Laporan Nugget Broiler
Peningkatan konsumsi masyarakat terhadap daging ayam yang semakin tinggi
khususnya daging broiler yang jadi pilihan. Daging broiler menjadi pilihan
karena dapat menimbulkan kenikmatan tersendiri bagi yang mengonsumsinya karena
memiliki cita rasa yang enak dan kandungan gizinya yang lengkap. Disamping itu
broiler dapat dipanen dan dipasarkan dengan cepat.
Masyarakat mengenal dua bentuk
produk yang dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani yakni daging segar dan
daging olahan. Pada umumnya pengolahan dilakukan bertujuan untuk mempertahankan
daya simpan suatu produk bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan,
memberikan nilai tambah dan
cita rasa suatu produk, serta meningkatkan kualitas produk. Oleh karena itu
perlu di lakukan suatu usaha agar kandungan gizi pada daging dapat di
pertahankan. Salah satu produk olahan yang menggunakan daging adalah nugget.
Nugget merupakan suatu produk olahan
daging berbentuk emulsi, di mana kualitas nugget ditentukan oleh karakteristik
daging yang digunakan sebagai bahan
baku. Kemampuan untuk mengikat air dan lemak untuk menstabilkan emulsi merupakan
sifat yang penting untuk produk emulsi, sehingga di peroleh produk yang
memiliki sifat fisik dan sensorik yang optimal. Daging segar dari fase rigor
yang berbeda memiliki karakteristik yang
berbeda sebagai bahan baku.
Peningkatan permintaan nugget yang
berkualitas dan tahan lama membuat sebagian besar penjual nugget harus
menambahkan bahan tambahan seperti fosfat. Penambahan fosfat dalam adonan
nugget dimaksudkan untuk menghasilkan nugget yang kenyal dan awet namun
penggunaan fosfat masih diragukan keamanannya bagi kesehatan.
Kualitas merupakan faktor utama yang
perlu diperhatikan dalam produksi daging dan hasil olahan yang dapat dibentuk.
Saat ini penggunaan bahan untuk meningkatkan kualitas suatu mutu produk olahan
yang aman untuk kesehatan menjadi perhatian serius untuk dikembangkan salah
satunya adalah asap cair.
Asap cair merupakan kondensasi dari pirolisis kayu atau batok kelapa
setelah melalui pemanasan pada suhu 400-6000C dalam sebuah tabung
atau drum. Asap cair ini mengandung
lebih dari 400 senyawa kimia antara lain fenol (4,36%), karbonil (11,3%)
dan asam (10,2%) (Setiadji, 2000; Anonim, 2008)
Pengggunaan asap cair saat ini masih terbatas sebagai pengawet ikan, namun
demikian asap cair juga mampu mengikat air dalam daging yang dapat meningkatkan
kualitas karakteristik nugget. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh penambahan fosfat dan asap cair dengan level yang berbeda terhadap kualitas nugget
dada broiler prarigor dan pascarigor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan fosfat
dan asap cair dengan level yang berbeda
terhadap kualitas nugget dada broiler prarigor dan pascarigor.
TINJAUAN PUSTAKA
Broiler Secara Umum
Daging ayam mengandung zat-zat makanan seperti protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, air dan merupakan bahan pangan yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme
dan mudah rusak karena memiliki kandungan air yang tinggi yaitu berkisar antara
60 – 70%. Kandungan air akan berbeda
pada umur dan spesies yang berlainan.
Kandungan air pada ayam muda lebih tinggi dari pada ayam yang
tua (Suardi, 2005).
Menurut Rasyaf (2004) bahwa
broiler adalah unggas yang dipelihara kurang dari delapan minggu, dijual dengan
berat tertentu dan mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang
lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Daging broiler mempunyai sifat diantaranya :
daging empuk, kulit licin dan berlemak, sedangkan tulang rawan dada belum
membentuk tulang keras, dengan bentuk lebar, dan padat berisi.
Wahyu (1985) menyatakan bahwa broiler biasanya mempunyai syarat tertentu
seperti pertumbuhan cepat, mempunyai dada lebar dan timbunan daging yang baik,
pertumbuhan bulu yang cepat dan warna bulu yang dikehendaki adalah warna putih
dan warna terang lainnya yang dapat mencapai berat hidup 2 kg/ekor. Broiler adalah sebutan ayam muda baik jantan maupun
betina, berdaging empuk, tesktur kulit licin dan kenyal serta tulang rawan dan dada
yang lunak.
