Popular Posts

Thursday, April 21, 2016

Laporan Nutrisi






PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan rata-rata kualitas hidup masyarakat serta semakin tingginya kesadaran dari masyarakat untuk mengkonsumsi pangan dengan kualitas baik dan kuantitas  yang cukup (Rustam, 2011).
Sejalan dengan meningkatnya penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Peluang usaha penggemukan sapi potong sangat menjanjikan karena melihat meningkatnya permintaan bahan makanan yang berasal dari hewan sebagai sumber protein hewani khususnya daging. Usaha penggemukan sapi potong juga relevan dengan upaya pelestarian sumber daya lahan. Usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat peternakan yang mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan di masa depan. Hal ini terbukti dengan semakin banyak diminati masyarakat baik dari kalangan peternak kecil, menengah maupun swasta atau komersial. Usaha penggemukan sapi pada dasarnya adalah mendayagunakan potensi genetik ternak untuk mendapatkan pertumbuhan bobot badan yang efisien dengan memanfaatkan pakan serta sarana produksi lainnya, sehingga menghasilkan nilai tambah usaha yang ekonomis. Sejauh ini dikenal dengan empat sistem penggemukan yang sering diterapkan di peternakan-peternakan tertentu, yakni sistem pasture fattening, dry lot fattening, sistem kombinasi yakni pasture dandry lot fattening, dan sistem kereman atau penggemukan dry lot fattening yang lebih sederhana. Keempat sistem penggemukan di atas, masing-masing memiliki manajemen yang berbeda serta memiliki kelebihan serta kelemahan. Prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada teknik pemberian pakan atau ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukkan serta lama penggemukan (Rudin, 2013).
Pengamatan yang dilakukan berupa pengetahuan terhadap data identitas peternak/pengusaha feedlot, latar belakang pengusaha, mengevaluasi tingkat kelayakan perusahaan feedlot, lokasi feedlot, design feedlot, bakalan/feeder stock, pakan/ransum, susunan dari ransum yang diberikan, penyakit, pengelolaan kesehatan yang dilakukan, penanganan limbah, dan pemasaran hasil feedlot. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya Praktek Lapang Feedlot (Nutrisi) di Kabupaten Gowa, Kecamatan Samata mengenai Feedlot Pada Industri Peternakan Sapi Potong.





















TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Potong
Pemeliharaan  persiapan yang harus dilakukan sebelum memulai memelihara ternak sapi potong adalah membersihkan kandang dengan desinfeksi. Demikian juga dalam penggunaan alat harus memenuhi baik faktor higienis, keamanan ternak maupun efisiensi (Anonima, 2012).
Induk yang sedang bunting sama dengan sapi yang sedang berproduksi, membutuhkan makanan yang cukup mengandung protein, mineral dan vitamin. Induk bunting harus dipisahkan dengan kelompok sapi yang tidak bunting dan pejantan. Semua induk bunting hendaknya dikumpulkan menjadi satu. Apabila sudah dekat masa melahirkan harus dipisahkan di kandang tersendiri yang bersih, kering, dan terang. Lantai kandang harus diberi alas, misalnya dengan jerami atau rumput. Jika pedet (anak sapi umur 0-8 bulan) telah lahir, semua lendir yang menyelubungi tubuh. Sewaktu membersihkan lendir pada tubuh, peternak harus menekan-nekan dada pedet untuk merangsang pernapasan. Selanjutnya tali pusar dipotong, disisakan sepanjang 10 cm dan diberi desinfektan dengan yodium tincture 10 persen. Tiga puluh menit sesudah lahir, biasanya pedet sudah mulai bisa berjalan dan menyusu pada puting induk. Tempat dimana pedet itu berbaring harus diberi alas jerami atau rumput kering yang bersih dan hangat (Anonima, 2012).
                              

   
Menurut (Anonimb, 2010), ada 3 (tiga) cara pemeliharaan sapi antara lain  sebagai berikut;
1.    Pemeliharaan Secara Ekstensif
Pemeliharaan sapi secara ekstensif biasanya terdapat di daerah-daerah yang mempunyai padang rumput yang luas, seperti di Nusa tenggara, Sulawesi selatan, dan Aceh. Sepanjang hari sapi digembalakan di padang penggembalaan, sedangkan pada malam hari sapi hanya dikumpulkan di tempat-tempat tertentu yang diberi pagar, disebut kandang terbuka.
2.  Pemeliharaan Secara Intensif
Pemeliharaan secara intensif yaitu ternak dipelihara secara terus menerus di dalam kandang sampai saat dipanen sehingga kandang mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi disuplai oleh peternak, termasuk pakan dan minum. Aktivitas lain seperti memandikan sapi juga dilakukan serta sanitasi dalam kandang.
3.  Pemeliharaan Secara Semi Intensif
Pemeliharaan sapi secara semi intensif merupakan perpaduan antara kedua cara pemeliharaan secara ekstensif. Jadi, pada pemeliharaan sapi secara semi intensif ini harus ada kandang dan tempat penggembalaan dimana sapi digembalakan pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari.




