Popular Posts

Wednesday, June 22, 2016

Makalah Bioenergi

Bioenergi (Biomass energy) didefinisikan sebagai Energi yang bersumber dari bahan organik (the energy from organic matter ). Biomassa digunakan sebagai bahan baku terbarukan yang dengan sumber yang  mudah didapatkan.Bahan-bahan organik dapat berasal dari tumbuhan dan hewan, termasuk limbah dan residunya msing-masing, disebut biomassa. 
Ketersediaan energi yang bersumber dari fosil diramalkan tidak akan berlangsung lebih lama lagi. Kondisi ini memerlukan solusi yang lebih cepat dan tepat dengan mencari dan menemukan sumber-
sumber energi alternatif. Diantara berbagai jenis energi alternatif yang tersedia (wind/solar/ocean power, geo-thermal, tenaga baterai dll), bioenergi dengan sifat-sifatnya yang dapat diperbarui, lebih bersih (ramah lingkungan, dapat segera terurai, dan mampu mengeliminasi GRK), serta bahan baku yang lebih mudah tersedia, merupakan energi alternatif yang dapat dengan segera diwujudkan.

Bioenergi (Biomass energy) didefinisikan sebagai Energi yang bersumber dari bahan organik (the energy from organic matter ). Biomassa digunakan sebagai bahan baku terbarukan yang dengan sumber yang  mudah didapatkan.Bahan-bahan organik dapat berasal dari tumbuhan dan hewan, termasuk limbah dan residunya msing-masing, disebut biomassa. Material-material tersebut  merupakan bahan berbasis karbon yang bereaksi dengan oksigen dalam pembakaran dan proses metabolisme alami untuk melepaskan panas.Bahan baku tersebut merupakan hasil bahan alam yang tersedia dan merupakan hasil dari proses fotosintesis. Proses fotosintesis pada tumbuhan mengolah energi matahari dengan mengubah karbon dioksia (CO2) dari udara (O2) dan air (H2O) menjadi karbohidrat dan minyak serta senyawa kompleks yang kaya akan karbon, hidrogen dan oksigen. Karbohidrat yang akaya akan energi, minyak, dan serat dapat dipanen dan digunakan untuk berbagai jenis bioenergi.
Penggunaan bioenergi dimaksudkan pula untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Emisi bersih yang dihasilkan dapat berasal dari berbagai tanaman yang dapat tumbuh dengan mudah. Penggunaan tanaman tersebut juga dapat membantu meningkatkan keuntungan bagi industri pertanian. Bioenergi seiring dengan perkembangan teknologi dapat dengan segera menjadi bentuk yang modern.Aplikasi bioenergi dibagi atas tiga bagian besar :
A.  Biofuels.
Biomassa yang dapat diubah menjadi bahan bakar cair untuk transportasi. Dua jenis biofuel yang paling umum digunakan yaitu (bio)ethanol dan biodeisel.
Etanol merupakan jenis alkohol yang dapat ditemukan dalam bir dan anggur. Etanol banyak digunakan sebagai tambahan bahan bakar untuk mengurangi karbon monoksida kendaraan dan emisi penyebab asap bagi mesin mesin pabrik yang lain.
Biodiesel dibuat dengan menggabungkan alkohol (metanol) dengan minyak sayur atau lemak hewan. Hal ini digunakan pula untuk mengurangi emisi kendaraan ( dapat mencapai 20%) atau dalam bentuk murni sebagai bahan bakar alternatif terbarukan.
Biodiesel dari Mikroalga spesies Cholerra spp.
Mikroalga disaring, dikeringkan, dan diekstraksi.Hasil ekstraksi berupa minyak kasar yang harus dipisahkan menggunakan pelarut heksan atau dietil eter. Pemurnian lebih lanjut dengan proses transesterifikasi.
Transesterifikasi ini mengonversi asam lemak bebas menjadi alkil ester. Reaksi esterifikasi dengan mereaksikan minyak kasar mikroalga dengan alkohol dan penambahan katalis asam (asam sulfat, asam klorida, asam sulfonat organik, atau resin penukar kation asam kuat). Proses transesterifikasi minyak kasar mikroalga menghasilkan biodiesel sebesar 80 %.
Biofuel lain yang digunakan adalah metanol. Metanol selain diproduksi dari gas alam, dapat pula diproduksi dari pengubahan biomassa. Cara yang mudah untuk mengubah biomassa menjadi metanol adalah dengan teknologi gasifikasi. Gasifikasi melibatkan penguapan biomassa pada suhu tinggi kemudian mengeluarkan sisa gas panas melewati katalis yang kemudian mengubahnya jadi metanol.