Perbedaan struktural daging ayam dengan jenis ternak lain tidak jauh beda,
tetapi ciri-ciri antara lain
: berwarna keputih-putihan atau
merah pucat, memiliki serat daging ayam yang halus dan panjang, diantara serat
daging tidak terdapat simpanan lemak berwarna putih kekuning-kuningan. Bahan pangan
hewani berupa daging broiler yang kaya akan gizi baik protein, karbohidrat,
lemak vitamin maupun mineral benar-benar diperlukan. Komposisi nutrisi yang
terdapat pada broiler berumur 6- 8 minggu antara lain: asam linoleat 1,00%, riboflavin
3,6%,tiamin 1,80%, asam pantotenat 10%, disamping bahan protein, lemak, air dan
sebagainya (Khotimah, 2002).
Kandungan lemak dalam daging ayam sangat bervariasi yakni sekitar 25%.
Lemak ini terutama terdapat pada kulit daging. Kulit daging ayam mengandung kolesterol yang
cukup tinggi yaitu 120 mg/100 gr, sedangkan daging ayam yang telah dibuang
kulitnya mengadung kolesterol sebanyak 78 mg/100 gr (Ketaren 1986).
Penyedian karkas ayam pedaging segar akan menjadi masalah pada saat
dilakukan penyimpanan dalam waktu yang cukup lama. Perlemakan pada daging ayam
pedaging terutama pada umur panen yang lebih lama dari kebiasaan (> 42 hari
pada broiler) akan menimbulkan perubahan bau dan ketengikan akibat oksidasi
dari asam-asam lemak. Ini sangat
dimungkinkan terjadi karena asam-asam lemak tidak jenuh pada lemak ayam dan
itik akan sangat mudah mengalami oksidasi dibandingkan dengan asam-asam lemak
jenuh. Dengan demikian daya tahan akan menjadi singkat dari sudut ketengikan yang terjadi (Abustam dan
Ali, 2004)
Daging ayam yang bermutu baik sangat menentukan kualitas dan kuantitas dari
suatu produk olahan yang dihasilkan seperti chiken nugget, bakso, sosis, dan lain-lain. Oleh karena itu
penaganan ternak ayam yang baik sebelum dan sesudah pemotongan merupakan kunci
penting dalam memperoleh kuantitas daging yang baik tampa adanya kerusakan pada
daging tersebut (Soeparno, 2004).
Pengertian Rigormortis
Ketika ayam telah mati maka aliran darahnya akan berhenti
sehingga tidak ada lagi suplai oksigen dan zat-zat gizi bagi otot. Meskipun
ayam telah mati atau tidak bergerak lagi namun di dalam jaringan ototnya, sel-sel
penyusun masih beraktifitas. Aktifitas ini yang meneruskan apa yang biasanya di
lakukan oleh sel-sel otot hidup yaitu berkontraksi (mengkerut dan meregang).
Namun karena tidak ada lagi sumber energi dari luar , otot yang berkontraksi
akan mengakibatkan kekakuan otot atau rigormortis (Murwani, 2002).
Soeparno (2004), menyatakan bahwa
peristiwa rigormortis biasanya di ikuti oleh penurunan daya ikat air daging. Penurunan daya ikat air oleh protein
daging dapat di sebabkan oleh penurunan pH dan denaturasi protein
sarkoplasmik,atau ATP (adenosin Triposfat) menjadi habis.
Pada otot hidup pemendekan otot
dapat kembali meregang bila tersedia energi baru dalam bentuk ATP (adenosin
triposfat). Namun karena tidak ada suplai oksigen dan zat – zat gizi maka
aktifitas meregang tidak dapat di lakukan. Ayam yang meronta sebelum atau
selama penyembelihan mengakibatkan otot – ototnya akan kehabisan energi lebih
cepat sehingga proses rigormortis menjadi lebih pendek pula. Tekstur ayam ini
akan menjadi lebih alot karena energi dalam otot telah berkurang selama ayam
masih hidup. Setelah mengalami kekakuan, otot otot ayam tersebut akan menjadi
lunak kembali karena enzim – enzim proteolitik mulai memecah filamen – filamen
otot atau daging yang mengalami kekakuan tadi (Murwani, 2002).
Setelah fase rigor selesai daging
mulai lemas kembali dan mulai mengalami kerusakan. Makin lama tekstur daging
tersebut akan lembek, berair, berwarna coklat gelap, atau kebiruan dan baunya
mulai busuk. Daging dalam keadaan ini sering kali masih dapat di konsumsi
setelah di rebus atau di olah, tetapi sebenarya sudah tidak baik mutunya.
