Laporan Nutrisi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan
akan konsumsi daging di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal
ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan rata-rata kualitas hidup
masyarakat serta semakin tingginya kesadaran dari masyarakat untuk mengkonsumsi
pangan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup (Rustam, 2011).
Sejalan
dengan meningkatnya penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya. Peluang usaha penggemukan sapi potong sangat
menjanjikan karena melihat meningkatnya permintaan bahan makanan yang berasal
dari hewan sebagai sumber protein hewani khususnya daging. Usaha penggemukan
sapi potong juga relevan dengan upaya pelestarian sumber daya lahan. Usaha penggemukan sapi potong merupakan
salah satu mata pencaharian masyarakat peternakan yang mempunyai prospek yang
cerah untuk dikembangkan di masa depan. Hal ini terbukti dengan semakin banyak
diminati masyarakat baik dari kalangan peternak kecil, menengah maupun swasta
atau komersial. Usaha penggemukan sapi pada dasarnya adalah mendayagunakan
potensi genetik ternak untuk mendapatkan pertumbuhan bobot badan yang efisien
dengan memanfaatkan pakan serta sarana produksi lainnya, sehingga menghasilkan
nilai tambah usaha yang ekonomis. Sejauh ini dikenal dengan empat sistem
penggemukan yang sering diterapkan di peternakan-peternakan tertentu, yakni
sistem pasture fattening, dry lot
fattening, sistem kombinasi yakni pasture
dandry lot fattening, dan
sistem kereman atau penggemukan dry
lot fattening yang lebih sederhana. Keempat sistem penggemukan di atas,
masing-masing memiliki manajemen yang berbeda serta memiliki kelebihan serta
kelemahan. Prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada teknik
pemberian pakan atau ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi
yang akan digemukkan serta lama penggemukan
(Rudin, 2013).
Pengamatan
yang dilakukan berupa pengetahuan terhadap data identitas peternak/pengusaha feedlot, latar belakang pengusaha,
mengevaluasi tingkat kelayakan perusahaan feedlot, lokasi feedlot,
design feedlot, bakalan/feeder stock, pakan/ransum, susunan
dari ransum yang diberikan, penyakit, pengelolaan kesehatan yang dilakukan,
penanganan limbah, dan pemasaran hasil feedlot.
Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya Praktek Lapang Feedlot (Nutrisi) di Kabupaten Gowa, Kecamatan Samata mengenai Feedlot Pada Industri
Peternakan Sapi Potong.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pemeliharaan
Ternak Sapi Potong
Pemeliharaan
persiapan yang harus dilakukan sebelum memulai memelihara ternak sapi
potong adalah membersihkan kandang dengan desinfeksi. Demikian juga dalam
penggunaan alat harus memenuhi baik faktor higienis, keamanan ternak maupun
efisiensi (Anonima, 2012).
Induk yang sedang bunting sama dengan sapi yang
sedang berproduksi, membutuhkan makanan yang cukup mengandung protein, mineral
dan vitamin. Induk bunting harus dipisahkan dengan kelompok sapi yang tidak
bunting dan pejantan. Semua induk bunting hendaknya dikumpulkan menjadi satu.
Apabila sudah dekat masa melahirkan harus dipisahkan di kandang tersendiri yang
bersih, kering, dan terang. Lantai kandang harus diberi alas, misalnya dengan
jerami atau rumput. Jika pedet (anak sapi umur 0-8 bulan) telah lahir,
semua lendir yang menyelubungi tubuh. Sewaktu membersihkan lendir pada tubuh,
peternak harus menekan-nekan dada pedet untuk merangsang pernapasan.
Selanjutnya tali pusar dipotong, disisakan sepanjang 10 cm dan diberi
desinfektan dengan yodium tincture 10 persen. Tiga puluh menit sesudah lahir,
biasanya pedet sudah mulai bisa berjalan dan menyusu pada puting induk. Tempat
dimana pedet itu berbaring harus diberi alas jerami atau rumput kering yang
bersih dan hangat (Anonima, 2012).
Menurut (Anonimb, 2010), ada 3
(tiga) cara pemeliharaan sapi antara lain
sebagai berikut;
1. Pemeliharaan
Secara Ekstensif
Pemeliharaan sapi secara ekstensif biasanya terdapat
di daerah-daerah yang mempunyai padang rumput yang luas, seperti di Nusa
tenggara, Sulawesi selatan, dan Aceh. Sepanjang hari sapi digembalakan di
padang penggembalaan, sedangkan pada malam hari sapi hanya dikumpulkan di
tempat-tempat tertentu yang diberi pagar, disebut kandang terbuka.
2. Pemeliharaan Secara Intensif
Pemeliharaan secara intensif yaitu ternak dipelihara
secara terus menerus di dalam kandang sampai saat dipanen sehingga kandang
mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi disuplai oleh peternak, termasuk pakan
dan minum. Aktivitas lain seperti memandikan sapi juga dilakukan serta sanitasi
dalam kandang.