Banyak komponen bensin diformulasikan ulang diproduksi dari biomass dengan menambahkan zat yang dapat mengurangi polusi seperti MTBE (methyl tertiary butyl ether dan ETBE (ethyl tertiary butyl ether).
A.  Biopower
Biopower didefinisikan sebagai pengubahan biomassa secara langsung dengan proses pembakaran menjadi bahan bakar gas atau minyak untuk menghasilkan listrik. Sampai saat ini terdapat enam sistem utama dalam metode penggunaan biopower.
1.         Direct-fired system.
Sebagian besar pembangkit biopower didunia menggunakan sistem ini. Pembangkit biopower dengan sistem direct-fired ini menggunakan sistem yang menyerupai pembangkit listrik konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil. Biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar kemudian dipanaskan dalam ketel uap raksasa untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi. Uap yang timbul kemudian dialirkan menuju turbin-turbin uap yang emiliki bilah-bilah turbin aerodinamis. Pergerakan uap pada bilah-bilah turbin tersebut menyebabkan turbin berputar. Putaran yang dihasilkan oleh turbin-turbin uap dihubungkan dengan generator listrik dan diubah menjadi energi listrik. Biopower yang bergerak dengan sistem direct-fired ini dapat menghasilkan tenaga listrik dalam kisaran 20-50 MW. Kisaran ( jumlah daya listrik yang dihasilkan ini ) yang jauh dari pembangkit tenaga listrik batu bara (100-1.500 MW) lebih sering disebabkan karena pasokan biomassa yang tersedia untuk biopower lebih sedikit dibanding untuk pertanian. Peningkatan efisiensi yang dimunculkan berupa perbaikan komponen dan kemampuan peralatan untuk menghasilkan daya yang lebih besar belum dapat segera terealisasikan karena besarnya energi yang dihasilkan tidak sebanding dengan harga yang dikeluarkan untuk pengadaan bahan baku biomassa tersebut. Efisiensi pembangkit biomassa telah dapat ditingkatkan hingga 40% dalam skala uji laboratorium, meskipun tingkat efisiensi pabrik yang ada masih rendah 20% .
Pada beberapa industri, uap yang timbul dari sistem ini digunakan dalam proses manufakturing atau untuk menyediakan panas ruangan di musim dingin. Contoh lain misalnya, limbah kayu digunakan untuk menghasilkan listrik dan uap pada pabrik kertas.
2.         Co-firing sytem.
          Sistem co-firing merupakan perpaduan antara metode pembangkit listrik konvensional dengan pembangkit listrik yang menggunakan sumber-sumber biomassa. Sistem ini melibatkan biomassa untuk menggantikan sebagian batu bara yang terdapat pada tungku pembangkit listrik. Biaya yang tidak sedikit untuk membangun pembangkit biopower yang baru dapat ditekan dengan menggunakan sistim ini. Peralatan-peralatan dan komponen-komponen yang terdapat pada pembangkit listrik batu bara dapat digunakan tanpa memerlukan biaya modifikasi yang besar.
          Penggunaan biomassa untuk menggantikan batu bara dalam sistem pembangkit tenaga listrik biopower dapat mengurangi kadar sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NOX) dan emisi udara lainnya. Biomassa yang dikonversi menjadi energi  listrik memiliki efisiensi yang berkisar 33-37% dari pembangkit listrik batu bara yang ada.
3.         Gasification system.
          Sistem gasifikasi menggunakan suhu tinggi dan lingkungan yang miskin oksigen dalam suatu mekanisme tertentu untuk mengubah biomassa menjadi gas campuran (hidrogen, karbon monoksida, dan metana).  Biomassa padat yang terdapat dalam lingkungan oksigen yang terbatas dapat dengan mudah rusak dan terbakar. Sistem ini biasanya digunakan dengan menggabungkannya dengan turbin uap untuk menghasilkan listrik. Efisiensi sistem ini dapat mencapai 60%. Sistem ini biasanya terdapat berdampingan dengan sistem pembakaran batu bara atau gas alam dan digunakan untuk menambah pengapian atau menaikkan kemampuan pembakaran pada sistem pembakaran tersebut.
