaknya kecil, sehingga baik untuk konsumsi susu segar.
· Bulu sapi FH pada umumnya bewarna hitam dan putih,
namun ada juga yang bewarna merah dan putih dengan batas-batas warna yang
jelas.
· Bobot anak sapi FH yang baru dilahirkan mencapai 43 kg.
4. SapiJersey




Gambar
4.Sapi Jersey
Bangsa Sapi ini terbentuk di Pulau Jersey yang terletak di
selat Channel antara Prancis dan Inggris. Nenek moyang dari sapi Jersey adalah sapi liar Bos (Taurus)
Typicus Longifrons yang kemudian dikawin silangkan dengan sapi di Paris dan
Normandia (Prancis)(Anonima, 2010).
Kriteria sapi
Jersey sebagai berikut (Anonima, 2010):
· Badan sapi Jersey memiliki badan paling kecil
diantara bangsa sapi perah lainnya.
· Kadar lemak susunya
tinggi 4,85%
· Memiliki sifat nerveous
atau gelisah dan bereaksi cepat terhadap rangsangan. dengan kata lain sapi
jersey tidak begitu jinak.
Asal sapi jersey dari Inggris bagian selatan.
Tanda-tandanya warna coklat muda terkadang ada yang hampir putih atau kuning
dan ada yang agak merah, tetapi pada bagian-bagian tertentu terkadang ada warna
putihnya, yang jantan warnanya agak lebih
tua(Anonima, 2010).
Sifat-sifatnya
kurang tenang dan lebih mudah terganggu oleh perubahan-perubahan disekitarnya,
tetapi lebih tahan panas. Sapi ini termasuk bangsa sapi perah yang kecil tetapi
bentuk badannya lebih baik dari pada sapi-sapi yang lain(Anonima, 2010).
5. SapiGuernsey




Gambar
5.SapiGuernsey
Sapi
Guernsey berasal dari sapi liar
sub-spesies Bos (Taurus) Typicus longifrons di pulau Guernsey (Inggris) terletak disebelah barat laut pulau Jersey, di selat
Channel. Warnanya kuning tua dengan belang-belang putih. Tanduknya menjurus
keatas dan agak condong kedepan, dengan ukuran sedang(Anonima, 2010).
Sapi
Guernseysifatnya lebih tenang dari sapi Jersey walaupun tak setenang sapi FH. Badannya lebih besar dari pada sapi Jersey. Bentuknya menyerupai Jersey,
tetapi lebih kuat dan lebih besar(Anonima, 2010).
6. SapiBrown Swiss




Gambar
6.SapiBrown
Swiss
Sapi ini berasal dari Switzerland, tandanya coklat abu muda atau tua. Pada
umumnya coklat seperti warna tikus. Hidung bulu ekornya berwarna hitam. Ukuran
badan dan tulangnya cukup besar, hampir sama dengan FH. Sifatnya jinak dan mudah dipelihara, produksi susunya dibawah
sapi FH(Anonima, 2010).
Bangsa sapi Brown Swiss adalah bangsa sapi perah
tertua yang berasal dari spesies sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) TypicusLongifrons yang berasal dari
lereng-lereng gunung di Swiss.Kriteria sebagai berikut (Anonima, 2010) :
· Bobot badannya terberat
kedua setelah sapi FH.
· Warna bulu cokelat dengan
ragam dari cokelat terang sampai cokelat gelap.
· Susu sapi Brown Swiss biasanya diolah menjadi
keju.
· Kadar lemak susu sapi Brown Swiss rendah.
· Produksi susu rata-rata
5.939 per laktasi.
7. SapiAyrshire




Gambar 7.SapiAyrshire
Sapi ini
berasal dari Scotlandia selatan, warnanya belang merah atau belang merah atau
belang coklat dan putih, tanduknya agak panjang dan menjurus keatas, sedikit
lurus dengan kepala, sifatnya agak tenang. Badannya lebih besar dari sapi Jersey, tetapi lebih kecil dari sapi FH. Sapi in pandai merumput di padang
rumput yang tidak terlalu besar(Anonima, 2010).
Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di bagian barat
daya Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput relatif
tidak banyak tersedia. Dengan demikian maka ternak terseleksi secara alamiah
akan ketahanan serta kesanggupannya untuk merumput (Blakely dan Bade, 1991).
Bangsa sapi Ayrshire terbentuk di Ayr yang terletak
di barat daya Skotlandia. Nenek moyang sapi Ayrshire adalah Bos (Taurus)
Typicus Primigenius dan Bos (Taurus) Typicus Longifrons(Anonima, 2010).
Warna sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih
sampai warna mahagoni dan warna merahnya amat terang atau hampir hitam. Sifat
sapi Ayrshire sangat aktif, kurang tenang, peka dengan keadaan di sekitarnya
dan cerdik. Sapi Ayrshire cakap
merumput karena stamina yang kuat dan keaktifannya (Soetarno, 2003).
Sapi ayrshire memiliki kisaran berat badan untuk yang betina mencapai
1250 pound dan yang jantan mencapai 2300 pound (Prihadi, 1994).
Kriteria sapi
Ayrshire adalah sebagai berikut(Anonima, 2010) :
· Badan sapi Aryshire lebih besar dari sapi Guernsey dan Jersey.
· warna bulu bervariasi
dari merah dan putih sampai warna mahoni dan putih.
Bobot badan
betina 545 kg, jantan 841 kg dan bobot saat lahir 34 kg
8. SapiMilking Shorthorn




Gambar
8.SapiMilking
Shorthorn
Sapi Milking Shorthorn termasuk bangsa sapi
tertua yang terbentuk di Inggris bagian
timur laut di lembah Sungai Thames. Nenek moyang sapi ini adalah bos
(Taurus) Typicus Premigenius. Awal mulanya sapi ini dikenal sebagai
bangsa sapi tipe dwiguna(perah dan pedaging). Pada tahun 1969 peternak pembibit
di Amerika Serikat menggunakan bangsa sapi ini
hanya sebagai sapi perah. Keriteria sapi ini sebagai berikut (Anonima, 2010):
· Warna bervariasi dari
hampir putih sampai merah semua, dan ada yang bewarna campuran merah dan putih.
· Bobot badan ideal jantan
955 kg.
· erat pada saat lahir 34
kg
· Kadar lemak susunya 3,65%.
· Produksi susunya 5.126 kg
per laktasi.
9.
Sapi Peranakan
Fries Holland (PFH)

Gambar 9.Sapi Peranakan Fries Holland
Sapi ini adalah hasil
persilangan antara sapi asli Indonesia yakni antara sapi jawa atau Madura
dengan sapi FH.Hasil persilangan
tersebut kini popular dengan sebutan sapi Grati.Sapi PFH ini banyak diternakkan di Jawa Timur terutama di daerah Grati
(AAK, 1995).
Tanda-tanda sapi Peranakan
Fries Holland (PFH)menyerupai FH, produksi relative lebih rendah dari pada
FH sedang badannya pun lebih kecil (AAK, 1995).
B. Potensi Sumber Daya Alam dan Manusia
Keberhasilan usaha ternak
sapi perah tergantung dari faktor sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Di
samping itu juga, pengembangan usaha sapi perah dan peningkatan produksi susu
memerlukan dorongan baik dari pihak pemerintah ataupun swasta seperti
industri-industri persusuan dan sarana-sarana lain yang diperlukan dan prospek
atau masa depan pengembangan usaha ternak sapi perah. Disamping nilai gizi yang
tinggi, produk olahan susu ini disukai oleh masyarakat daerah karena penduduk
Enrekang tidak terbiasa mengkonsumsi susu segar (Nurani, 2011).