Dading yang di layukan terlebih dahulu ternyata kurang bagus dalam pembuatan
bakso. Teksturnya lembek, kurag kenyal atau elastis, mudah pecah atau
rendemanya rendah. Ini di sebabkan kerena kemampuan daging mengikat air rendah,
sedangkan aktin dan miosin sangat berperan penting dalam pembentukan tekstur
semakin berkurang (Anonim, 2007)
Nugget
Nugget adalah suatu
bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak sesuai selera konsumen. Potongan ini
kemudian dilapisi tepung berbumbu (battered dan breaded) ( Anonim, 2008) . Produk
nugget dapat dibuat dari daging sapi ayam, ikan dan lain-lain, tetapi yang
populer di masyarakat adalah nugget ayam. Bahan baku daging untuk nugget, dapat
menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini bernilai ekonomis
rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau tidak segar) jika
dijual dalam bentuk utuh (Dendi,
2008).
Nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu emulsi
minyak dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nugget dibuat dari
daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak
menjadi bentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti perekat tepung (batter)
dan dilumuri tepung roti (breading). Selanjutnya digoreng setengah
matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Anonim,
2008).
Salah
satu kebutuhan masyarakat perkotaan saat ini adalah tersedianya bahan makanan
yang praktis, yaitu yang bersifat ready to cook (siap untuk dimasak) dan ready
to eat (siap untuk dimakan). Ready to cook artinya hanya membutuhkan sedikit
waktu untuk menyiapkan. Makanan dalam bentuk beku memiliki banyak keunggulan,
khususnya terkait dengan upaya penyelamatan nilai gizi dan cita rasa. Zat gizi
umumnya mudah rusak selama masa penyimpanan dan distribusi yang dilakukan pada
suhu kamar (Aonim, 2009).
Komposisi
gizi yang terkandung pada nugget ayam yang ada di pasaran sangat bervariasi
antara satu merek dengan merek lainnya. Hal tersebut sangat tergantung pada
jenis dan komposisi (ingredient) bahan yang digunakan. Berdasarkan bahan baku
utama yang digunakan, yaitu daging ayam tanpa kulit, kandungan utama nugget
ayam sudah dapat dipastikan berupa protein. Oleh karena proses pembuatan nugget
melibatkan proses penggorengan, kandungan lain yang cukup berarti dari nugget
adalah lemak. Walaupun
komposisi gizi nugget yang ada di pasaran sangat beragam, total energi yang
diperoleh dari satu ukuran saji nugget ayam dengan berat 140 gram adalah 307
kkal (Winarno 2002
).
Sumbangan energi
terbesar berasal dari protein, yaitu mencapai 60 persen, disusul lemak sebanyak
38 persen dan karbohidrat sebanyak 2 persen. Komponen protein berasal dari
daging ayam, lemak dari daging dan minyak yang terserap pada saat penggorengan,
sedangkan karbohidrat dari tepung roti yang digunakan sebagai pelapis (Anonim, 2009).
Nugget ayam merupakan
makanan kaya protein. Kadar proteinnya mencapai 43 g/140 gram bahan, yaitu
memenuhi 86 persen dari kebutuhan protein tubuh sehari-hari. Protein nugget
ayam tersusun dari sejumlah asam amino esensial dan nonesensial, Nugget ayam
sangat kaya akan asam amino lisin, yaitu suatu asam amino esensial yang
kadarnya sangat rendah pada bahan pangan pokok, seperti beras, jagung, ubi,
sagu, dan lain-lain. Mengkonsumsi nasi dengan menggunakan nugget ayam sebagai
lauknya, merupakan hal yang sangat tepat ditinjau dari segi gizi (Ketaren,
1986)
Nugget ayam juga baik
untuk dijadikan sumber protein untuk mendukung proses tumbuh kembang anak-anak
balita. Nugget ayam juga merupakan bahan pangan
sumber niasin (vitamin B3), vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin
B2), dengan sumbangan masing-masing terhadap kebutuhan per hari mencapai 68,
34, 16, dan 16 persen. Selain itu nugget ayam juga sumber mineral selenium,
fosfor, dan zinc, dengan sumbangan terhadap kebutuhan tubuh per hari
masing-masing mencapai 49, 29, dan 21 persen. Selenium
dan zinc merupakan mineral penting sebagai komponen antioksidan untuk menangkal
serangan radikal bebas, penyebab timbulnya berbagai kanker dan penyakit
degeratif (Anonim, 2009)
Keunggulan lain dari nugget ayam adalah kadar
sodiumnya yang rendah, yaitu per takaran saji hanya mencapai 5 persen dari
kebutuhan sehari. Oleh karena itu, tidak perlu khawatir terhadap terjadinya