4.         Anaerobic digestion system.
          Pembangkit Biopower dengan sistem Anaerobic digestion melibatkan penggunaan bakteri untuk menguraikan bahan organik tanpa adanya oksigen. Penguraian bahan organik tersebut menghasilkan gas metana yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Metana yang  digunakan sebagai sumber energi nyaris tanpa jeda dan energi dapat dikonversikan menjadi energi listrik.  Metana sebagian besar digunakan dalam bentuk ketel uap yang menghasilkan uap untuk pembangkit listrik atau untuk proses industri. Penggunaan gas metana dalam bentuk mikroturbin dan sebagai sel bahan bakar termasuk contoh yang paling mutakhir. Microturbin memiliki daya luaran hingga 500 kilowatt. Metana yang difungsikan sebagai sel bahan bakar dapat terus berfungsi menghasilkan listrik selama gas metana masih dihasilkan.
5.         Pyrolisis system.
          Biopower dengan sistem pyrolisis dapat berjalan ketika biomassa dipanaskan dalam ketiadaan oksigen. Biomassa tersebut kemudian dapat berubah menjadi cairan yang disebut minyak pirolisis yang dapat dibakar seperti minyak bumi untuk menghasilkan listrik.
6.         Small modular system.
          Sistem small modular menggunakan beberapa teknologi yang sama disebutkan sebelumnya dengan menggabungkan beberapa metode tetapi pada skala penggunaan yang relatif lebih kecil, misalnya pada desa, industri pertanian, dan industri-industri kecil yang lain. Sistem ini dapat digunakan di wilayah-wilayah terpencil dengan kelangkaan listrik tetapi memiliki biomassa yang melimpah.
B.  Bioproducts.
Bioproduct didefinisikan sebagai bahan-bahan yang dibuat dengan biomassa (produk berbasis organisme) Bioproduct tidak hanya dibuat dari sumber energi yang terbarukan tetapi juga hanya memerlukan sedikit energi daripada produk yang bersumber dari minyak bumi. Para  peneliti menemukan bahwa mekanisme yang terdapat dalam pembentukan biofuel pada tanaman juga dapat digunakan untuk membuat antibeku, plastik, lem, pemanis buatan dan gel untuk pasta gigi.
Bioproduct yang penting dihasilkan dari biomassa adalah karbon monoksida dan hidrogen. Gas ini biasa disebut gas biosisntesis campuran. Gas biosintesis dapat digunakan dalam pembuatan plastik dan asam ayng dapat digunakan dalam pembuatan film fotografi, tekstil dan kain sintesis. Bioproduct yang lain adalah fenol. Fenol dapat diekstrak dri minyak pirolisis pada pirolosis sistem. Fenol digunakan untuk membuat lem kayu, plastik, dan penyekat busa.
Ketersediaan biomassa sebagai bahan baku cukup melimpah di alam. Biomassa berupa material-material organik dapat berupa pohon-pohon, tanaman pertanian atau sisa-sisa bagian tanaman, bagian-bagian hewan, dan lain lain. Produksi bioenergi dapat dimulai dari bahan baku apa saja yang tersedia melimpah di wilayah sekitar. Karenanya pertimbangan bahan baku tersebut menjadi pertimbangan yang utama. Bahan baku yang tersedia memiliki keuntungan masing-masing. Selain faktor geografis dimana bahan baku tersebut mudah didapatkan, faktor-faktor seperti : berapa banyak biomassa yang dapat dihasilkan, kualitan dan jenis tanah yang diperlukan, pemasukan air dan unsur hara, kepadatan energi, biaya produksi dan lain-lain.
Perkembangan Bioenergi
Bioenergi yang diproduksi dari perkebunan sereal dan tebu merupakan sumber bioenergi generasi pertama (First Generation Biofuels/FGB). Produksi dalam jumlah besar dari sumber bioenergi tersebut dapat menggantikan sumber energi fosil secara kompetitif, tetapi ada beberapa keterbatasan seperti perlunya input pendukung produktivitas pertanian yang intensif, persyaratan lahan yang cocok dan adanya kompetisi antara kebutuhan akan bahan makanan dengan kebutuhan akan sumber bioenergi tersebut. Dengan demikian, meskipun merupakan sumber energi terbarukan, FGB ini bukanlah merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi permintaan energi yang ada.