Salah satu komoditas
peternakan yang dikembangkan dengan prinsip keterkaitan antara daerah yaitu
sapi perah yang diusahakan dalam skala peternakan rakyat dengan pola
pengusahaan yang masih sebagai sambilan di daerah dimana saat ini populasi sapi
perah telah mencapai 900 ekor yang bertujuan mengembangkan produksi susu untuk
mendukung kegiatan pengolahan dangke yang merupakan makanan khas Sulawesi
Selatan khususnya di Daerah. (Nurani, 2011).
Sejak tahun 2001
pemerintah Sulawesi Selatan mencoba mengembangkan sapi perah di kabupaten
Sinjai melalui bantuan ternak dari Direktorat Jenderal Peternakan dengan jumlah
peternak yang semakin meningkat dimana pada tahun 2004 berjumlah 40 orang dan
tahun 2007 berjumlah 168 orang dengan kepemilikan sapi perah 330 ekor dan
produksi susu berfluktuasi sekitar 350 liter perhari, sasaran utama produksi
adalah produk susu pasteurisasi untuk konsumsi masyarakat sampai ke Kota
Makassar (Nurani, 2011).
Variasi produksi yang
tinggi dan penurunan ini sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan petani
terutama yang berasal dari konsentrat. Petani yang tidak mampu membeli
konsentrat mempunyai produksi susu yang rendah, demikian pula dengan
penggantian komposisi dan peningkatan komponen lokal bahan pakan menyebabkan penurunan produksi. Dengan
demikian petani sangat mengharapkanadanya pembinaan menyangkut perbaikan pakan
tersebut (Nurani, 2011).
Adanya
permasalahan-permasalahan yang dihadapi peternak merupakan faktor kurangnya
kesadaran dalam memanfaatkan sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang
ada, maka itu perlu dilakukan usaha –
usaha berikut (Nurani, 2011) :
1.
Dukungan Pemerintah
Pemerintah perlu
memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil
ternak (susu) kepada para peternak. Daya saing susu yang dihasilkan peternak
hanya dapat ditingkatkan apabila produktivitas dan kualitas tersebut
ditingkatkan. Untuk itu, penelitian dan pengembangan khususnya mengenai teknis
dan manajemen produksi perlu ditingkatkan.
2.
Perlu dibentuk wadah kemitraan
Sistem peternakan kontrak
(contract farming) merupakan satu mekanisme kelembagaan yang memperkuat posisi
tawar menawar peternak dengan cara mengkaitkannya secara langsung ataupun tidak
langsung dengan badan usaha yang secara ekonomi relatif lebih kuat. Melalui
kontrak, peternak kecil dapat beralih dari usaha tradisional/subsistem ke
produksi yang bernilai tinggi dan berorientasi ekspor.
3.
Kemajuan koperasi susu
Koperasi susu perlu
didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar
antara lain pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yogurt,
keju dan sebagainya. Hal ini disertai dengan program promosi secara luas kepada
masyarakat terutama anak-anak tentang manfaat mengkonsumsi susu segar dan
produk-produk olahannya. Pendirian pabrik pengolahan susu yang dimiliki
koperasi juga perlu didorong.
4.
Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemerintah Pusat maupun Daerah seyogyanya
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak
sapi perah khususnya dan pengembangan agribisnis berbasis peternakan umumnya.
Ini antara lain dapat dilakukan dengan menghapuskan retribusi yang menyebabkan
ongkos produksi bertambah mahal, menghapuskan pajak pertambahan nilai bila
pengolahan masih dilakukan oleh peternak serta pemberlakuan tarif bea masuk
terhadap susu impor untuk melindungi produksi dalam negeri.
Salah satu kunci keberhasilan
pengembangan sapi perah yaitu melakukan penguatan kelembagaan antara lain
dengan peternakan kontrak yang bertujuan adanya hubungan yang saling
menguntungkan antara peternak dengan perusahaan agribisnis, serta memberikan
insentif kepada peternak untuk meningkatkan produknya dengan memperbaiki grades
dan standar (Nurani, 2011).
Selain itu, pemerintah
mampu memperbaiki sarana dan iklim investasi untuk bidang peternakan sapi
perah, dan pemerintah menyediakan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan,
listrik, telekomunikasi, pasar dan penegakan hukum dalam perjanjianperjanjian
usaha sehingga penggunaan/alokasi sumberdaya pada usaha sapi perah tercipta
secara efisien, merata dan berkelanjutan (sustainable). Untuk melakukan
penguatan kelembagaan pada usaha sapi perah diperlukan kerjasama antara
peternak,perusahaan dan Pemerintah Daerah serta Pemerintah Pusat (Nurani,
2011).
C. Analisis Usaha
1. Aspek Umum dan Hukum
Ø Latar Belakang
Usaha
Berusaha di bidang ternak perah harus mempunyai pengetahuan studi
kelayakan usaha untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Untung rugi usaha
ternak sapi perah akan mudah diketahui apabila biaya pokok untuk menghasilkan
per liter air susu dapat dihitung secara tepat (AAK, 1995).
Ø Maksud dan Tujuan
Maksud studi kelayakan usaha peternakan sapi perah
yaitu untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah pada
tingkat perusahaan khususnya pada aspek finansialnya (AAK, 1995).
Adapun tujuan studi kelayakan usaha peternakan sapi
perah yaitu dapat memberikan pengetahuan tentang cara-cara mengetahui tingkat
kelayakan usaha peternakan sapi perah terutama pada aspek financial (AAK,
1995).
Ø UU / Peraturan
Pemerintah Pusat dan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor
16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102) (AAK, 1995).
2. Aspek Ekonomi dan Pemasaran
Ø Kondisi Ekonomi
Menurut Ditjennak,
Peningkatan konsumsi susu nasional tidak diimbangi dengan peningkatan produksi
susu nasional. Dimana konsumsi susu masyarakat Indonesia terus meningkat
(Pradana, 2009).
Ø Perkembangan Sapi
Perah di Indonesia
Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa
(Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia,
Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian
Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350
kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi
perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun,
apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan
ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang
baik. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari
standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari) (Pradana, 2009).
Seiring dengan
perkembangan waktu, perkembangan agribisnis persusuan di Indonesia dibagi
menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu Tahap I (periode sebelum tahun 1980)
disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II (periode 1980-1997) disebut
periode peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (periode 1997-sampai
sekarang) disebut periode stagnasi. Stagnasi tersebut menyebabkan sampai saat
ini Indonesia belum mampu untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri (Pradana,
2009).
Adanya peristiwa ini
terjadi akibat banyaknya kendala dalam melakukan pengembangan usaha ternak sapi
perah seperti keterbatasan modal, tingginya harga pakan konsentrat,
keterbatasan sumber daya dan juga lahan untuk penyediaan hijauan, minimnya
rantai pemasaran susu. Hal lain yang menjadi kelemahan dalam usaha ternak sapi
perah adalah terbatasnya teknologi (Pradana, 2009).
Ø Strategi Pemasaran
Sektor industri
peternakan sapi perah dapat menyerap cukup banyak lapangan pekerjaan sekaligus
mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu, pemerintah diminta untuk lebih
mendorong pemberdayaan industri hilir (up-stream) atau pengolahan yang
yang berbasis pada sumber daya lokal khususnya agribisnis persusuan karena jika
difasilitasi dengan baik, maka kita dapat memenuhi permintaan susu dalam negeri
secara maksimal tanpa harus bergantung dengan produk susu impor yang harganya
terkadang lebih murah dari harga susu nasional (Pradana, 2009).