hipertensi. Kadar sodium sangat bervariasi tergantung merek nugget, ada baiknya konsumen berhati-hati dalam memilih
produk yang akan dikonsumsi. Membaca label pada kemasan dan membandingkannya
antara berbagai merek sangat dianjurkan, sebelum memutuskan untuk membeli salah
satunya. Kelemahan nugget ayam adalah kadar lemak
dan kolesterolnya yang cukup tinggi (Ketaren, 1986)
Upaya untuk
menyiasatinya adalah mengatur pola makan dan menerapkan konsep gizi seimbang. Nugget boleh dikonsumsi, yang perlu
diatur adalah frekuensi dan jumlah yang dimakan. Tentu jangan lupa diimbangi
dengan konsumsi sayuran dan buah-buahan, yang sangat kaya akan vitamin,
mineral, dan serat. Serat pangan (dietary fiber) sangat bermanfaat untuk
membantu metabolisme lemak (termasuk kolesterol) agar kadarnya selalu
terkendali dalam batas-batas kewajaran (Simanjuntak, 2002)
Bahan Baku Nugget
Menurut Dendi (2008), bahan baku daging untuk nugget
dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini bernilai ekonomis
rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau tidak segar) jika
dijual dalam bentuk utuh. Bahan pendukung lain yang sering digunakan pada
pembuatan nugget antara lain es batu, NaCl (garam dapur), Sodium tripholifosfat (STPP), maizena, bumbu, terigu, dan tepung
roti. Selain sebagai pembangkit rasa, garam bersama senyawa fosfat akan
membantu pembentukan gel protein ayam dengan baik. Sehingga nugget yang
dihasilkan teksturnya kompak dan padat.
Bahan utama dalam pembuatan nugget adalah daging serta
bahan pengikat dan bahan bahan pembantu. Bahan lain yang di tambahkan dalam
formulasi masakan daging di klasifikasikan sebagai extender, binder,
dan filler. Binder adalah
komponen non meat yang perperan meningkatkan DIA yang memperbaiki emulsi, sedangkan filler bisa berperan sebagai binder
tetapi sifat emulsifier yang dimiliki tidak setinggi binder. Sedangkan extender adalah bahan non meat yang
ditambahkan untuk meningkatkan cita rasa dan jumlah produk akhir (Soeparno,
2004).
Bahan pengikat adalah bahan yang
digunakan dalam makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan.
fungsinya untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan
akibat pemasakan memberi warna dan memberi testur yang padat dan menarik air
dari adonan. Bahan pengikat yang umum di tambahkan dalam produk olahan adalah
tepung tapioka, maizena, tepung beras, sagu, dan terigu (Winarno 2002
).
Bahan pembantu adalah bahan yang
sengaja di tambahkan Untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan
keasaman dan kebasahaban serta untuk menegaskan bentuk dan rupa produk olahan.
Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa bawang putih,
merica, bumbu-bumbu, dan lain-lain. (Simanjuntak, 2002).
Garam berfungsi untuk menegaskan
cita rasa, selain itu juga sebagai pengawet. Garam berperan dalam memperbaiki
sifat-sifat funsional produk daging dengan mengekstraksi protein miofibriler
dari sel-sel otot selama perlakuan mekanis, seperti penghancuran
daging. Berintraksi dengan protein otot
selama pemanasan sehingga membentuk matriks yang kuat yang mampu menahan air
bebas dan membentuk testur produk yang baik (Soeparno, 2004).
Bawang putih berfungsi sebagai
penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang bisa
di tambahkan dalam produk agar diperoleh aroma yang khas sehingga meningkatkan
selera (Wibowo, 2005). selanjutnya
Santoso (1992) menyatakan bahwa bawang putih selain sebagai penambah cita rasa,
juga mengandung minyak esensial serta substansi yang bersifat bakteriostatik
Elingosa ( 1994) menyatakan bahwa,
penggilingan daging sebaiknya di usahakan pada suhu 150
C. Caranya yaitu dengan menambahkan es
batu pada saat penggilingan daging. Pada saat digiling sebaiknya daging
dicampur dengan garam untuk mengestrak aktomiasin sehingga akan terbentuk
produk dengan stabilitas emulsi yang baik. Penambahan air es bertujuan
untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian
adonan daging ayam, memudahkan ekstraksi
protein serabut otot, membantu
pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selam
pendinginan. Air juga berfungsi sebagai
fase pendispersi dalam emulsi daging, disamping itu untuk melarutkan protein
sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein
miofibril.