Sistem Pencampuran dan Pemberian Pakan
Metode pencampuran pakan yakni: pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Menimbang masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan penyusunan ransum.  Setelah diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya bahan dicampur dengan cara menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit berada di atas.  Setelah itu melakukan penghomogenan dengan cara membolak balik pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen.  Masukkan ransum yang homogen ke dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam gudang pakan (Kusharjatna,dkk., 2004).
Pakan dibuat dengan menggunakan alat-alat sederhana dan dengan tangan yang dilakukan di atas lantai. Alat-alat yang diperlukan adalah skop (paddle) atau drum yang dirancang dengan desain mixer. Teknik mencampur menggunakan skop dilakukan di atas lantai yang bersih dan rata. Bahan-bahan pakan (sesuai dengan formula) ditimbang. Kemudian ditaburkan di atas lantai yang sudah dibersihkan. Bahan-bahan disusun secara vertikal menurut banyaknya  (bahan pakan yang jumlahnya paling banyak ditempatkan paling bawah, kemudian disusul dengan bahan yang lebih sedikit). Khusus untuk bahan pakan dengan partikel kecil dan sedikit jumlahnya, sebelum ditaburkan harus dicampurkan terlebih dahulu (Anonimb, 2012). 
Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Sapi dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara  yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot fattening) dan kombinasi cara pertama dan kedua (Anonima, 2010).
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam  per hari. Dengan cara ini, maka tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan bermacam-macam jenis rumput (Anonima, 2010).
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang yang dikenal dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh dari ladang, sawah / tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, tepung kacang telurr dan ampas tahu yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan istilah ransum (Anonima, 2010).
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (leguminosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, daun turi, daun lamtoro. Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung dan lainnya, yang biasa digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis pakan yang banyak mengandung serat kasar (Anonimb, 2010).
Sapi potong diberi pakan berupa hijauan, yaitu rumput, kacang-kacangan, dan limbah pertanian. Sapi potong juga perlu mengonsumsi konsentrat berupa campuran dedak padi, tepung kacang telur, dan ampas tahu. Adapun makanan tambahan yang perlu diberikan kepada sapi potong adalah vitamin, mineral, dan urea (Anonim b, 2010)
Menurut Hafid (2008), bahwa Pemberian makanan pada sapi potong yang secara ekonomis dan teknis memenuhi syarat, dilandasi beberapa kebutuhan sebagai berikut;
1.  Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan makanan minimal, meski ternak dalam keadaan hidup tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan. Jika kebutuhan ini tidak tercukupi maka ternak secara alamiah akan mencukupi dengan zat-zat makanan yang ada pada jaringan tubuhnya.
2.  Kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan makanan yang akan dibuat untuk memproduksi jaringan tubuh, dan menambah berat tubuh. Jadi zat makanan diperlukan untuk meningkatkan berat tubuh, setelah kebutuhan pokok terpenuhi.
3.  Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan makanan yang diperlukan ternak untuk proses reproduksi, misalnya kebuntingan.
Sistem Perkandangan dalam Penggemukan Ternak Sapi Potong
Kandang merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal ternak atas sebagian atau sepanjang hidupnya. Suatu peternakan yang dikelola dengan tata laksana pemeliharaan yang baik memerlukan sarana fisik sebagai penunjang atau kelengkapan, selain bangunan kandang. Saran fisik tersebut antara lain kantor kelola, gudang, kebun hijauan pakan, dan jalan. Komplek kandang dan bangunan-bangunan pendukung tersebut disebut sebagai perkandangan. Dengan demikian, perkandangan adalah segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan (Rianto dan Purbowati, 2009).
Perkandangan merupakan faktor yang penting dalam pemeliharaan ternak karena kandang sangat berperan dalam usaha peningkatan produksi. Letak dan bentuk kandang harus sesuai dengan sifat biologis ternak yang dipelihara dan iklim setempat. Pembuatan kandang harus serius dengan mempertimbangkan unsur-unsur efisiensi kerja dan perhitungan ekonomis serta masalah yang menyangkut lingkungan. Kandang harus dirancang untuk memenuhi persyaratan kesehatan dan kenyamanan ternak, serta nyaman untuk operator, efisien untuk tenaga kerja dan pemakaian alat-alat, serta disesuaikan dengan peraturan kesehatan ternak (Rianto dan Purbowati, 2009);
1.    Persyaratan Kandang
Persyaratan untuk mendirikan kandang dalam hal ini berupa syarat-syarat utama yang langsung berhubungan dan berpengaruh pada kelangsungan hidup ternak dan tata laksana pemeliharaanya. Ada 4 faktor yang termasuk dalam persyaratan ini, yaitu faktor lingkungan (environment), lokasi, tata letak (layout), dan karakteristik kandang (Rianto dan Purbowati, 2009).
2.    Kontruksi Kandang
Konstruksi kandang diupayakan cukup kokoh meskipun dengan bahan bangunan sederhana. Agar ternak yang tinggal di dalam kandang merasa nyaman, konstruksi kandang harus diciptakan sesuai dengan kondisi alam sekitarnya (Rianto dan Purbowati, 2009).
Menurut Rianto dan Purbowati (2009), Adapun komponen-komponen yang harus ada dalam suatu kandang adalah ;
3.    Atap kandang
Atap merupakan penutup kandang bagian atas. Secara umum, atap berfungsi melindungi ternak dari terpaan air hujan dan terik matahari. Atap juga berfungsi mempertahankan suhu dan kelembapan udara dalam kandang. Bahan atap sedapat mungkin terbuat dari bahan yang mampu menahan panas, bahkan yang paling baik adalah yang mampu memancarkan kembali sinar matahari. Genteng, seng gelombang, abses gelombang, aluminium gelombang, sirap dan atap yang terbuat dari rumbia, alang-alang, daun kelapa, ijuk, atau sejenisnya cukup baik untuk membantu menyejukkan kandang.
4.    Tinggi bangunan kandang
Kandang di daerah yang mempunyai suhu lingkungan agak panas (dataran rendah dan pantai) hendaknya dibangun lebih tinggi dari pada kandang yang ada di daerah pegunungan. Hal ini dimaksudkan agar udara panas di dalam ruangan kandang lebih bebas bergerak atau berganti sehingga dapat diperoleh ruang kandang cukup sejuk.
5.    Kerangka kandang
Kerangka kandang dapat berupa bambu, kayu, beton dan pipa besi. Akan tetapi, kandang yang sederhana dapat menggunakan bahan dari bambu yang benar-benar sudah tua atau dikombinasi dengan kayu asalkan bahan tersebut di-teer atau diolesi dengan oli bekas.