3. Pemeliharaan Secara Semi Intensif
Pemeliharaan sapi secara semi intensif merupakan
perpaduan antara kedua cara pemeliharaan secara ekstensif. Jadi, pada
pemeliharaan sapi secara semi intensif ini harus ada kandang dan tempat
penggembalaan dimana sapi digembalakan pada siang hari dan dikandangkan pada
malam hari.
Sistem Pencampuran dan
Pemberian Pakan
Metode pencampuran pakan yakni: pertama-tama menyiapkan
alat dan bahan. Menimbang masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan
penyusunan ransum. Setelah diperoleh
hasil penimbangan, selanjutnya bahan dicampur dengan cara menumpuk bahan ransum
dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit berada di atas. Setelah itu melakukan penghomogenan dengan
cara membolak balik pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai
homogen. Masukkan ransum yang homogen ke
dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam gudang pakan
(Kusharjatna,dkk., 2004).
Pakan dibuat dengan menggunakan alat-alat sederhana
dan dengan tangan yang dilakukan di atas lantai. Alat-alat yang diperlukan
adalah skop (paddle) atau drum yang dirancang dengan desain mixer. Teknik
mencampur menggunakan skop dilakukan di atas lantai yang bersih dan rata.
Bahan-bahan pakan (sesuai dengan formula) ditimbang. Kemudian ditaburkan di
atas lantai yang sudah dibersihkan. Bahan-bahan disusun secara vertikal menurut
banyaknya (bahan pakan yang jumlahnya
paling banyak ditempatkan paling bawah, kemudian disusul dengan bahan yang
lebih sedikit). Khusus untuk bahan pakan dengan partikel kecil dan sedikit
jumlahnya, sebelum ditaburkan harus dicampurkan terlebih dahulu (Anonimb,
2012).
Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa
hijauan. Sapi dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh
memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu penggembalaan (Pasture
fattening), kereman (dry lot fattening) dan kombinasi cara pertama dan kedua
(Anonima, 2010).
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di
padang rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat
penggembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari. Dengan cara ini, maka
tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan
bermacam-macam jenis rumput (Anonima, 2010).
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan
yang yang dikenal dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan
diperoleh dari ladang, sawah / tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan
kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari
berat badan ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, tepung kacang
telurr dan ampas tahu yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput
ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam
dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan
tertentu ini dikenal dengan istilah ransum (Anonima, 2010).
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi
antara penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi
menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam
hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (leguminosa) dan tanaman
hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, daun
turi, daun lamtoro. Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja
dikeringkan dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam
hijauan kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung dan
lainnya, yang biasa digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis
pakan yang banyak mengandung serat kasar (Anonimb, 2010).
Sapi potong diberi pakan berupa hijauan, yaitu
rumput, kacang-kacangan, dan limbah pertanian. Sapi potong juga perlu
mengonsumsi konsentrat berupa campuran dedak padi, tepung kacang telur, dan
ampas tahu. Adapun makanan tambahan yang perlu diberikan kepada sapi potong
adalah vitamin, mineral, dan urea (Anonim b, 2010)
Menurut Hafid (2008), bahwa Pemberian makanan
pada sapi potong yang secara ekonomis dan teknis memenuhi syarat, dilandasi
beberapa kebutuhan sebagai berikut;
1. Kebutuhan hidup pokok, yaitu
kebutuhan makanan minimal, meski ternak dalam keadaan hidup tidak mengalami
pertumbuhan dan kegiatan. Jika kebutuhan ini tidak tercukupi maka ternak secara
alamiah akan mencukupi dengan zat-zat makanan yang ada pada jaringan tubuhnya.
2. Kebutuhan untuk pertumbuhan,
yaitu kebutuhan makanan yang akan dibuat untuk memproduksi jaringan tubuh, dan
menambah berat tubuh. Jadi zat makanan diperlukan untuk meningkatkan berat
tubuh, setelah kebutuhan pokok terpenuhi.
3. Kebutuhan untuk reproduksi,
yaitu kebutuhan makanan yang diperlukan ternak untuk proses reproduksi,
misalnya kebuntingan.
Sistem Perkandangan
dalam Penggemukan Ternak Sapi Potong
Kandang merupakan suatu bangunan yang digunakan
untuk tempat tinggal ternak atas sebagian atau sepanjang hidupnya. Suatu
peternakan yang dikelola dengan tata laksana pemeliharaan yang baik memerlukan
sarana fisik sebagai penunjang atau kelengkapan, selain bangunan kandang. Saran
fisik tersebut antara lain kantor kelola, gudang, kebun hijauan pakan, dan
jalan. Komplek kandang dan bangunan-bangunan pendukung tersebut disebut sebagai
perkandangan. Dengan demikian, perkandangan adalah segala aspek fisik yang
berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai
penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan (Rianto dan Purbowati, 2009).