3. Aspek Finansial (Keuangan)
Ø Investasi
Besarnya pengeluaran tetap sangat bergantung dari besarnya modal yang
diinvestasikan untuk pembelian tanah, pembuatan kandang, peralatan dan bibit.
Untuk memperhitungkan ongkos tetap sebagai biaya produksi, peternak harus
mengetahui nilai depresiasi bangunan kandang / peralatan dan bibit serta
pengeluaran lain. Nilai depresiasi tersebut dapat dicari dengan cara membagi
jumlah seluruh investasi dengan jumlah daya pemakaiannya (AAK, 1995).
Ø Biaya Produksi
Biaya produksi dikelompokkan menjadi biaya tetap (fix cost) dan
biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya-biaya
yang tidak terpengaruh dengan volume produksi.Biaya variable merupakan biaya
yang berubah-ubah sesuai dengan volume produksi (Pradana, 2009).
Ø
Perkiraan Pemasukan
Hasil produksi susu diperkirakan 10 liter per hari. Apabila biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan susu per liter adalah Rp. 5.000,- per hari maka
biaya yang dikeluarkan adalah sekitar Rp. 50.000,- per hari. Jika harga susu
per liter adalah Rp. 10.000,- maka perkiraan pemasukan sekitar Rp. 100.000,-.
Jadi, perkiraaan pemasukan adalah Rp. 100.000 – Rp. 50.000 = Rp. 50.000 x 30
hari = Rp. 1.500.000 (Pradana,
2009).
Ø Parameter
Finansial
v Payback Record
Payback record merupakan suatu kondisi dimana diperoleh kalkulasi yang
menguntungkan atau sudah diperoleh pengembalian investasi (Pradana, 2009).
v Break Even Point (BEP)
BEP (Break Even Point) merupakan suatu kondisi dimana diperoleh kalkulasi
yang impas usaha agroindustri susu pada posisi tidak rugi dan tidak untung.
Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan satuan harga dan jumlah produk (Pradana, 2009).
4. Aspek Lingkungan dan Sosial Budaya
Ø Pembangunan
Berwawasan Lingkungan
Dalam pembangunan kandang harus menyediakan bangunan kandang yang dapat
mengamankan sapi terhadap kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan.Disamping itu, pembangunan peternakan sapi perah sebaiknya tidak
mencemari lingkungan sekitar rumah penduduk (Pradana, 2009).
Ø Dampak Usaha
Peternakan Sapi Perah Terhadap Lingkungan Sekitar
Menurut Pradana (2009), hal lain yang menjadi kelemahan dalam usaha
ternak sapi perah adalah terbatasnya teknologi pengolahan kotoran hewan ternak
saat ini yang menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar area peternakan sapi
perah seperti air sungai, selokan dan sebagainya. Oleh karena itu, usaha
peternakan sapi perah sebaiknya tidak mencemari lingkungan sekitar rumah
penduduk .
D. Kualitas Susu
Susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah
bagi binatang menyusui yang baru lahir, dimana susu merupakan satu-satunya
sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran. Susu didefinisikan
sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang mamalia. Susu adalah suatu sekresi
yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal
susu.Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) susu segar No. 01-3141-1998
dijelaskan bahwa susu segar adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan
apapun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurnianny (Dwi,
2011).
Dalam Undang-Undang Pangan Tahun 1996 dijelaskan bahwa standar mutu
pangan adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dilakukan tentang mutu
pangan, misalnya, dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun berdasarkan
kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta aspek lain yang terkait. Pengawasan kualitas susu merupakan
suatu faktor penting dalam rangka penyediaan susu sehat bagi konsumen (Dwi,
2011).
Susu segar memerlukan penanganan yang cukup kompleks agar dihasilkan susu
yang berkualitas baik sehingga dampak negatif yang ditimbulkan sangat kecil.
Susu dapat membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
manusia apabila terjadi kerusakan pada susu tersebut (Dwi, 2011).
Mutu atau kerusakan air susu bisa saja disebabkan karena tercemarnya susu
oleh mikroorganisme atau benda asing lain seperti penambahan komponen lain yang
berlebihan (gula, lemak nabati, pati, dll).sifat fisik susu meliputi warna, bau
dan rasa, berat jenis, titik didih, titik beku dankekentalannya. Warna susu
berkisar antara putih kebiruan hingga kuning keemasan akibat penyebaran butiran
koloid lemak, kalsium kaisenat serta bahan utama pemberi warna kekuninganyaitu
karoten dan riboflavin (Vit. B2). Aroma susu bersifat khas dan mudah hilang
apabila terjadikontak dengan udara. Cita rasa asli susu hampir tidak dapat
dideskripsikan tetapi secara umum agak manis dan agak asin. Rasa manis ini
berasal dari laktosa sedangkan rasa asin berasal dariklorida, sitrat dan
garam-garam mineral lainnya susu mempunyai sifat-sifat atau karakteristik yang
terkandung didalamnya (Dwi, 2011).
Pemeriksaan kulitas susu dapat dilakukan sebagai berikut (Dwi, 2011).:
1.
Uji Reduktase dengan Methylen Blue
Bertujuan menentukan
adanya kuman-kuman di dalam susu dalam waktu cepat. Kualitas susu salah satunya
dilihat dari kualitas mikrobiologisnya. Susu merupakan media pertumbuhan yang
tepat untuk organisme perusak yang umum. Perubahan yang tidak dikehendaki dalam
susu dipengaruhi oleh pertumbuhan mikroba dan metabolismenya.
2.
Uji Warna,Bau,Rasa dan Kekentalan
Bertujuan mengetahui
kelainan-kelainan pada susu secara organoleptik (menggunakan panca indera).
Adanya perubahan warna, bau, dan konsistensi pada susu dapat disebabkan oleh
hal-hal berikut ini :
a.
Warna susu
Warna susu yang baik adalah putih kekuning-kuningan. Warna putih karena
adanya penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat (dispersi
koloid yang tidak tembus cahaya) sedangkan warna kekuning-kuningan pada susu
adalah adanya karoten(berasal dari pakan yang diberikan) dan riboflavin.
Sedangkan jika terjadi perubahan warna pada susu seperti kebiruan karena adanya
penambahan air atau pengurangan lemak. Warna kemerahan pada susu terjadi karena
susu mengandung darah dari sapi penderita mastitis. Variasi warna ini terjadi
karena faktor keturunan disamping juga karena faktor pakan yang
diberikan.
b.
Bau
Lemak susu sangat mudah menyerap bau dari sekitarnya, seperti bau hewan
asal susu perah. Susu memiliki bau yang aromatis, hal ini disebabkan adanya
perombakan protein menjadi asam-asam amino. Bau susu akan lebih nyata jika susu
dibiarkan beberapa jam terutama pada suhu kamar. Kandungan laktosa yang tinggi
dan kandungan klorida rendah diduga menyebabkan susu berbau seperti garam.
c.
Rasa
Rasa pahit bila terkontaminasi kuman pembentuk peptone,rasa lobak bila
terkontaminasi bakteri E.coli,rasa sabun bila terkontaminasi bakteri Bacillus
Lactis Saponei,rasa tengik karena kuman asam mentega,serta hanyir atau amis oleh
kuman-kuman lainnya.
d.
Kekentalan (viskositas)
Susu akan berlendir bila terkontaminasi oleh kuman-kuman cocci dari
air,sisa makanan atau dari alat-alat susu.
e.