6.    Dinding kandang
Dinding kandang berguna untuk membentengi ternak agar tidak lepas keluar, menahan angin langsung masuk ke dalam kandang, dan menahan keluarnya panas dari tubuh ternak itu sendiri pada malam hari. Berdasarkan konstruksi dinding, dikenal adanya kandang tertutup dan setengah terbuka, yang dimaksudkan kandang tertutup yaitu dinding menutup keempat sisi kandang secara penuh. Sementara kandang setengah terbuka yaitu dinding hanya menutup sekitar setengah dari tinggi dinding kandang.
7.    Lantai kandang
Lantai kandang merupakan bagian dasar/alas kandang. Fungsi lantai di antaranyaialah tempat berdirinya ternak dan pelepas lelah untuk berbaring pada setiap saat. Untuk itu, lantai kandang harus dibangun sedikit mungkin, memenuhi persyaratan untuk bisa berdiri dan beristirahat dengan baik, tanpa ada sesuatu yang sekiranya dapat menimbulkan gangguan apa pun. Lantai kandang biasanya terbuat dari lantai tanah, beton semen, aspal, atau batu-batuan. Lantai kandang harus dibuat agak miring, sekitar 5-10 derajat sehingga air dapat terus mengalir atau tidak mengumpul di satu tempat dan mempermudah pembersihan.
8.    Tempat pakan dan air minum
Tempat pakan dan air minum sebaiknya mudah dibersihkan, konstruksinya dijaga agar ternak tidak mudah masuk dan menginjak-injak pakan atau air minum. Bibir-bibir tempat pakan dan tempat air minum harus dibuat agak bulat sehingga tidak tajam dan dasarnya cekung. Bahan dapat dibuat dari tembok semen, bambu, atau papan. Ukuran tempat pakan adalah lebar 0,6 m, tinggi 0,6 m, dan panjangnya beserta tempat air minum selebar tempat ternak.
9.    Selokan
Selokan dibuat tepat di belakang jajaran ternak dari ujung ke ujung kandang dengan lebar 40-50 cm, kedalaman 15-20 cm. Kedalaman bagian ujung awal selokan dibuat kurang dari 10 cm, dan pada ujung akhirnya tidak lebih dari 30 cm.
10.  Model Kandang
              Menurut Rianto dan Purbowati (2009), bahwa ada 2 (dua) model kandang sapi, yakni sebagai berikut;
a.    Kandang bebas
Kandang bebas (koloni) merupakan barak terbuka tanpa ada penyekat di antara ternak sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang cukup luas, kecuali pada waktu diberi perlakuan khusus. Keuntungan model kandang seperti ini adalah :
•   Biaya pembuatan kandang lebih murah dibandingkan dengan kandang konvensional
•   Pemakaian tenaga kerja lebih sedikit
•   Memungkinkan untuk diperluas tanpa banyak mengadakan perubahan
•   Sarana yang mudah untuk mendeteksi birahi
•   Ternak merasa bebas meskipun kesempatan merumput terbatas
•   Pergerakan ternak cukup sehingga gangguan kekakuan kaki, kebengkakan lutut, lecet pada paha, dan luka pada pundak dapat diperkecil.
Di samping keuntungannya, kandang bebas juga memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut (Rianto dan Purbowati, 2009);
•   Lahan yang dibutuhkan relatif lebih luas
•   Jika ada diantara anggota kelompok yang nakal dapat mengganggu yang lain. Untuk mencegah hal ini, ternak yang nakal tersebut dipisahkan atau khususnya ternak yang bertanduk perlu dilakukan pemotongan tanduk  (dehorning).
b.    Kandang konvensional
Posisi ternak yang dipelihara di dalam kandang dibuat sejajar, lazim disebut sistem stall. Susunan stall ada tiga macam yaitu stall tunggal, stall ganda tail to tail, dan stall face to face (Rianto dan Purbowati, 2009);
·      Stall tunggal
Pada kandang stall tunggal, sapi ditempatkan satu baris dengan kepala searah. Bentuk ini tepat untuk jumlah ternak yang tidak lebih dari 10 ekor.
·      Stall ganda tail to tail
Sapi pada kandang Stall ganda tail to tail ditempatkan dua baris sejajar  (stall ganda) dengan gang di tengah, sedangkan kepala ternak berlawanan arah atau ekor saling berhadapan (tail to tail).
·      Stall ganda face to face
Model kandang ini mendesain sapi pada dua baris sejajar dengan gang di tengah dengan kepala ternak saling berhadapan (face to face). Gang di tengah agak lebar.