Perkandangan merupakan faktor yang penting dalam
pemeliharaan ternak karena kandang sangat berperan dalam usaha peningkatan
produksi. Letak dan bentuk kandang harus sesuai dengan sifat biologis ternak
yang dipelihara dan iklim setempat. Pembuatan kandang harus serius dengan
mempertimbangkan unsur-unsur efisiensi kerja dan perhitungan ekonomis serta
masalah yang menyangkut lingkungan. Kandang harus dirancang untuk memenuhi
persyaratan kesehatan dan kenyamanan ternak, serta nyaman untuk operator,
efisien untuk tenaga kerja dan pemakaian alat-alat, serta disesuaikan dengan
peraturan kesehatan ternak (Rianto dan Purbowati, 2009);
1. Persyaratan
Kandang
Persyaratan untuk mendirikan kandang dalam hal ini
berupa syarat-syarat utama yang langsung berhubungan dan berpengaruh pada
kelangsungan hidup ternak dan tata laksana pemeliharaanya. Ada 4 faktor yang
termasuk dalam persyaratan ini, yaitu faktor lingkungan (environment), lokasi,
tata letak (layout), dan karakteristik kandang (Rianto dan Purbowati, 2009).
2. Kontruksi
Kandang
Konstruksi kandang diupayakan cukup kokoh meskipun
dengan bahan bangunan sederhana. Agar ternak yang tinggal di dalam kandang
merasa nyaman, konstruksi kandang harus diciptakan sesuai dengan kondisi alam
sekitarnya (Rianto dan Purbowati, 2009).
Menurut Rianto dan Purbowati (2009), Adapun
komponen-komponen yang harus ada dalam suatu kandang adalah ;
3. Atap kandang
Atap merupakan penutup kandang bagian atas. Secara
umum, atap berfungsi melindungi ternak dari terpaan air hujan dan terik
matahari. Atap juga berfungsi mempertahankan suhu dan kelembapan udara dalam
kandang. Bahan atap sedapat mungkin terbuat dari bahan yang mampu menahan
panas, bahkan yang paling baik adalah yang mampu memancarkan kembali sinar
matahari. Genteng, seng gelombang, abses gelombang, aluminium gelombang, sirap
dan atap yang terbuat dari rumbia, alang-alang, daun kelapa, ijuk, atau
sejenisnya cukup baik untuk membantu menyejukkan kandang.
4. Tinggi
bangunan kandang
Kandang di daerah yang mempunyai suhu lingkungan
agak panas (dataran rendah dan pantai) hendaknya dibangun lebih tinggi dari
pada kandang yang ada di daerah pegunungan. Hal ini dimaksudkan agar udara
panas di dalam ruangan kandang lebih bebas bergerak atau berganti sehingga
dapat diperoleh ruang kandang cukup sejuk.
5. Kerangka
kandang
Kerangka kandang dapat berupa bambu, kayu, beton dan
pipa besi. Akan tetapi, kandang yang sederhana dapat menggunakan bahan dari
bambu yang benar-benar sudah tua atau dikombinasi dengan kayu asalkan bahan
tersebut di-teer atau diolesi dengan oli bekas.
6. Dinding
kandang
Dinding kandang berguna untuk membentengi ternak
agar tidak lepas keluar, menahan angin langsung masuk ke dalam kandang, dan
menahan keluarnya panas dari tubuh ternak itu sendiri pada malam hari.
Berdasarkan konstruksi dinding, dikenal adanya kandang tertutup dan setengah
terbuka, yang dimaksudkan kandang tertutup yaitu dinding menutup keempat sisi
kandang secara penuh. Sementara kandang setengah terbuka yaitu dinding hanya
menutup sekitar setengah dari tinggi dinding kandang.
7. Lantai kandang
Lantai kandang merupakan bagian dasar/alas kandang.
Fungsi lantai di antaranyaialah tempat berdirinya ternak dan pelepas lelah
untuk berbaring pada setiap saat. Untuk itu, lantai kandang harus dibangun
sedikit mungkin, memenuhi persyaratan untuk bisa berdiri dan beristirahat
dengan baik, tanpa ada sesuatu yang sekiranya dapat menimbulkan gangguan apa
pun. Lantai kandang biasanya terbuat dari lantai tanah, beton semen, aspal,
atau batu-batuan. Lantai kandang harus dibuat agak miring, sekitar 5-10 derajat
sehingga air dapat terus mengalir atau tidak mengumpul di satu tempat dan
mempermudah pembersihan.
8. Tempat pakan
dan air minum
Tempat pakan dan air minum sebaiknya mudah
dibersihkan, konstruksinya dijaga agar ternak tidak mudah masuk dan
menginjak-injak pakan atau air minum. Bibir-bibir tempat pakan dan tempat air
minum harus dibuat agak bulat sehingga tidak tajam dan dasarnya cekung. Bahan
dapat dibuat dari tembok semen, bambu, atau papan. Ukuran tempat pakan adalah
lebar 0,6 m, tinggi 0,6 m, dan panjangnya beserta tempat air minum selebar
tempat ternak.