Uji Konsistensi
Susu yang sehat memiliki konsistensi baik, hal ini terlihat tidak adanya
butiran-butiran pada dinding tabung setelah tabung digoyang, susu yang baik
akan membasahi dinding tabung dengan tidak akan memperlihatkan bekas berupa
lendir atau butiran-butiran yang lama menghilang. Susu yang konsistensinya
tidak normal (berlendir) disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam,
biasanya mikroba kokus yang berasal dari air, sisa makanan atau alat-alat susu.
3.
Uji Didih
Bertujuan untuk
memeriksa dengan cepat derajat keasaman susu.Kestabilan kasein susu berkurang
bila susu menjadi asam sehingga akan menggumpal bila susu dididihkan. Asam
dalam susu diistilahkan dengan kata “masam” dan rasa masam susu disebabkan
karena adanya asam laktat. Persyaratan yang ditetapkan oleh SNI
01-3141-1998 untuk derajat asam susuadalah 6-7 0SH.
4.
Uji Alkohol
Bertujuan memeriksa
dengan cepat derajat keasaman susu. Kestabilan sifat koloidal protein-protein
susu tergantung pada selubung air yang menyelubunginya.Bila alcohol,yang
mempunyai sifat dehidrasi dicampurkan dengan susu maka protein akan
dikoagulasikan sehingga akan tampak kepecahan pada susu tersebut.Semakin tinggi
derajat asam susu semakin berkurang jumlah alcohol, dengan kepekatan yang
dibutuhkan (70%),memecahkan susu yang sama banyaknya.Percobaan ini mulai
positif pada derajat asam 9-100 SH.Kecuali susu asam kolostrum,dan perubahan
fisiologis pada sapi dapat menyebabkan susu pecah pada uji alkohol ini.
5.
Uji Kebersihan atau Sedimentasi
Untuk mengetahui
kebersihan penanganan susu ditempat produksinya.Pada uji kebersihan susu tampak
bersih dan putih,tidak ada kotoran serta benda-benda asing yang terlihat dalam
susu. Hal ini menunjukkan dalam penanganannya susu tersebut bebas dari
kontaminasi debu kotoran,alat/perkakas dalam keadaan steril dan pekerja yang
higienis.Kotoran yang tersangkut pada saringan dapat berupa bulu sapi rumput
sisa makanan,bagian tinja,dll.Hasil positif(kotoran yang tersaring banyak)
menunjukkan bahwa peternakan kurang baik kebersihannyakarena kebersihan susu
juga sangat tergantung bpada kondisi kandang sapi perah juga kebersihan sapi
sebelum pemerahan dilakukan.
6.
Pemeriksaan Susunan Susu
Ø
Penetapan Berat Jenis (BJ)
Pengujian ini
bertujuan untuk menentukan berat jenis susu. Berat jenis suatu bahan adalah
perbandingan antara berat bahan tersebut dengan berat air pada suhu dan volume
yang sama. Berdasarkan batasan ini, maka berat Jenis tidak ada satuannya. Berat
jenis susu dipengaruhi oleh padatan total dan padatan tanpa lemak. Kadar
padatan total susu akan diketahui jika diketahui berat jenis dan dan kadar
lemaknya.
Berat jenis susu
biasanya ditentukan dengan menggunakan lactometer. Prinsip kerja alat ini
mengikuti hokum Archimedes yaitu jika suatu benda dicelupkan ke dalam cairan
maka benda tersebut akan mendapatkan tekanan ke atas sesuai dengan berat volume
cairan yang dipindahkan atau diisi. Jika lactometer dicelupkan ke dalam susu
yang rendah berat jenisnya maka lactometer akan tenggelam lebih dalam
dibandingkan jika lactometer tersebut dicelupkan dalam susu yang berat jenisnya
tinggi. Laktodensimeter dimasukkan kedalam gelas ukur, diputar-putar sepanjang
dinding gelas ukur agar suhunya merata, dan dicatat berat jenis dan suhu dari
susu tersebut.
Berat jenis susu yang
dipersyaratkan dalam SNI 01-3141-1998 adalah minimal 1,0280 sehingga dapat
diketahui bahwa susu tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI
01-3141-1998. BJ yang lebih kecil disebabkan oleh perubahan kondisi lemak dan
adanya gas yang timbul didalam air susu. Selain itu juga disebabkan oleh karena
susu umurnya sudah lama dan disimpan dalam freezer dalam keadaan terbuka
sehingga uap air masuk ke dalam susu.
Air susu mempunyai
berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ air susu umumnya 1.027-1.035
dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah
1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu
sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan
sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan
tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah.
Ø
Uji Kadar Lemak
Lemak merupakan sumber
utama dalam susu. Baik manusia maupun sapi menyediakan sekitar 50 % energi
sebagai lemak. Pada umumnya komposisi susu sapi terdiri atas air dan bahan
kering. Lemak termasuk ke dalam jenis bahan kering susu. Lemak susu merupakan
komponen yang penting seperti halnya protein. Lemak dapat memberikan energi
yang lebih besar daripada protein maupun karbohidrat.
Di samping itu, di
dalam susulemak terdapat globula atau emulsi, yaitu bulatan-bulatan minyak atau
lemak berukuran kecil didalam serum. Ruang lingkup dari pemeriksaan kadar lemak
yaitu menetapkan metode pemeriksaan rutin untuk penentuan kadar lemak susu,
misalnya susu yang dihomogenisasi dengan metode Gerber. Pereaksi yang digunakan
dalam penentuan kadar lemak dengan metode Gerber yaitu asam sulfat 91-92 %
dengan kenampakan tidak berwarna atau lebih terang serta amil alkohol yang
berwarna jernih.Pakan yang diberikan pada sapi perah berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya kandungan lemak dalam susu.
7.
Uji Pemalsuan dan Pengawetan Susu
Pemalsuan yang sering
dilakukan dengan cara menambah air,mengurangu krim,menambah air dan skim
milk,menambah air kelapa,air santan,air beras/air tajin,dan menambah susu masak
/susu kaleng. Perubahan susunan susu akibat pemalsuan dengan:
Ø
Pemalsuan dengan Air Beras/Air Tajin
Pemalsuan cara ini
sering dilakukan karena murah dan bahannya menyerupai susu.Pemalsuan ini dapat
dibuktikan secara kimiawi atau mikroskop. Di dalam tabung reaksi dicampur 10 cc
susu dengan 0,5 cc larutan acetic acid glacial, kemudian dipanaskan dan
disaring dengan kertas saring. Teteskan 4 tetes larutan Lugol dalam
filtrat.Reaksi negatif, kalau warna cairan tetap kuning, reaksi dubius kalau
warna cairan menjadi hijau, reaksi positif, kalau warna cairan menjadi
biru.Dalam sediaan natif susu atau sedimennya dapat dilihat butir-butir kristal
amylumnya.
Ø
Pengujian adanya bahan pengawet formalin
Tabung reaksi berisi
10 ml susu dibubuhi 1 tetes larutan KMnO4 1 N.Larutan susu yang putih akan
menjadi pink.Lama waktu hilangnya warna pink (warna merah jambu seulas) dari
tetesan larutan Kalium permanganat kedalam tabung reaksi berisi sample susu
segar menjadi indikator kemungkinan kandungan formalin didalam susu
tersebut.Jika 1 jam tidak ada perubahan warna (warna pink stabil) berarti
susutidak mengandung formalin (atau lebih tepat dikatakan tidak menggunakan
formalin sebagai pengawet), dan dilanjutkan dengan rangkaian uji lainnya
sebelum dinyatakan dapat diterima sebagai bahan baku.