Bioenergi generasi kedua (Second Generation Biofuels/SGB) adalah bioenergi yang diturunkan dari biomassa lignoselulolitik. Bioenergi generasi kedua diproduksi dari tanaman non pangan seperti kayu, sampah organik, limbah tanaman pangan, dan tanaman biomassa tertentu. Biaya yang lebih kompetitif dalam kaitannya dengan bahan bakar fosil yang ada menjadikannya tujuan pengembangan energi yang lebih bersih dari segi produksi dan ekonomi. Hingga kini, telah dikembangkan produk-produk SGB secara kompetitif pada berbagai tahap penelitian dan produksi skala pilot, meskipun produksi SGB dalam jumlah besar juga menimbulkan outcome negatif sebagaimana yang terjadi pada produksi FGB.  Sebagian produk-produk tersebut telah dikomersialisasikan, tetapi masih menyisakan masalah yaitu perlunya input pertanian yang intensif, lahan dan pengairan yang berkompetisi dengan kebutuhan untuk produksi bahan makanan, sehingga pengembangannya masih merupakan dilema yang berkepanjangan.
§ Sumber non-pangan (kayu, sampah organik, limbah tanaman pangan, dan tanaman biomassa tertentu).
§ Teknologi konversi melalui dua jalur utama: biokimia dan rute termokimia.
§ Biaya yang lebih kompetitif.
§ Pertanian yang intensif dalam skala besar masih butuh lahan dan pengairan.
Konversi energi melalui Biokimia dapat dilakukan oleh mikroorganisme yang dapat memecah selulosa dan lignin untuk menghasilkan gula yang terkandung dalam biomassa. Jalur ini menghasilkan 'selulosa etanol'. Mikroorganisme yang direkayasa juga dapat mengubah biomassa menjadi bahan bakar gas seperti biogas dan biohydrogen, melalui proses yang dikenal sebagai pencernaan anaerobik. Terobosan dalam biologi sintetis dapat menghasilkan organisme biologis buatan yang melaksanakan tugas ini dengan cara yang sangat efisien.
Teknologi dengan jalur Termokimia mengkonversi biomassa melalui proses seperti gasifikasi dan pirolisis. Gasifikasi memungkinkan untuk produksi biofuel sintetis sangat bersih, dengan mencairkan syngas melalui mekanisme gabungan Fischer-Tropsch, jalur ini dikenal sebagai 'biomassa-to-cairan' (BTL).Energi yang diproses melalui jalur ini menjanjikan peningkatan efisiensi. Dalam metode pirolisis cepat, biomassa dipanaskan secara langsung (450-600 ° C) dalam ketiadaan udara untuk menghasilkan bahan bakar berat jenis minyak cair - bio-oil atau minyak pirolisis - yang dapat lebih disempurnakan menjadi berbagai bahan bakar desainer atau digunakan seperti. Biooil dan residu nya (char) dapat diperlakukan sebagai bahan baku untuk produksi bahan bakar BTL.
Bioenergi generasi pertama (etanol) dan kedua (biodiesel) memiliki keterbatasan yang menjadikannya kurang ideal sebagai pengganti minyak bumi jangka panjang. Generasi pertama untuk etanol membutuhkan bahan baku yang berbasis tanaman pangan, misalkan jagung dan tebu. Begitupun dengan bioenergi generasi kedua yang menghasilkan biodiesel. bahan baku uatama untuk pembuatan biodiesel ini berupa kedelai dan kelapa. Semua bahan baku tersebut dibatasi oleh lahan pertanian yang sesuai, penggunaan air tawar, pupuk, dan konsumsi manusia. Pasar yang timpang antara pemenuhan konsumsi manusia disatu sisi dan untuk penggunaan biofuel disisi lain membuat harga pangan dunia terus merangkak naik selama beberapa tahun. Masalah yang lain pula menyangkut pengurangan gas rumah kaca dan emisi CO2 di atmosfir. Bioenergi yang berupa biofuel generasi pertamadapat melepaskan lebih banyak karbon dalam proses produksinya daripada karbon yang ditangkap dalam pertumbuhan tanaman bahan bakunya.Selain itu penggunaan biofuel tersebut belum dapat digunakan dalam mesin-mesin yang belum dimodifikasi. Pemakaiannya pun masih dalam skala yang kecil. Biofuel generasi pertama dan kedua masih belum dapat digunakan sebagai bahan bakar jet ataupun dalam skala industri. 
Sumber bioenergi generasi ketiga (TGB) adalah produksi bioenergi liquid dari organisme aquatik seperti mikroalga. Penggunaan TGB yang mengandung secara signifikan sejumlah lipid dan karbohidrat sebagai sumber biodiesel dan bioetanol dapat dikembangkan tanpa adanya keterbatasan-keterbatasan seperti pada penggunaan FGB maupun SGB.