9. Selokan
Selokan dibuat tepat di belakang jajaran ternak dari
ujung ke ujung kandang dengan lebar 40-50 cm, kedalaman 15-20 cm. Kedalaman
bagian ujung awal selokan dibuat kurang dari 10 cm, dan pada ujung akhirnya
tidak lebih dari 30 cm.
10. Model Kandang
Menurut Rianto dan
Purbowati (2009), bahwa ada 2 (dua) model kandang sapi, yakni
sebagai berikut;
a. Kandang bebas
Kandang bebas (koloni) merupakan barak terbuka tanpa
ada penyekat di antara ternak sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang
cukup luas, kecuali pada waktu diberi perlakuan khusus. Keuntungan model
kandang seperti ini adalah :
• Biaya pembuatan kandang lebih
murah dibandingkan dengan kandang konvensional
• Pemakaian tenaga kerja lebih
sedikit
• Memungkinkan untuk diperluas
tanpa banyak mengadakan perubahan
• Sarana yang mudah untuk
mendeteksi birahi
• Ternak merasa bebas meskipun kesempatan
merumput terbatas
• Pergerakan ternak cukup sehingga
gangguan kekakuan kaki, kebengkakan lutut, lecet pada paha, dan luka pada
pundak dapat diperkecil.
Di samping keuntungannya, kandang bebas juga
memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut (Rianto dan Purbowati, 2009);
• Lahan yang dibutuhkan relatif
lebih luas
• Jika ada diantara anggota
kelompok yang nakal dapat mengganggu yang lain. Untuk mencegah
hal ini, ternak yang nakal tersebut dipisahkan atau khususnya ternak yang
bertanduk perlu dilakukan pemotongan tanduk
(dehorning).
b. Kandang
konvensional
Posisi ternak yang dipelihara di dalam kandang
dibuat sejajar, lazim disebut sistem stall. Susunan stall ada tiga macam yaitu
stall tunggal, stall ganda tail to tail, dan stall face to face (Rianto dan Purbowati, 2009);
· Stall tunggal
Pada kandang stall tunggal, sapi ditempatkan satu
baris dengan kepala searah. Bentuk ini tepat untuk jumlah ternak yang tidak
lebih dari 10 ekor.
· Stall ganda
tail to tail
Sapi pada kandang Stall ganda tail to tail
ditempatkan dua baris sejajar (stall
ganda) dengan gang di tengah, sedangkan kepala ternak berlawanan arah atau ekor
saling berhadapan (tail to tail).
· Stall ganda
face to face
Model kandang ini mendesain sapi pada dua baris
sejajar dengan gang di tengah dengan kepala ternak saling berhadapan (face to
face). Gang di tengah agak lebar.
c. Peralatan
Kandang
Menurut Rianto dan
Purbowati (2009), dalam kegiatan pemeliharaan ternak, dibutuhkan
peralatan untuk keperluan di dalam kandang. Peralatan hendaknya selalu dalam
keadaan bersih, adapun peralatan kandang yang diperlukan antara lain sbegai
berikut;
• Skop, digunakan untuk
mengambil/membuang kotoran dan mengaduk pakan penguat.
• Sapu, digunakan untuk
membersihkan kandang, sebaiknya sapu terbuat dari lidi daun kelapa.
• Ember, digunakan untuk
mengangkut air, pakan penguat, dan memandikan ternak. Sebaiknya ember terbuat
dari bahan antikarat, seperti ember plastik.
• Kereta dorong ( gerobak ), untuk
mengangkut sisa-sisa kotoran, sampah, rumput ke tempat pembuangan.
Sanitasi Kandang dan
Sanitasi Ternak
Sanitasi adalah satu tindakan yang dilakukan untuk
menjaga kesehatan ternak sapi melalui kebersihan. Dengan sanitasi yang baik dan
benar, ternak sapi dapat terbebas dari penyakit yang disebabkan oleh : bakteri,
virus ataupun parasite (Sentosa, 2010).
Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh peternak untuk kebersihan kandang dan lingkungannya. Kegiatan
ini penting karena dengan keadaan kandang serta lingkungan yang bersih, maka
kesehatan ternak maupun pemiliknya menjadi terjamin. Kebersihan kandang bisa
diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga lingkungan menjadi sejuk, nyaman, tidak
berbau maupun lembab. Kandang adalah
bangunan sebagai tempat tingggal ternak yang ditujukan untuk melindungi ternak
dari risiko yang merugikan. Misalnya, terik matahari, cuaca hujan, angin,
gangguan binatang buas dan lain-lain. Dan, tentu saja kandang dibutuhkan untuk
memudahkan dalam pengelolaan ternaknya (Anonima, 2010).
Menurut Effriansyah (2012), ada beberapa
tindakan yang wajib dilakukan peternak dalam aktivitas sanitasi kandang;
1. Selalu membersihkan alat yang telah digunakan dengan desinfektan
dan menjemur dibawah sinar matahari.