Jika warna pink
larutan kalium permanganat tersebut segera pudar/ hilang menjadi tak berwarna,
berarti ada kemungkinan dalam sample susu terkandung formalin yang bersifat
bereaksi menghilangkan warna (mereduksi) kalium permanganat. Menurut
SNI-01-3141-1998 pengujian adanya formalin dalam susu juga dapat dilakukan
dengan larutan Asam Klorida (HCL) mengandung besi yang kemudian dicampur dengan
sampel susu kedalam tabung reaksi kemudian di panaskan,biarkan mendidih selama
1 menit,kemudian amati perubahan warna yang terjadi. Hasil uji dinyatakan
positif mengandung formalin apabila terbentuknya warna ungu pada sampel susu
tersebut.
Adapun kriteria kulitas susu segar yang baik adalah sebagai berikut (Dwi,
2011) :
1.
Berat Jenis (pada suhu 27,5°C) minimum 1,0280 gr/cm.
2.
Kadar lemak minimum 3,0 %, b/b3
3.
Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0 %, b/b.
4.
Kadar protein minimum 2,7 %, b/b.
5.
Warna, bau, rasa dan kekentalan tidak ada perubahan.
6.
Derajat asam 6 - 7°SH.
7.
Uji alkohol (70 %) negatif .
8.
Cemaran mikroba maksimum :
a.
Total kuman Maksimum 1 x 10koloni/ml
b.
Salmonella negatif
c.
E. coli (patogen) negatif
d.
Coliform maks 20/ml
e.
S taphylococus aureus maks 1x102/ml
9.
Cemaran logam berbahaya, maksimum :
a.
Timbal (Pb) Maks 0,3 mg/kg
b.
Seng (Zn) Maks 0,5 mg/kg
c.
Merkuri (Hg) Maks 0,5 mg/kg
d.
Arsen (As) Maks 0,5 mg/kg.
10. Kotoran dan benda asing dan uji
pemalsuan negatif.
11. Titik beku -0,520°C s/d -0,560°C
12. Angka reduktase 2 - 5 (jam)
13. Uji Katalase
Maksimal 3 ml.
E. Hasil Ikutan
Susu sebagai cairan yang cukup mengandung banyak zat-zat nutrisi yang
dibutuhkan tubuh juga merupakan media yang sangat sangat disukai
oleh mikroorganisme. Oleh
sebab itu, pada penanganan
pasca panen susu perlu dilakukan metode untuk memperpanjang daya simpan dari
susu tersebut sehingga juga dapat dilakukan pengolahan menjadi produk olahan susu seperti keju, mentega, yoghurt, susu
pasteurisasi, susu skim dan es krim (Malaka, 2010).
Hasil ikutan dari pemotongan ternak adalah kulit, tulang, bulu
serta kotoran (feses dan urin) ternak. Hasil ikutan ini bisa memiliki nilai
ekonomis dan dapat ditingkatkan kualitasnya apabila dilakukan penanganan yang
baik, sehingga memiliki daya guna dan memberikan nilai tambah
(Saleh, 2012).
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh
induk betina. Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging
dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang
yang dihasilkan dari kotoran ternak (Anonimb, 2010).
1.
Dangke
Dangke adalah makanan tradisional yang berasal dari Daerah, Sulawesi
Selatan, Indonesia. Dangke terbuat dari fermentasi susu kerbau yang
diolah secara tradisional. Dangke memiliki tekstur seperti tahu dan memiliki
rasa yang mirip dengan keju.Dangke juga terkenal memiliki kandungan protein betakaroten yang
cukup tinggi (Irma, 2012).
Dangke dibuat dengan merebus campuran susu kerbau, garam, dan sedikit
getah buah pepaya. Hasil rebusan tersebut kemudian disaring, dibuang airnya,
dan kemudian dicetak sesuai bentuk yang diinginkan (Irma, 2012).
Dangke dapat langsung disajikan atau diolah lagi menjadi variasi makanan
lain seperti dangke bakar dan sejenisnya. Dangke dibuat dengan cara menambahkan
getah pepaya pada susu sapi.
Getah pepaya mengandung enzim papain yang berfungsi memisahkan protein dengan air (Irma, 2012).
Menu olahan susu sapi menjadi dangke mulai dikembangkan oleh kelompok
tani di Enrekang yang sering membuat makanan yang terbuat dari susu segar. Susu
segar yang langsung diperah dari sapi lalu dituangkan kedalam loyang kemudian
di masak. Setelah panas maka dituangkan getah pepaya sebanyak satu sendok teh
sehingga membeku seperti tahu (Irma, 2012).
2.
Kripik Susu
Kerupuk susu termasuk dalam kelompok kerupuk bersumber protein (kerupuk
halus), kandungan protein minimal yang harus dipenuhi adalah 5%. Agar kandungan
protein pada kerupuk susu terpenuhi, digunakan curd kadar protein 12 –
215 yang diperoleh dengan cara memisahkan protein susu (curd) dari cairannya
(whey) menggunakan enzim (Irma, 2012).
Protein dalam adonan disamping meningkatkan nilai gizi juga mempengaruhi
daya kembang kerupuk, demikian juga kadar lemak curd yang tinggi akan
mengganggu perkembangan granula pati sehingga untuk meningkatkan daya kembang
kerupuk disamping menurunkan kadar lemak juga perlu penambahan bahan pengembang
(Irma, 2012).
BAB III
METODE PELAKSANAAN PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat
Praktek lapang Ilmu Ternak Perah pada
hari sabtu - minggu 20 – 21 April 2013 bertempat di Peternakan Rakyat Milik
Sunusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah, Sulawesi
Selatan.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada
praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah alat tulis – menulis tranportasi, skop,
selang air, milk can, mesin pemotong rumput, karpet, laktodensimeter dan
termometer.
Bahan yang digunakan pada praktek lapang
Ilmu Ternak Perah adalah kertas, data kuisioner, sapi, susu segar, hijauan,
air, konsentrat, dedak, ampas tahu dan kertas saring.
C. Metode Praktikum
Metode yang digunakan
pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah tinjauan langsung ke kandang lalu
melakukan pembersihan kandang, memandikan sapi, memberikan pakan, memerah
susudan wawancara dengan pemilik peternakan rakyat (Bapak Sunusi).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bangsa-Bangsa Sapi Perah
Berdasarkan praktek
lapang yang telah dilakukan, maka dapat kita ketahui pada Usaha peternakan Rakyat
Sapi Perah milik Pak Sunusi yang
terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah,
Sulawesi Selatan terdapat beberapa jenis sapi perah, diantaranya Sapi Peranakan Fries Holland (Holstein Friesian) dan Sapi Jersey.
Sapi PeranakanFries Holland (Holstein Friesian) ini
adalah hasil persilangan antara sapi jawa atau Madura dengan sapi FH.Hasil persilangan tersebut kini
popular dengan sebutan sapi Grati karena banyak diternakkan di Jawa Timur
terutama di daerah Grati.Tanda-tanda sapi Peranakan
Fries Hollandmenyerupai sapi FH, yaitu produksi relative lebih rendah
dari pada FH dan badannya pun lebih
kecil. Hal ini sesuai dengan Anonima(2010) yang menyatakan bahwa ciri sapi Peranakan Fries Hollandmenyerupai FH
yaitu warna belang
hitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga, kaki
bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, tanduk pendek serta menjurus
kedepan, dan lambat dewasa.
Ditambahkan Blakely dan Bade
(1991) bahwa sifat sapi Peranakan
Fries Hollandmenyerupai Fries Hollanddalam bertingkah laku, yaitu
jinak dan
tenang, sehingga mudah untuk dikuasai, tidak tahan terhadap panas, tetapi lebih
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
SapiJersey berasal dari Inggris Selatan. Memiliki ciri-ciri warna coklat muda terkadang ada yang hampir putih
atau kuning dan ada yang agak merah, tetapi pada bagian-bagian tertentu
terkadang ada warna putihnya. Hal ini sesuai denganAnonima (2010) yang menyatakan,sapiJersey warna coklat muda
terkadang ada yang hampir putih atau kuning dan ada yang agak merah, tetapi
pada bagian-bagian tertentu terkadang ada warna putihnya.