Etanol dari tanaman yang dimodifikasi untuk pengolahan lebih mudah (misalnya tanaman Populus –sekeluarga dengan kapas- dengan kandungan lignin yang lebih rendah), dan biodiesel dari alga (Oilgae) adalah biofuel generasi ketiga. Ganggang penghasil minyak yang biodegradable dengan hasil bahan baku yang tinggi tetapi rendah-masukan. Namun, kebanyakan ilmuwan menyarankan bahwa produksi komersial skala besar ini biofuel generasi ketiga akan mengambil tahun dari pengembangan lebih lanjut. Menariknya, biofuel generasi ketiga memiliki kinerja yang lebih baik mengurangi CO2 daripada bioenergi generasi pertamadan generasi kedua.
Para ilmuwan di Balai Penelitian Pertanian Texas A & M University (TEES) telah berhasil mengembangbiakkan sorgum yang memiliki tingkat toleransi yang tinggi pada kekeringan. Sorgum tersebut dapat menghasilkan antara 37 dan 50 ton biomassa kering per hektar (15 sampai 20 ton per hektar). Tanaman ini memiliki kadar gula tinggi dikembangkan lebih lanjut sebagai tanaman bioenergi untuk memproduksi etanol.
Peneliti yang berada pada Asiatic Pusat Genome Technology mulai merekayasa urutan genom pohon kelapa sawit yang akan menghasilkan tanaman sawit yang lebih cocok untuk industri biofuel.
Peneliti menciptakan tanaman jagung yang sudah berisi enzim yang dibutuhkan untuk mengkonversi biomassa menjadi bahan bakar. Ini adalah contoh tanaman yang radikal 'generasi ketiga'. Para ilmuwan mengandalkan bidang yang muncul biologi sintetis untuk menemukan prinsip-prinsip yang diperlukan untuk memungkinkan desain tanaman. Beberapa diantaranya telah merekayasa singkong dengan gen yang dapat meningkatkan kadar pati lebih dari umumnya untuk biofuel.
Kebanyakan organisme aquatik memiliki potensi sebagai sumber lipid untuk produksi bioenergi (bio-oil). Secara khusus, melalui konversi termokimia atau biokimia, mikroalga dapat digunakan untuk menghasilkan bio-oil dan gas, bioetanol, biodiesel dan bio-hidrogen. Beberapa keuntungan yang signifikan berkaitan dengan produksi TGB adalah dapat diproduksi sepanjang tahun, produktivitas tinggi dibandingkan dengan produktivitas tanaman di lahan daratan, tidak berkompetisi dengan kebutuhan bahan makanan dan mengurangi kebutuhan lahan untuk produksi.Manfaat lebih lanjut dari TGB yang berbasis alga adalah bahwa biofuel yang dihasilkan  dapat diproduksi menjadi berbagai macam bahan bakar seperti solar, bensin dan bahan bakar jet.
          Bioenergi generasi keempat (Fourth Generation Bioenergy) merupakan prinsip penggunaan bioenergi yang berkelanjutan. Penggunaan biofuel sebagai bahan bakar tidak hanya ditujukan untuk menghasilkan energi, tetapi digunakan pula untuk menangkap dan menyimpan CO2. Biomassa yang digunakan sebagai bahan baku yang telah menyerap CO2 saat tumbuh, diubah menjadi bahan bakar menggunakan proses yang sama seperti biofuel generasi kedua. Proses ini berbeda dari produksi generasi kedua dan ketiga sebagai di semua tahapan produksi karbon dioksida ditangkap menggunakan proses seperti pembakaran oxy-fuel. Karbon dioksida kemudian dapat geo diasingkan oleh menyimpannya dalam bidang minyak dan gas tua atau akuifer garam. Menangkap karbon ini membuat biofuel generasi keempat produksi karbon negatif ketimbang hanya karbon netral, karena 'kunci' jauh lebih banyak karbon daripada menghasilkan. Sistem ini tidak hanya menangkap dan menyimpan karbon dioksida dari atmosfer tetapi juga mengurangi emisi co2 dengan mengganti bahan bakar fosil.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.renewableenergyworld.com/rea/tech/bioenergy
http://cta.ornl.gov/bedb/biopower/Biopower_Overview.shtml
http://www.greentechmedia.com/research/report/third-and-fourth-generation-biofuels
http://energyfromwasteandwood.weebly.com/generations-of-biofuels.html
http://www.biofuelsdigest.com/bdigest/2010/05/18/3g-4g-a-taxonomy-for-far-out-%E2%80%94-but-not-far-away-%E2%80%94-biofuels/ 

0 comments:

Post a Comment