2. Menjaga kebersihan kandang dengan cara:
• Merancang ventilasi kandang agar
sirkulasi udara lancar
• Merancang bangunan kandang agar
cahaya matahari dapat masuk ke kandang
• Tidak membiarkan kotoran sapi
menumpuk di kandang
• Segera membersihkan sisa pakan
yang berceceran pada lantai kandang
3. Menjaga kebersihan areal luar kandang, seperti membersihkan
semak-semak atau sampah peternakan.
4. Menjaga kebersihan sapi, salah satunya dengan cara memandikan sapi.
Kulit yang kotor dapat menyebabkan;
• Radang kulit,
• Menggangu kenyamanan sapi
sehingga pertumbuhannya tidak maksimal,
• Sapi kesulitan mengatur suhu
tubuh.
5. Menjaga kebersihan petugas kamdang/pekerja kandang.
6. Menjaga kebersihan pakan, dengan cara menghindari
pemberian pakan yang tercemar oleh bahan-bahan yang membahayakan ternak, seperti;
• Terkontaminasi logam, besi, seng,dan lainnya.
• Racun alami seperti pada pakan
hijauan daun koro, daun ketela pohon serta bunga turi merah.
Sanitasi ternak dilakukan setelah proses sanitasi
kandang selesai dan dilakukan 2 kali setiap hari oleh petugas kandang pada pagi
dan sore hari. Pertama, membersihkan sisa kotoran/feces yang menempel pada
tubuh ternak dengan cara menyemprot dan menyikat tubuh ternak mulai dari badan
hingga kaki/kuku ternak. Tujuannya yaitu agar pada saat akan dilakukan program
kondisi ternak dalam keadaan bersih (Rudi, 2012).
Pekerjaan memandikan dilakukan 2 kali setiap
harinya, sedangkan pembersihan lantai kandang juga minimal 2 kali setiap
harinya. Namun demikian apabila terdapat kotoran sapi maupun rumput sisa yang
berserakan di lantai kandang di luar pembersihan rutin, maka perlu dilakukan
pembersihan secepatnya. Kotoran tersebut dimasukan ke dalam selokan atau tempat
penampungan kotoran (drum plastik) yang disediakan (Rudi, 2012).
METODOLOGI
PRAKTEK
Waktu dan
Tempat
Praktek Lapang Feedlot
(Nutrisi) dilaksanakan pada ……………..
Jenis dan
Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada
praktek lapang ini yaitu;
1. Data
kualitatif
Data kualitatif diperoleh
melalui berbagai macam teknik pengumpulan data. Contohnya adalah wawancara,
analisi dokumen dan observasi yaitu data yang berbentuk kata, kalimat dan tanggapan.
2. Data
kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data
yang berupa bilangan atau angka-angka. Sesuai dengan bentuknya, data
kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungn
matematika atau statistika.Contohnya jumlah ternak dan jumlah pekerja.
Sumber data yang akan digunakan pada
penelitian ini yaitu :
1. Data
primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau narasumber yang
didapat dari hasil wawancara langsung dengan responden atau narasumber.
2. Data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, Badan Pusat
Statistik, Laporan Dinas Peternakan, Pemerintah Setempat dan Profil Usaha.
Metode
Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam praktek lapang ini yaitu:
a. Observasi,
yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung
terhadap kondisi lokasi praktek lapang , serta berbagai aktivitas pekerja.
b. Wawancara,
yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan orang
yang memiliki dan menjalankan usaha penggemukan (feedlot).
Kegiatan
Yang Dilakukan
Berdasarkan kegiatan yang
telah dilakukan pada praktek lapang
Feedlot (Nutrisi) adalah observasi dan wawancacara. Observasi, yaitu
pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap
kondisi lokasi praktek lapang , serta berbagai aktivitas pekerja. Wawancara,
yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan pemilik
dan pekerja yang memiliki dan melakukan usaha penggemukan (feedlot) sapi
potong.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Keadaan
Khusus Ternak Sapi Potong Di Rumah Penggemukan Hewan
Berdasarkan praktek lapang yang
telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa keadaan khusus untuk ternak sapi potong
yang ada di kandang penggemukan dalam kondisi yang sehat. Kandang dari ternak
potong ditempati oleh ternak dalam adalah kandang individu. Di lokasi feedlot,
sapi yang digemukan yaitu 1 ekor Sapi Limosin (Bos Taurus) dan 50 ekor Sapi Bali (Bos indicus). Hal ini sesuai pendapat Anonim b (2010), pemeliharaan
secara intensif yaitu ternak dipelihara secara terus menerus di dalam kandang
sampai saat dipanen sehingga kandang mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi
disuplai oleh peternak, termasuk pakan dan minum.