B. Potensi Sumber Daya Alam dan Manusia
Potensi sumber daya
alam dan manusia di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan
Enrekang Daerah, Sulawesi Selatan
yaitu memiliki prospek yang sangat baik, akan tetapi proses untuk menunjang
potensi sumber daya alam dan manusia masih dalam skala yang kurang
efektif, misalnya salah satu
komoditas peternakan yang dikembangkan dengan prinsip keterkaitan antara daerah
yaitu sapi perah yang diusahakan dalam skala peternakan rakyat dengan pola
pengusaha yang masih sebagai sambilan di daerah.
Permasalahanpola
pengusaha peternakan sapi perah dipengangaruhi
oleh kurangnya sumbangsi pemerintah dalam memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas hasil ternak (susu) kepada para peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurani (2011) bahwa
adanya permasalahan-permasalahan yang dihadapi peternak merupakan faktor
kurangnya kesadaran dalam memanfaatkan sumber daya alam maupun sumber daya
manusia yang ada, seperti pemerintah perlu memberikan dukungan
nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada
para peternak.
1.
Potensi Sumber Daya Alam
Bahan baku pakan utama dari
sumber daya alam yang digunakan pada
peternakan sapi perah milik Pak Sunusi yang terletak di Dusun Talaga
Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah, Sulawesi Selatan ini adalah
hijuan segar berupa rumput gajah (Pennisetumpurpureum)
yang diperoleh dari padang rumput di sekitar areal peternakan tersebut yang
ditanam sendiri.Hijauan rumput gajah (Pennisetumpurpureum)
merupakan makanan pokok bagi ternak sapi perah karena mengandung serat kasar
yang tinggi dengan poduksi persatuan luas yang sangat tinggi.
Kebutuhan rumput segar pada
peternakan sapi perah Sunusi sekitar 1.500 kg/hari.
Rumput ini dicincang terlebih dahulu, sesudah itu baru diberikan kepada
sapi perah. Rumput gajah memiliki
produksi pertahun yang cukup tinggi dan pada waktu masih muda nilai gizinya
cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat AAK (1995), bahwa
rumput gajah (Pennisetum purpureum) berumur panjang dengan
produksi persatuan luas yang sangat tinggi, pertumbuhannya sangat cepat dan
pada waktu masih muda memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Itulah sebabnya maka dianjurkan untuk
melakukan pemotongan pada saat tanaman ini masih muda atau menjelang berbunga.
Akan tetapi selama musim
kemarau penyediaan hijauan menjadi kendala terbesar dalam pemeliharaan sapi
perah milik pak Sunusi. Olehnya itu,
untuk memenuhi kebutuhan pakan diberikan pakan tambahan seperti ampas tahu dan dedak.
Ampas tahu kadang diberikan dan merupakan
salah satu pakan tambahan yang berasal dari sisa hasil pembuatan tahu yang dikombinasikan
dengan dedak yang memiliki kandungan energi metabolis yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimb (2010) yang menyatakan bahwa ampas tahu merupakan hasil
buangan dari proses pembuatan tahu yang
kaya akan kandungan protein dan mengandung pro vitamin A yang dapat merubah
vitamin A dalam tubuh makhluk hidup.
Selanjutnya ditambahkan oleh Darmono (2010) yang
menyatakan bahwa dedak ini merupakan salah satu bahan pakan potensial yang
mengandung protein dan energi metabolis yang tinggi.
Lebih lanjut diungkapkan oleh Soetarno (2003) yang menyatakan bahwa ampas tahu
yang terbuat kedelai ini memiliki kandungan protein 41,7%, lemak 3,5%, serat
kasar 6,5% dan energi metabolisme 2.240Kcal/kg, sedangkan untuk dedak memiliki kandungan protein 11,8%, lemak 3,0%,
serat kasar 11,2% dan energi metabolisme 1.140 Kcal/kg. Dedak memiliki kandungan energi metabolisme yang tinggi.
Pemberian jumlah pakan setiap
ternak disesuaikan berdasarkan umur dari masing-masing ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan
Bade (1991) yang menyatakan bahwa umur saat penyapihan tergantung pada waktu
yang diperlukan oleh pedet-pedet itu untuk berkembangnya fungsi rumen dan makan
ransum starter sebanyak 0,75 - 1 kg
perhari, untuk sapi dara (heifer) pemberian pakan diberikan sebanyak 1,5
– 2 kg setiap hari, sedangkan untuk sapi betina laktasi diberikan kombinasi
hijauan dan konsentrat 1,25 – 1,8 kg ransum kering untuk tiap 45 kg berat
badan. Pemberian pakan konsentrat untuk sapi betina kering sekitar 1,5 kg konsentrat
untuk setiap 100 kg berat badan.
2.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang digunakan pada
usahapeternakan sapi
perah milik Pak Sunusi yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang
Kecamatan Enrekang Daerah, Sulawesi Selatan ini adalah tenaga kerja yang berasal dari keluarga
sendiri dan tetangga sekitar. Masing – masing tenaga kerja ini diberikan gaji ±
Rp. 1.000.000,- /orang/bulan.
Setiap pagi dan sore
tiga orang laki – laki melakukan pembersihaan kandang dan melakukan pemerahan
susu sapi kemudian diolah oleh dua tenaga kerja perempuan yang lain menjadi
dangke dan kerupuk susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Ako (2010) bahwa usaha
peternakan sapi perah modern harus mempunyai tenaga kerja yang terampil dan
berpengalaman, seorang peternak dapat memelihara 40-50 ekor sapi perah tanpa
bantuan tenaga orang lain.
C. Analisis Usaha
1.
Aspek Hukum dan Izin Usaha
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, diketahui bahwa analisis usaha Peternakan Sapi Perah Pak
Sunusi yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan
Enrekang Daerah, Sulawesi Selatan yaitu
memiliki prospek yang sangat baik, karena aspek hukum dalam izin usaha peternakan sapi perah Peternakan
Rakyat milik Pak Sunusi di
dapatkan dari kemitraan dengan Dinas Peternakan setempat dimana perijinan usaha di Indonesia yang berskala menengah hingga besar harus
melewati beberapa proses tertentu sesuai dengan Perda yang berlaku ditempat
perusahaan tersebut.
Sertifikasi halal diperlukan
untuk memasarkan produk ke pasaran luas hal ini ditinjau langsung dari badan
POM Indonesia.Ditetapkan peraturan ini demi membantu dimanfaatkannya
usaha kecil untuk memberikan kemudahan dalam pendanaan dan berbagai upaya
keringanan persyaratan dalam pendanaan.Hal ini sesuai dengan pendapat Tohar
(2000) yang menyatakan bahwa pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi usaha
kecil melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan.Perundang-undangan dan kebijaksanaan tersebut mencakup aspek
pendanaan itu dimaksudkan untuk memperluas sumber pendanaan yang dapat
dimanfaatkan oleh usaha kecil dan untuk memberikan kemudahan dalam pendanaan
dan berbagai upaya pemberian keringanan persyaratan dalam pendanaan.
2.
Ansalisis Finansial Dan Kelayakan Usaha
Dari hasil praktek lapang yang telah dilakukan, diperoleh hasil ansalisis
finansial dan kelayakan usaha Peternakan
Rakyat Sapi Perah milik
Pak Sunusi yang terletak di
Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah, Sulawesi sebagai
berikut.