c.    Peralatan Kandang
              Menurut Rianto dan Purbowati (2009), dalam kegiatan pemeliharaan ternak, dibutuhkan peralatan untuk keperluan di dalam kandang. Peralatan hendaknya selalu dalam keadaan bersih, adapun peralatan kandang yang diperlukan antara lain sbegai berikut;
•   Skop, digunakan untuk mengambil/membuang kotoran dan mengaduk pakan penguat.
•   Sapu, digunakan untuk membersihkan kandang, sebaiknya sapu terbuat dari lidi daun kelapa.
•   Ember, digunakan untuk mengangkut air, pakan penguat, dan memandikan ternak. Sebaiknya ember terbuat dari bahan antikarat, seperti ember plastik.
•   Kereta dorong ( gerobak ), untuk mengangkut sisa-sisa kotoran, sampah, rumput ke tempat pembuangan.
Sanitasi Kandang dan Sanitasi Ternak
Sanitasi adalah satu tindakan yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak sapi melalui kebersihan. Dengan sanitasi yang baik dan benar, ternak sapi dapat terbebas dari penyakit yang disebabkan oleh : bakteri, virus ataupun parasite (Sentosa, 2010).
Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peternak untuk kebersihan kandang dan lingkungannya. Kegiatan ini penting karena dengan keadaan kandang serta lingkungan yang bersih, maka kesehatan ternak maupun pemiliknya menjadi terjamin. Kebersihan kandang bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga lingkungan menjadi sejuk, nyaman, tidak berbau maupun lembab.  Kandang adalah bangunan sebagai tempat tingggal ternak yang ditujukan untuk melindungi ternak dari risiko yang merugikan. Misalnya, terik matahari, cuaca hujan, angin, gangguan binatang buas dan lain-lain. Dan, tentu saja kandang dibutuhkan untuk memudahkan dalam pengelolaan ternaknya (Anonima, 2010).
Menurut Effriansyah (2012), ada beberapa tindakan yang wajib dilakukan peternak dalam aktivitas sanitasi kandang;
1. Selalu membersihkan alat yang telah digunakan dengan desinfektan dan    menjemur dibawah sinar matahari.
2. Menjaga kebersihan kandang dengan cara:
•   Merancang ventilasi kandang agar sirkulasi udara lancar
•   Merancang bangunan kandang agar cahaya matahari dapat masuk ke kandang
•   Tidak membiarkan kotoran sapi menumpuk di kandang
•   Segera membersihkan sisa pakan yang berceceran pada lantai kandang
3. Menjaga kebersihan areal luar kandang, seperti membersihkan semak-semak atau sampah peternakan.
4. Menjaga kebersihan sapi, salah satunya dengan cara memandikan sapi. Kulit yang kotor dapat menyebabkan;
•   Radang kulit,
•   Menggangu kenyamanan sapi sehingga pertumbuhannya tidak maksimal,
•   Sapi kesulitan mengatur suhu tubuh.
5. Menjaga kebersihan petugas kamdang/pekerja kandang.
6. Menjaga kebersihan pakan, dengan cara menghindari pemberian pakan yang tercemar oleh bahan-bahan yang membahayakan ternak, seperti;
• Terkontaminasi logam, besi, seng,dan lainnya.                 
•   Racun alami seperti pada pakan hijauan daun koro, daun ketela pohon serta bunga turi merah.
Sanitasi ternak dilakukan setelah proses sanitasi kandang selesai dan dilakukan 2 kali setiap hari oleh petugas kandang pada pagi dan sore hari. Pertama, membersihkan sisa kotoran/feces yang menempel pada tubuh ternak dengan cara menyemprot dan menyikat tubuh ternak mulai dari badan hingga kaki/kuku ternak. Tujuannya yaitu agar pada saat akan dilakukan program kondisi ternak dalam keadaan bersih (Rudi, 2012).
Pekerjaan memandikan dilakukan 2 kali setiap harinya, sedangkan pembersihan lantai kandang juga minimal 2 kali setiap harinya. Namun demikian apabila terdapat kotoran sapi maupun rumput sisa yang berserakan di lantai kandang di luar pembersihan rutin, maka perlu dilakukan pembersihan secepatnya. Kotoran tersebut dimasukan ke dalam selokan atau tempat penampungan kotoran (drum plastik) yang disediakan (Rudi, 2012).