Aktivitas lain seperti
memandikan sapi juga dilakukan serta sanitasi dalam kandang. Kebutuhan nutrisi
dari masing-masing ternak berbeda-beda karena kebutuhan hidup dan produksi dari
masing-masing ternak juga berbeda-beda. Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan
makanan berupa hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonima
(2010), yang menyatakan bahwa setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan
seperti sapi dalam masa pertumbuhan,
sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara:
yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi
cara pertama dan kedua.
Pemberian pakan sapi yang
dilakukan yaitu dengan cara kereman, yaitu ternak didalam kandang dan diberikan
pakan. Pemberian pakan dengan cara ini merupakan pemberian pakan yang terbaik.
Hal ini sesuai dengan pendapat Anonima (2010), yang menyatakan bahwa
pemberian pakan dengan kereman adalah pemberian pakan yang terbaik.
Menurut keadaannya, jenis
hijauan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan
silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan
(leguminosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi
adalah rumput gajah, daun turi, daun lamtoro (Anonima, 2010).
Fase Pertumbuhan
Ternak Sapi Potong di Rumah Penggumkan Hewan
Ternak sapi potong akan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan, sejak dari pembuahan hingga menjadi
dewasa. Yang dimaksud dengan pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau
pertambahan ukuran tubuh sapi sesuai dengan umur. Kecepatan pertumbuhan sapi
tidak selalu sama. Pada saat pembuahan, pertumbuhan berlangsung lambat,
kemudian menjadi cepat saat menjelang kelahiran. Sesudah lahir, pertumbuhan
semakin cepat hingga usia penyapihan. Pertumbuhan secara cepat ini akan
bertahan dari usia penyapihan hingga usia pubertas, dan mulai menurun pada saat
usia dewasa, hingga akhirnya berhenti. Jadi fase hidup ternak sapi yang
pertumbuhannya paling cepat adalah pada saat sapi dilahirkan hingga mencapai
usia pubertas (Anonima, 2010).
Menurut Anonima (2011),
bahwa proses pertumbuhan apabila ditinjau dari ruang lingkup kehidupan ternak,
maka dapat dibagi dalam 2 (dua) periode
waktu yaitu :
1. Pertumbuhan
pre-natal.
Pertumbuhan pre-natal
merupakan pertumbuhan pada periode waktu selama masih embrio, yang kemudian
tumbuh berkembang menjadi foetus. Dengan kata lain, pertumbuhan pre-natal
merupakan pertumbuhan pada periode waktu hidup dalam kandungan. Pada periode
ini pertumbuhan foetus yang terbesar mulai dari 2/3 akhir masa kebuntingan,
oleh karena itu hendaknya mulai saat itu pemberian makanan induk diusahakan
sebaik mungkin karena pada pertumbuhan pre-natal ini banyak dipengaruhi oleh
kondisi induk melalui fungsi dari placenta. Sebagai contoh pada induk ternak
perah yang sedang bunting akan dilakukan suatu periode kering kandang (tidak diperah)
mulai umur kebuntingan 7 (tujuh) bulan dengan maksud agar air susu tidak
diperah lagi dan energi dari air susu dipergunakan untuk memulihkan kondisi
serta untuk mensuplai makanan foetus yang relatif pertumbuhannya cepat.
2. Pertumbuhan
post-natal
Pertumbuhan post-natal
dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan terjadinya kematian secara alami.
Pada saat lahir sampai dengan saat penyapihan terjadi pertumbuhan yang relatif
cepat dan kemudian setelah umur sapih mengalami penurunan sedikit. Kecepatan
pertumbuhan anak sejak dilahirkan sampai dengan disapih sangat bergantung
kepada atau banyak ditentukan oleh produksi air susu induk, disamping adanya
pengaruh dari makanan dan lingkungan.
Dengan kata lain, pertumbuhan selama periode laktasi banyak dipengaruhi oleh faktor
induk (maternal factor). Pada saat menjelang dewasa kelamin (pubertas) terjadi
pertumbuhan yang cepat kembali, sedang pada saat menjelang dewasa tubuh
(mature), laju pertumbuhan relatif lambat dan sesudah itu pemeliharaan ternak
potong pada umumnya sudah tidak menghasilkan kenaikan berat badan lagi. Pada
ternak sapi dewasa kelamin (pubertas) dicapai pada umur lebih kurang 8 bulan,
sedangkan dewasa tubuh (mature) dimana maksimum
ukuran tubuhnya tercapai yaitu kira-kira pada umur 6-8 tahun.
Sistem Penggemukan (Feedlot) Ternak Sapi di Rumah Peggemukan Hewan
Berdasarkan
praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa sistem
peggemukan (feedlot) ternak sapi potong di Rumah Penggemukan Hewan dilakukan
dengan sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan. Hal ini sesuai
pendapat Hernowo (2006), yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan sapi potong
dikategorikan dalam tiga yaitu sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak
dikandangkan, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada
malam hari dan dilepas di padang penggembalaan pada pagi hari dan sistem
pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan.