Tabel 1.Analisis Finansial dan Kelayakan Usaha
pada Peternakan Sapi Perah Pak Sunusi.
No
|
URAIAN
|
Satuan
|
Volume
|
Harga / Unit (Rp)
|
NILAI (Rp)
|
A.
|
Penerimaan
a. Dangke
b. Krupuk
c. Pedet
Total Penerimaan
|
Bungkus
Bungkus
Ekor
|
30
60
12
|
15.000
10.000
4.000.000
|
135.000.000
180.000.000 48.000.000
363 .000.000
|
B.
|
Biaya
d. Biaya Tetap
Penyusutan Kandang
Karpet
Total Biaya Tetap
e. Biaya Variabel
3. Pakan
Hijauan
Ampas Tahu
Dedak
4. Listrik
5. Air
6. Tenaga Kerja
Total Biaya Variabel
Total Pengeluaran
|
20 tahun
5 tahun
Kg
Kg
Kg
Kwh
-
Orang
|
35
1,4
2
Bulan
Bulan
5
|
7.000.000
350.000
5.00
4.00
1.000
1.000.000
|
3.214.000
1.800.000
5.014.285
52.500.000
1.680.000
6.000.000
450.000
100.000
5.000.000
65.730.000
70.744.285
|
C.
|
Pendapatan (A-B)
|
292.255.715
|
|||
D.
|
R/C atau
(A/B)
|
4,13
|
|||
E.
|
B/C
|
5,13
|
|||
F.
|
a. BEP Produksi
b. BEP Harga
|
11.804,4
|
12.792,0
|
Sumber : Data Primer Hasil
Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah, 2013.
Berdasarkan
data pada tabel 1 diatas, maka dapat diketahui bahwa aspek keuangan dan
kelayakan usaha peternakan Sapi Perah Pak Sunusi, yang berkaitan dengan analisis finansial dimana total penerimaan hanya
bersumber dari produksi susu namun yang dijual adalah produk olahan berupa
dangke dan krupuk susu ditambah dengan jumlah sapi pedet dengan total yaitu Rp.363.000.000. Sedangkan total biaya pengeluaran sebesar Rp.70.744.285dimana meliputi biaya variabel dan biaya tetap.
Maka,
pendapatan/laba yang diperoleh Pak Sunusi
sebesar Rp.292.255.715dengan
rasio BEP harga produksi12.792,0 ,- dan BEP volume produksi 11.804,4. Sehingga aspek keuangan dan kelayakan usaha
peternakan sapi perah sangatlah bergantung pada banyaknya biaya-biaya yang
dikeluarkan. Seperti biaya penyusutan, biaya variabel serta serta biaya tetap
dalam menjalankan usaha peternakan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nursam (2006) bahwa dalam usaha peternakan terdapat pengeluaran tetap dan tidak tetap (variable),
yang digolongkan ongkos (pengeluaran) tetap adalah modal yang diinvestasikan
dan tak mudah hilang seperti tanah, bangunan kandang, dan peralatannya.
Besarnya ongkos tetap untuk pemeliharaan sapi perah adalah tergantung pada
jumlah investasi untuk tanah, kandang, peralatan dan lain-lain.
Pada usaha peternakan Pak Sunusi ini memperoleh BEP Harga
Produksi sebesar Rp.135.000.000 dan BEP Volume Produksi sebesar 30.Dengan
kecilnya angka BEP yang didapatkan Pak Sunusi pertahunnya sehingga
membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh keuntungan.
BEP (Break even point) berarti titik pulang pokok yang
artinya bagaiman hubungan antara pengeluaran serta pendapatan dalam suatu
tingkatan Produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Umar (2003) bahwa titik
pulang pokok adalah suatu alat analisis
yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variable didalam
kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang
dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima
peruusahaan dari kegiatannya.
R/C
(ratio) menunjukkkan perbandingan antara total produksi dengan biaya produksi. Dimana, pada usaha ini diperoleh
R/C yaitu 4,57.
Nilai ini berarti bahwa setiap Rp. 1 modal yang dikeluarkan maka Pak Sunusi memperoleh
keuntungan sebesar Rp 4,13. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tersebut memperoleh keuntungan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Umar (2003), bahwa jika R/C < 1 maka usaha
tersebut dikatakan rugi, jika R/C > 1 maka usaha tersebut dikatakan untung,
sedangkan jika R/C = 1 maka usaha tersebut dikatakan tidak untung dan juga
tidak rugi. Pada
dasarnya keuntungan yang diperoleh dari Pak Sunusi sangatlah besar hal ini
disebabkan karena pak Sunusi menggunakan tenaga kerja dari sebagian
keluarganya.
D. Kualitas Susu
Dari hasil praktek lapnag pada Usaha peternakan Rakyat Sapi Perah milik Pak Sunusi yang terletak di Dusun
Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah, Sulawesi Selatan
diketahui kualitas susu yang dihasilkan. Pengujian kualitas susu ini dilakukan
dengan menentukan berat jenis (BJ) susu dan uji kotoran melalui kertas saring.
Berat jenis susuyang diperoleh dari susu segar milik Pak Sunusi adalah 1,035
dengan suhu susu 310C. Hasilpengujian ini menandakan bahwa susu yang
diproduksi oleh peternakan sapi Pak Sunusi sudah memenuhi kriteria sebagai susu
layak konsumsi.
Kelayakan susu untuk dikonsumsi diketahui karena susu yang dihasilakan
dari sapi perah miliki pak Sunusi memiliki BJ 1,035 yang mana standar BJ untuk
susu layak konsumsi adalah 1,027 sampai 1,035 serta setelah melalui uji dengan
kertas saring tampak bahwa tidak ada kotoran yang terkandung dalam susu. Hal
ini didukung oleh pendapat Dwi (2011), bahwaair susu mempunyai berat jenis yang
lebih besar daripada air, yaitu umumnya 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031.
Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah
suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar
ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap
negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus
ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah.
E.
Hasil Ikutan
Hasil ikutan pada Usaha
peternakan Rakyat Sapi Perah milik Pak
Sunusi yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah,
Sulawesi Selatan yaitu
susu yang dalam sehari
seekor ternak dapat menghasilkan 16 liter susu dari 8 ekor sapi betinalaktasi. Produksi
susu ini memiliki nilai ekonomis
yang tinggi karena dilakukan penangan yang baik, seperti pengolahan susu
menjadi dangke dan krupuk dangke yang memiliki nilai tambah.
Penggunaan susu sapi dalam pengolahan dangke harus dilakukan untuk mempertahankan keberadaan
dangke baik sebagai salah satu kekayaan budaya asli Indonesia, maupun sebagai
industri skala rumah tangga yang telah memberikan sumbangan pendapatan, dan memiliki kandungan nutrisi yang
tinggi untuk sebagian masyarakat peternak di pedesaan Daerah. Sedangkan krupuk dangke merupakan
hasil olahan susu yang difermentasikan menjadi olahan dangke kemudiaan diolah
lagi menjadi krupuk dangke dengan berbagai rasa seperti rasa original, balado,
dan rasa coklat.
Bahan dasar dari kerupuk susu yakni dangke, yang dihasilkan tidak
menggunakan susu sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk ini, melainkan dangke
sehingga namanya kerupuk dangke. Hal
ini sejalan dengan Nurani (2011) bahwa Penggunaan susu sapi dalam
pengolahan dangke harus dilakukan dalam rangka mempertahankan keberadaan dangke
baik sebagai salah satu kekayaan budaya asli Indonesia, maupun sebagai industri
skala rumah tangga yang telah memberikan sumbangan pendapatan untuk sebagian
masyarakat peternak di pedesaan Daerah.