METODOLOGI PRAKTEK

Waktu dan Tempat
Praktek Lapang Feedlot (Nutrisi) dilaksanakan pada ……………..
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada praktek lapang ini yaitu;
1.  Data kualitatif
Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data. Contohnya adalah wawancara, analisi dokumen dan observasi yaitu data yang berbentuk kata,  kalimat dan tanggapan. 
2.  Data kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang berupa bilangan atau angka-angka. Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungn matematika atau statistika.Contohnya jumlah ternak dan jumlah pekerja.
Sumber data yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu :
1.  Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau narasumber yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan responden atau narasumber.
2.  Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, Badan Pusat Statistik, Laporan Dinas Peternakan, Pemerintah Setempat dan Profil Usaha.


Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam praktek lapang ini yaitu:
a.  Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap kondisi lokasi praktek lapang , serta berbagai aktivitas pekerja.
b.  Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan orang yang memiliki dan menjalankan usaha penggemukan (feedlot).
Kegiatan Yang Dilakukan
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan pada praktek lapang  Feedlot (Nutrisi) adalah observasi dan wawancacara. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap kondisi lokasi praktek lapang , serta berbagai aktivitas pekerja. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan pemilik dan pekerja yang memiliki dan melakukan usaha penggemukan (feedlot) sapi potong.













HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Khusus Ternak Sapi Potong Di Rumah Penggemukan Hewan
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa keadaan khusus untuk ternak sapi potong yang ada di kandang penggemukan dalam kondisi yang sehat. Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak dalam adalah kandang individu. Di lokasi feedlot, sapi yang digemukan yaitu 1 ekor Sapi Limosin (Bos Taurus) dan 50 ekor Sapi Bali (Bos indicus). Hal ini sesuai pendapat Anonim b (2010), pemeliharaan secara intensif yaitu ternak dipelihara secara terus menerus di dalam kandang sampai saat dipanen sehingga kandang mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi disuplai oleh peternak, termasuk pakan dan minum.
Aktivitas lain seperti memandikan sapi juga dilakukan serta sanitasi dalam kandang. Kebutuhan nutrisi dari masing-masing ternak berbeda-beda karena kebutuhan hidup dan produksi dari masing-masing ternak juga berbeda-beda. Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonima (2010), yang menyatakan bahwa setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan seperti sapi dalam  masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.
Pemberian pakan sapi yang dilakukan yaitu dengan cara kereman, yaitu ternak didalam kandang dan diberikan pakan. Pemberian pakan dengan cara ini merupakan pemberian pakan yang terbaik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonima (2010), yang menyatakan bahwa pemberian pakan dengan kereman adalah pemberian pakan yang terbaik.
Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (leguminosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, daun turi, daun lamtoro (Anonima, 2010).
Fase Pertumbuhan Ternak Sapi Potong di Rumah Penggumkan Hewan
Ternak sapi potong akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, sejak dari pembuahan hingga menjadi dewasa. Yang dimaksud dengan pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau pertambahan ukuran tubuh sapi sesuai dengan umur. Kecepatan pertumbuhan sapi tidak selalu sama. Pada saat pembuahan, pertumbuhan berlangsung lambat, kemudian menjadi cepat saat menjelang kelahiran. Sesudah lahir, pertumbuhan semakin cepat hingga usia penyapihan. Pertumbuhan secara cepat ini akan bertahan dari usia penyapihan hingga usia pubertas, dan mulai menurun pada saat usia dewasa, hingga akhirnya berhenti. Jadi fase hidup ternak sapi yang pertumbuhannya paling cepat adalah pada saat sapi dilahirkan hingga mencapai usia pubertas (Anonima, 2010).
Menurut Anonima (2011), bahwa proses pertumbuhan apabila ditinjau dari ruang lingkup kehidupan ternak, maka  dapat dibagi dalam 2 (dua) periode waktu yaitu :
1.    Pertumbuhan pre-natal.
Pertumbuhan pre-natal merupakan pertumbuhan pada periode waktu selama masih embrio, yang kemudian tumbuh berkembang menjadi foetus. Dengan kata lain, pertumbuhan pre-natal merupakan pertumbuhan pada periode waktu hidup dalam kandungan. Pada periode ini pertumbuhan foetus yang terbesar mulai dari 2/3 akhir masa kebuntingan, oleh karena itu hendaknya mulai saat itu pemberian makanan induk diusahakan sebaik mungkin karena pada pertumbuhan pre-natal ini banyak dipengaruhi oleh kondisi induk melalui fungsi dari placenta. Sebagai contoh pada induk ternak perah yang sedang bunting akan dilakukan suatu periode kering kandang (tidak diperah) mulai umur kebuntingan 7 (tujuh) bulan dengan maksud agar air susu tidak diperah lagi dan energi dari air susu dipergunakan untuk memulihkan kondisi serta untuk mensuplai makanan foetus yang relatif pertumbuhannya cepat.
2.    Pertumbuhan post-natal
Pertumbuhan post-natal dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan terjadinya kematian secara alami. Pada saat lahir sampai dengan saat penyapihan terjadi pertumbuhan yang relatif cepat dan kemudian setelah umur sapih mengalami penurunan sedikit. Kecepatan pertumbuhan anak sejak dilahirkan sampai dengan disapih sangat bergantung kepada atau banyak ditentukan oleh produksi air susu induk, disamping adanya pengaruh dari  makanan dan lingkungan. Dengan kata lain, pertumbuhan selama periode laktasi banyak dipengaruhi oleh faktor induk (maternal factor). Pada saat menjelang dewasa kelamin (pubertas) terjadi pertumbuhan yang cepat kembali, sedang pada saat menjelang dewasa tubuh (mature), laju pertumbuhan relatif lambat dan sesudah itu pemeliharaan ternak potong pada umumnya sudah tidak menghasilkan kenaikan berat badan lagi. Pada ternak sapi dewasa kelamin (pubertas) dicapai pada umur lebih kurang 8 bulan, sedangkan dewasa tubuh (mature) dimana maksimum  ukuran tubuhnya tercapai yaitu kira-kira pada umur 6-8 tahun.