Sistem Pemberian Pakan Ternak Sapi Potong di Rumah Penggemukan Hewan
Berdasarkan
praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa pemberian pakan
dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi atau pembersihan kandang.
Pemberian pakan pada pagi hari hari diberikan konsentrat berupa campuran dedak,
ampas tahu, molasses, dan garam. Pemberian konsentrat tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pH rumen dan sebagai penambah energi, begitu pula dengan pemberian
air minum diberikan secara adlibitum (tidak terbatas). Sedangkan pada sore hari
diberikan hijauan berupa rumput gajah (pennisetum purpureum). Hal ini sesuai
dengan pendapat Rianto dan Purbowati (2009), yang menyatakan bahwa pemberian
pakan pada ternak sapi potong sebaiknya ransum tidak diberikan sekaligus dalam
jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi menjadi beberapa bagian.
Pemberian konsentrat dengan kandungan karbohidrat tinggi akan mudah
terfermentasi sehingga menghasilkan asam lemak dengan mudah (volatile fatty
acid/VFA) yang berpotensi menurunkan pH rumen. Sementara pemberian konsentrat
yang banyak mengandung protein terdegradasi (rumen degradable protein, RDP)
akan menghasilkan NH3 yang berpotensi meningkatkan pH rumen. Kondisi
peningkatan atau penurunan pH rumen secara ekstrim akan berbahaya bagi
kesehatan ternak, bahkan dapat berakibat fatal, yaitu terjadinya kematian pada
ternak.
Sistem Perkandangan Ternak Sapi Potong di Rumah Penggeumkan Hewan
Berdasarkan
praktek lapng yang telah dilakukan, maka
diperoleh hasil bahwa Sistem perkandangan ternak sapi potong di kandang sapi
potong Rumah Penggemukan Hewan mengunakan jenis kandang individu, yaitu model
kandang dimana dalam setiap satu ruangan kandang ditempatkan satu ekor ternak
dan dipelihara dan diberi pakan secara intensif. Hal ini sesuai pendapat Anonima
(2010), yang menyatakan bahwa kadang individu merupakan model kandang di dalam setiap
satu ruangan kandang ditempatkan satu ekor ternak secara intensif. Penggunaan tenaga kerja untuk kandang invidu
cukup banyak dibanding kandang model kelompok atau kloni, karena pekerjaan
rutin harian adalah membersihkan tempat pakan, minum dan memberikan pakan.
Dalam hal ini satu orang tenaga kandang mampu menangani sekitar 10 (sepuluh) ekor.
Sanitasi
Ternak Sapi Potong dan Sanitasi Kandang Di Rumah Penggemukan Hewan
Berdasarkan
praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa sanitasi ternak
sapi potong dan sanitasi kandang sapi potong di Rumah Penggemukan Hewan
dilakukan 1 (satu) kali sehari yaitu
setiap pagi hari, dimana sanitasi ternak dilakukan dengan membersihkan sisa
kotoran atau feses yang menempel pada tubuh ternak dengan cara memandikan dan
menyikat tubuh ternak mulai dari badan hingga kaki/kuku ternak. Hal ini sesuai
pendapat Rudi (2012), yang menyatakan bahwa petugas kandang pada pagi dan sore
hari. Pertama, membersihkan sisa kotoran/feces yang menempel pada tubuh ternak
dengan cara menyemprot dan menyikat tubuh ternak mulai dari badan hingga
kaki/kuku ternak. Tujuannya yaitu agar pada saat akan dilakukan program kondisi
ternak dalam keadaan bersih. Pekerjaan memandikan dilakukan 2 kali setiap harinya,
sedangkan pembersihan lantai kandang juga minimal 2 (dua) kali setiap harinya.
Namun demikian apabila terdapat kotoran sapi maupun rumput sisa yang berserakan
di lantai kandang di luar pembersihan rutin, maka perlu dilakukan pembersihan
secepatnya. Kotoran tersebut dimasukan ke dalam selokan atau tempat penampungan
kotoran (drum plastik) yang disediakan.
Sanitasi
kandang dilakukan dengan kandang dibersihkan dari kotoran yang umumnya sisa
bahan pakan yang bercampur dengan kotoran sapi itu sendiri, selokan, palungan
(tempat makan dan air minum), gang tengah dan lantai. Hal ini sesuai pendapat
Rudi (2010), yang menyatakan bahwa secara umum sanitasi kandang dilakukan
dengan permbersihan lantai kandang, pembersihan bak makanan dan bak minum,
memandikan sapi, pemotongan kuku dan pelepasan sapi di lapangan untuk exercise.
Sanitasi kandang dilakukan 2 (dua) kali setiap hari oleh petugas kandang yaitu
pada pagi dan sore hari. Pertama, membersihkan kotoran/feces yang kemudian di
tampung di dalam drum untuk kemudian dijadikan pupuk organik. Kedua,
membersihkan sisa pakan ternak kemudian dibuang. Ketiga, menyemprot dan
menyikat lantai kandang sampai bersih dengan menggunakan sikat dan air.