Anonim (2012) menambahkan
bahwa Bahan dasar dari kerupuk susu yakni dangke, kerupuk yang
dihasilkan tidak menggunakan susu sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk ini,
melainkan dangke sehingga namanya kerupuk dangke. untuk menghasilkan 1 kg
krupuk dangke dibutuhkan sekitar 4 - 5 buah dangke.
Pembuatan 1 bungkus dangke diperoleh dari susu segar sebanyak 1,5 liter.
Proses pembuatan dangke yaitu: (1) Susu segar dimasak hingga mendidih, (2)
Memberi sedikit tambahan getah papaya (membuat lemak susu mengendap dan memisah
dari air susu), (3) Mengambil endapan susu yang telah terapung di permukaan
panci, (4) Mencetak pada tempurung kelapa, (5) Membungkus dangke yang telah
jadi menggunakan daun pisang, dan (6) Dangke siap untuk dipasarkan. Produk susu
yang satu ini dijual dengan harga Rp. 15.000.
Berbeda dengan pembuatan kerupuk susu. Prosesnya lebih mudah yaitu: (1)
Mencampurkan dangke (matang) dengan tepung beras, (2) Memasukkan adonan kedalam
cetakan krupuk, (3) Digoreng dengan minyak panas, (4) Krupuk susu dibungkus
dengan plastik dan diberi label, dan (5) Krupuk susu siap untuk dipasarkan.
Produk kerupuk susu ini dijual senilai Rp. 5.000 sampai Rp.15.000/ bungkus.
F. Proses Keluarnya Air Susu
Berdasarkan hasil praktek lapang yang telah dilakukan
diketahui bahwa pada Usaha peternakan Rakyat Sapi Perah milik Pak Sunusi yang terletak di Dusun
Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah, Sulawesi Selatan proses
keluarnya air susu karena adanya gerakan menyusui pada pedet, usapan atau
basuhan air hangat pada ambing yang merupakan rangsangan pada otak melalui
jaringan syaraf. Hal ini sesui Anonimb (2010) bahwa air susu akan
keluar apabila ada gerakan menyusui pada pedet, usapan atau basuhan air hangat
pada ambing merupakan rangsangan pada otak melalui jaringan syaraf.
Air susu mengalir melalui saluran-saluran halus dari
gelembung susu ke ruang kisterna dan ruang puting susu. Dalam keadaan normal,
lubang puting susu akan tertutup. Lubang puting menjadi terbuka akibat
rangsangan syaraf atau tekanan sehingga air susu dari ruang kisterna dapat
mengalir keluar. Gerakan menyusui pada pedet, usapan atau basuhan air hangat
pada ambing merupakan rangsangan pada otak melalui jaringan syaraf. Selanjutnya
otak akan mengeluarkan hormon oksitosin ke dalam darah. Hormon oksitosin menyebabkan
otot-otot pada kelenjar susu bergerak dan lubang puting membuka sehingga susu
dapat mengalir keluar.
Air susu diproduksi oleh kelenjar susu di dalam ambing.
Ambing sapi terbagi dua bagian, yaitu ambing kiri dan ambing kanan, selanjutnya
masing-masing ambing terbagi dua bagian lagi yaitu kuartir depan dan kuartir
belakang. Tiap-tiap kuartir mempunyai satu puting susu. Kelenjar susu
tersusun dari gelembung-gelembung susu sehingga berbentuk seperti setandan buah
anggur. Dinding gelembung merupakan sel-sel yang menghasilkan air susu. Bahan
pembentuk air susu berasal dari darah (Anonimb, 2010).
Kejutan atau perubahan yang mendadak akan menyebabkan
sapi merasa stress. Akibatnya pengeluaran hormon oksitosin terhambat sehingga
berpengaruh pada jumlah air susu yang keluar. Hormon oksitosin hanya bekerja
selama 6-8 menit.Oleh karena itu pemerahan pada seekor sapi harus dilakukan
dengan cepat dan selesai dalam waktu 7 menit (Anonimb, 2010).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan laporan
Praktek Lapang Peternakan Rakyat Sapi Perah Milik Pak Sunusi
yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah,
Sulawesi Selatan dapat ditarik kesimpulan bahwa bangsa-bangsa sapi perah yang ada meliputi Sapi Peranakan Fries Holland (Holstein Friesian), Sapi Peranakan Sahiwal, Sapi
Brown Swiss dan Sapi Jersey.
Potensi sumber daya alam dan manusia di Dusun
Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Daerah yaitu memiliki prospek yang sangat baik, akan
tetapi proses untuk menunjang potensi sumber daya alam dan manusia masih dalam
skala yang kurang efektif.
Analisis usaha memiliki
prospek yang sangat baik, karena aspek hukum dalam izin usaha peternakan sapi perah di dapatkan dari
kemitraan dengan Dinas Peternakan setempat.Ditinjau dari aspek finansial dan kelayakan usaha,
peternakan sapi perah ini sudah memberikan keuntungan setiap laktasi bagi
peternak.
Ditinjau dari kualitas susu
yang dihasilkan, sudah layak untuk dikonsumsi karena memiliki BJ 1,035 dan
bebas kotoran. Hasil ikutan
dari Sapi Perah Pak Sanusi adalahh susu yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena dilakukan penangan
yang baik, seperti pengolahan susu menjadi dangke dan krupuk dangke yang memiliki
nilai tambah.
B.
Saran
Adapun
saran kepada para peternak adalah agar sistem pemeliharaan dapat ditingkatkan.
Untuk meningkatkan produksi susu sebaiknya dilakukan penambahan konsentrat pada
ransum. Sehingga mendatangkan banyak keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA
AAK.
1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi
Perah. Kanisius. Yogyakarta.
Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah.
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Anonima. 2010. Tentang Ternak Perah. http://anakkandang.multiply.com/ journal/item/
2/tentang_ternak_perah.
Diakses pada Diakses pada tanggal
Anonim b. 2010.Ternak Perah.http://peternakan_sapi perah.co.id.Diakses pada
tanggal
Blakely, J dan Bade,
D.1991. Ilmu Peternakan. UGM Press.
Yogyakarta.
Darmono. 2010. Ternak Sapi.http://agromaret.com. Diakses pada tanggal
Dwi. 2011. Penentuan Kulitas Susu. http://Hariani_dwi.blogspot.com.
Diakses pada tanggal
Irma. 2012. Dangke. http://shamawar.wordpress.com/2012/12/04/gurihnya-si-putih-dangke/.
Diakses pada tanggal
Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.
Nurani, S. 2011. Potensi Peternakan di Sulawesi Selatan.http://ilmu peternakan.co.id. Diakses pada
tanggal 24 April 2013.
Nursam 2006.Analisis Kelayakan
Financial Usaha Peternakan Ayam Petelur pada UD. Cahaya Mario Rappang Kabupaten
Sidrap (studi kasus).FAPET UH.Makassar.
Pradana, M. N. 2009. Revitalisasi
Peternakan Sapi Perah Harus Digalakkan. http://disnakeswan.kalbarprov.go.id/index.php?option=com.
Diakses pada tanggal
Prihadi. S. 1994. Tata Laksana Dan produksi ternak Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Saleh. 2012. Berbagai Produksi Hasil Ternak. http://
muhammad_saleh.com.Diakses pada tanggal 24 April 2013.
Soetarno, T. 2003. Manajemen Ternak Perah. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Tohar.M 2000.Membuka usaha
kecil. Kanisius, Yogyakarta.
Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
0 comments:
Post a Comment