Sistem Penggemukan (Feedlot) Ternak Sapi di Rumah Peggemukan Hewan
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa sistem peggemukan (feedlot) ternak sapi potong di Rumah Penggemukan Hewan dilakukan dengan sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan. Hal ini sesuai pendapat Hernowo (2006), yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan sapi potong dikategorikan dalam tiga yaitu sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di padang penggembalaan pada pagi hari dan sistem pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan.       
Sistem Pemberian Pakan Ternak Sapi Potong di Rumah Penggemukan Hewan
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi atau pembersihan kandang. Pemberian pakan pada pagi hari hari diberikan konsentrat berupa campuran dedak, ampas tahu, molasses, dan garam. Pemberian konsentrat tersebut bertujuan untuk meningkatkan pH rumen dan sebagai penambah energi, begitu pula dengan pemberian air minum diberikan secara adlibitum (tidak terbatas). Sedangkan pada sore hari diberikan hijauan berupa rumput gajah (pennisetum purpureum). Hal ini sesuai dengan pendapat Rianto dan Purbowati (2009), yang menyatakan bahwa pemberian pakan pada ternak sapi potong sebaiknya ransum tidak diberikan sekaligus dalam jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi menjadi beberapa bagian. Pemberian konsentrat dengan kandungan karbohidrat tinggi akan mudah terfermentasi sehingga menghasilkan asam lemak dengan mudah (volatile fatty acid/VFA) yang berpotensi menurunkan pH rumen. Sementara pemberian konsentrat yang banyak mengandung protein terdegradasi (rumen degradable protein, RDP) akan menghasilkan NH3 yang berpotensi meningkatkan pH rumen. Kondisi peningkatan atau penurunan pH rumen secara ekstrim akan berbahaya bagi kesehatan ternak, bahkan dapat berakibat fatal, yaitu terjadinya kematian pada ternak.
Sistem Perkandangan Ternak Sapi Potong di Rumah Penggeumkan Hewan
Berdasarkan praktek lapng  yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa Sistem perkandangan ternak sapi potong di kandang sapi potong Rumah Penggemukan Hewan mengunakan jenis kandang individu, yaitu model kandang dimana dalam setiap satu ruangan kandang ditempatkan satu ekor ternak dan dipelihara dan diberi pakan secara intensif. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010), yang menyatakan bahwa kadang  individu merupakan model kandang di dalam setiap satu ruangan kandang ditempatkan satu ekor ternak secara intensif.  Penggunaan tenaga kerja untuk kandang invidu cukup banyak dibanding kandang model kelompok atau kloni, karena pekerjaan rutin harian adalah membersihkan tempat pakan, minum dan memberikan pakan. Dalam hal ini satu orang tenaga kandang mampu menangani sekitar 10 (sepuluh) ekor.
Sanitasi Ternak Sapi Potong dan Sanitasi Kandang Di Rumah Penggemukan Hewan

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa sanitasi ternak sapi potong dan sanitasi kandang sapi potong di Rumah Penggemukan Hewan dilakukan  1 (satu) kali sehari yaitu setiap pagi hari, dimana sanitasi ternak dilakukan dengan membersihkan sisa kotoran atau feses yang menempel pada tubuh ternak dengan cara memandikan dan menyikat tubuh ternak mulai dari badan hingga kaki/kuku ternak. Hal ini sesuai pendapat Rudi (2012), yang menyatakan bahwa petugas kandang pada pagi dan sore hari. Pertama, membersihkan sisa kotoran/feces yang menempel pada tubuh ternak dengan cara menyemprot dan menyikat tubuh ternak mulai dari badan hingga kaki/kuku ternak. Tujuannya yaitu agar pada saat akan dilakukan program kondisi ternak dalam keadaan bersih. Pekerjaan memandikan dilakukan 2 kali setiap harinya, sedangkan pembersihan lantai kandang juga minimal 2 (dua) kali setiap harinya. Namun demikian apabila terdapat kotoran sapi maupun rumput sisa yang berserakan di lantai kandang di luar pembersihan rutin, maka perlu dilakukan pembersihan secepatnya. Kotoran tersebut dimasukan ke dalam selokan atau tempat penampungan kotoran (drum plastik) yang disediakan.
Sanitasi kandang dilakukan dengan kandang dibersihkan dari kotoran yang umumnya sisa bahan pakan yang bercampur dengan kotoran sapi itu sendiri, selokan, palungan (tempat makan dan air minum), gang tengah dan lantai. Hal ini sesuai pendapat Rudi (2010), yang menyatakan bahwa secara umum sanitasi kandang dilakukan dengan permbersihan lantai kandang, pembersihan bak makanan dan bak minum, memandikan sapi, pemotongan kuku dan pelepasan sapi di lapangan untuk exercise. Sanitasi kandang dilakukan 2 (dua) kali setiap hari oleh petugas kandang yaitu pada pagi dan sore hari. Pertama, membersihkan kotoran/feces yang kemudian di tampung di dalam drum untuk kemudian dijadikan pupuk organik. Kedua, membersihkan sisa pakan ternak kemudian dibuang. Ketiga, menyemprot dan menyikat lantai kandang sampai bersih dengan menggunakan sikat dan air. Keempat, melakukan pembersihan bak pakan dan air minum dengan menggunakan sikat sampai bersih kemudian membersihkan dan mengganti air desinfektan di sekitar kandang. Kelima, membersihkan langit-langit dan tembok di sekitar lingkungan kandang.
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
a)  Keadaan khusus untuk ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi yang sehat. Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak yaitu kandang individu.
b)  Jumlah sapi yang digemukan berjumlah 51 ekor, terdiri atas sapi 1ekor Sapi Limousine dan 50 ekor sapi bali.
c)  Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi atau pembersihan kandang. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan konsentrat, sedangkan sore hari diberikan hijauan. Pemberian air minum diberikan secara adlibitum.
Saran
Untuk Rumah Penggemukan Hewan
Kiranya fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan proses penggemukan di Rumah Penggemukan Hewan makin dilengkapi dan dipenuhi standarisasinya serta untuk pegawai yang bekerja di rumah penggemukan hewan, kiranya dapat memakai seragam khusus untuk pegawai rumah penggemukan hewan (feedlot).
Untuk Praktek Lapang Selanjutnya
Sebaiknya dalam praktek lapang selanjutnya, diharapkan mahasiswa dapat lebih disiplin waktu demi kelancaran praktek lapang. Selain itu, lokasi praktek lapang sebaiknya di daerah (Kabupaten) yang memiliki tempat Penggemukan (Feedlot) yang memiliki fasilitas dan tempat yang lebih baik.



































DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi,  R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Anonima.2010. Penuntun Praktikum Ilmu Produksi Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Anonimb.2010. Pemeliharaan Sapi Potong. Unitas. Http://suara‑komunitas.net. Di-akses pada tanggal 14 November 2015.

Anonim. 2011. Fase pertumbuhan sapi potong. http://damarapeka.wordpress.com /2011/07/14/pertumbuhan-ternak-potong-2/. Diakses pada tanggal 14 November 2015.

Anonima. 2012. Pakan Peluang Usaha Spi Potong.http://binaukm.com. Diakses pada tanggal 14 November 2015.

Anonimb. 2012. Teknik Pencampuran Pemberian Pakan. http://www. Anneahira.com. Diakses pada tanggal 14 November 2015.
Effriansyah, Yudi. 2012. Sanitasi kandang ternak.  http://anpet10.blogspot.com /2012/04/laporan-tetap-ilmu-teknologi-produksi_27.html. Diakses tanggal 14 November 2015.
Hafid, N., 2008. Teknis Beternak Sapi Potong. http://ternakblog.blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 November 2015.

Hernowo, B. 2006. Prospek pengemangan usaha peternakan sapi potong di            kecematan surade kabupaten sukabumi. Fakultas peternakan Institut             pertanian bogor. Bogor.

Kusharjanta B, Diharjo K, dan Haryanto, 2004. Rekayasa Mesin Pencampur Makanan Ternak (Komboran Kering) Sapi Dengan Memanfaatkan Tong Bekas Untuk Kalangan Peternak Menengah Ke Bawah. Vucer Dikti, Jakarta.

Marhadi. 2009. Peremajaan Padang Penggembalaan. http://marhadinutrisi06. blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 November 2015.

Mishama.2013. Pola sistem Produksi. http://harumishma.blogspot.com/2013/09/pola-atau-sistem-produksi-pada.htmlDiakses pada tanggal 14 November 2015.

Prabowo, 2008. Budidaya Sapi Potong. http://teknis-budidaya.blogspot.com. Diakses pada tanggal November 2015.

Rianto, E. dan Purbowati, E. 2009. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Saleh. 2012. Budidaya Ternak Sapi Potong Dengan Nutrisi. http://epetani.deptan.go.id/budidaya budidaya-ternak-sapi-potong-dengan-nutrisi-4073.Diakses pada tanggal 14 November 2015.

Sansoucy. R and Hall, J.M. 1981. Open Yard Housing for Young Cattle. Food and           Agriculture Organization of The United. Nation. Rome.

Sudarisman. 2012. Faktor pertumbuhan Ternak Potong.http://pelajaranilmu.blog-spot. com/2012/04faktor-pertumbuhan-ternak-potong.html. Diakses pada tanggal 14 November 2015.

Sugeng, Y. B. 2003. Ternak Potong dan Kerja. Edisi I. CV. Swadaya : Jakarta

Tulloh. 1978. Pemeliharaan Sapi Potong, Bogor.

Williams, IH. 1982. Nutrition and Growth of Caw. Australia.





0 comments:

Post a Comment