Keempat, melakukan pembersihan bak pakan dan air minum dengan menggunakan sikat
sampai bersih kemudian membersihkan dan mengganti air desinfektan di sekitar
kandang. Kelima, membersihkan langit-langit dan tembok di sekitar lingkungan
kandang.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
a) Keadaan
khusus untuk ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi yang sehat.
Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak yaitu kandang individu.
b) Jumlah
sapi yang digemukan berjumlah 51 ekor, terdiri atas sapi 1ekor Sapi Limousine
dan 50 ekor sapi bali.
c) Pemberian
pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi atau pembersihan
kandang. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan konsentrat, sedangkan sore
hari diberikan hijauan. Pemberian air minum diberikan secara adlibitum.
Saran
Untuk Rumah Penggemukan
Hewan
Kiranya
fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan proses penggemukan di Rumah
Penggemukan Hewan makin dilengkapi dan dipenuhi standarisasinya serta untuk
pegawai yang bekerja di rumah penggemukan hewan, kiranya dapat memakai seragam
khusus untuk pegawai rumah penggemukan hewan (feedlot).
Untuk Praktek Lapang Selanjutnya
Sebaiknya
dalam praktek lapang selanjutnya, diharapkan mahasiswa dapat lebih disiplin
waktu demi kelancaran praktek lapang. Selain itu, lokasi praktek lapang
sebaiknya di daerah (Kabupaten) yang memiliki tempat Penggemukan (Feedlot) yang
memiliki fasilitas dan tempat yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT.
Gramedia. Jakarta.
Anonima.2010. Penuntun Praktikum Ilmu Produksi Ternak
Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Anonimb.2010. Pemeliharaan Sapi Potong. Unitas. Http://suara‑komunitas.net. Di-akses pada tanggal 14 November 2015.
Anonim. 2011. Fase pertumbuhan sapi potong. http://damarapeka.wordpress.com
/2011/07/14/pertumbuhan-ternak-potong-2/. Diakses
pada tanggal 14 November 2015.
Anonima. 2012. Pakan Peluang Usaha Spi Potong.http://binaukm.com. Diakses pada tanggal 14 November 2015.
Anonimb. 2012. Teknik Pencampuran
Pemberian Pakan. http://www. Anneahira.com.
Diakses pada tanggal 14 November 2015.
Effriansyah, Yudi. 2012. Sanitasi kandang
ternak. http://anpet10.blogspot.com /2012/04/laporan-tetap-ilmu-teknologi-produksi_27.html. Diakses tanggal
14 November 2015.
Hafid, N., 2008. Teknis Beternak Sapi Potong. http://ternakblog.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 14 November 2015.
Hernowo, B.
2006. Prospek pengemangan usaha peternakan sapi potong di kecematan surade kabupaten sukabumi.
Fakultas peternakan Institut pertanian
bogor. Bogor.
Kusharjanta B, Diharjo K, dan Haryanto, 2004. Rekayasa Mesin Pencampur Makanan Ternak
(Komboran Kering) Sapi Dengan Memanfaatkan Tong Bekas Untuk Kalangan Peternak
Menengah Ke Bawah. Vucer Dikti, Jakarta.
Marhadi. 2009. Peremajaan Padang Penggembalaan.
http://marhadinutrisi06. blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 November 2015.
Mishama.2013. Pola sistem Produksi. http://harumishma.blogspot.com/2013/09/pola-atau-sistem-produksi-pada.html. Diakses pada tanggal 14 November 2015.
Prabowo, 2008. Budidaya Sapi Potong. http://teknis-budidaya.blogspot.com. Diakses
pada tanggal November 2015.
Rianto, E. dan
Purbowati, E. 2009. Sapi
Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rudi, Apep
Priatna. 2012. Manajemen Pemeliharaan Sapi
Donor, Resipien Dan Pedet Hasil TE. http://apeptea.wordpress.com /tag/sanitasi/. Diakses tanggal 14 November 2015.
Saleh. 2012. Budidaya
Ternak Sapi Potong Dengan Nutrisi. http://epetani.deptan.go.id/budidaya
budidaya-ternak-sapi-potong-dengan-nutrisi-4073.Diakses pada
tanggal 14 November 2015.
Sansoucy. R
and Hall, J.M. 1981. Open Yard Housing for Young Cattle. Food and Agriculture Organization of The
United. Nation. Rome.
Sudarisman. 2012. Faktor pertumbuhan Ternak Potong.http://pelajaranilmu.blog-spot.
com/2012/04faktor-pertumbuhan-ternak-potong.html. Diakses pada
tanggal 14 November 2015.
Sugeng, Y. B. 2003. Ternak Potong dan Kerja.
Edisi I. CV. Swadaya : Jakarta
Tulloh. 1978.
Pemeliharaan Sapi Potong, Bogor.
Williams, IH. 1982. Nutrition and Growth of Caw. Australia.
0 comments:
Post a Comment