Perekat tepung adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produk- produk
makanan (coating). Pelapisan produk dapat digunakan untuk melindungi produk
dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Definisi lain dari perekat tepung adalah
campuran yang terdiri dari air, tepung, pati, dan bumbu yang digunakan untuk
mencelupkan produk sebelum di masak (Fellow, 2000)
Bahan penyusun yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah daging ayam,
bahan pengisi, dan bahan tambahan lain. Umumnya jenis bahan pengikat yang
ditambahkan dalam produk olahan adalah tepung tapioka, maizena, sagu, dan
terigu. Bahan- bahan yang mengandung pati ini
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti serelia yang mampu mengikat
air (Winarno, 2002).
Pengukusan merupakan proses penanganan yang sering diterapkan pada sistem
jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau penggorengan. Pengukusan sebelum
penggorengan terutama untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan
perubahan warna, cita rasa/nilai gizi yang tidak dikehendaki selama
penyimpanan. Tujuan pengukusan adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan
baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak (Haris, 1989).
Fosfat
Mekanisme kerja dari fosfat terkait dengan kemampuan
fosfat dalam meningkatkan WHC daging postmortem dengan cara meningkatkan pH
daging, sehingga muatan
negatif dalam daging meningkat. Peningkatan muatan negatif meningkatkan gaya
tolak menolak elektrostatik diantara protein serat daging sehingga WHC daging
meningkat. Efeknya, susut masak produk rendah, stabilitas emulsi dan daya ikat
produk akan lebih baik. Fosfat memberikan efek sinergis jika
diaplikasikan bersama-sama garam (NaCl dan atau KCl). Pada jumlah fosfat
terbatas, penambahan garam akan berpengaruh besar pada peningkatan
kekuatan ionic (ion Cl berfungsi untuk meningkatkan gaya tolak menolak pada
protein otot sehingga WHC meningkat dan
susut
masak rendah (oetker, 2004).
Fosfat dalam penambahanya pada produk daging juga
berpengaruh pada daya ikat air (DIA), stablitas emulsi, dan kondisi pH produk,
terutama dalam kemampuannya memperbaiki kebasahan dalam daging. Difosfat
memiliki kemampuan untuk bereaksi denga ATP dengan kapasitas mengikat air dari
protein yang di serapnya. Efek yang spesifik di peroleh denga penambahan di
fosfat karena lebih cepat terserap ke dalam adonan (Oetker, 2004).
Fungsi
dari fosfat adalah untuk memecah atau memisahkan kompleks
aktomiosin menjadi aktin dan myosin. Kondisi ini sangat menguntungkan karena
myosin akan lebih mudah larut dan sifat fungsionalnya lebih baik daripada
aktomiosin. meningkatkan
pH, kekuatan ionic dan daya ikat air (WHC) sehingga akan meningkatkan rendemen
pemasakan
(mengurangi susut masak) dan meningkatkan juiciness, dan sebagai antioksidan (pengkelat ion
divalent seperti Fe+2, Cu+2) serta mencegah oksidasi dan
pembentukan flavor tengik (Elvira
2009).
Asap Cair
Di kalangan masyarakat asap di anggap sebagai agen penyebab kanker
(karsinogen) dan perubahan gen (mutagen) semakin marak. Asap tidak hanya asap
rokok, tetapi juga asap pada daging yang dipanggag, dibakar, atau diasap, dicurigai
sebagai agen kanker yang berbahaya. Menurut Adawyah (2007), bahwa ada tiga senyawa
yang dapat menimbulkan kanker, yaitu policiclic aromatik hidrocarbon (PAH)
N-nitrogen compound (NNC), dan heterocyclic aromatic amine (HAA). Senyawa PAH biasanya di temukan pada
ikan asap, NNC pada daging asap, dan HAA pada daging dan ikan bakar atau
panggang.
Asap cair pada dasarnya merupakan
asam cuka (Vinegar) kayu yang di peroleh
dari destilasi kering terhadap kayu. Pada destilasi kering vinegar di pisahkan
dari tar dan apabila ingin di gunakan sebaiknya di encerkan 10% (Anonim, 2008).
Asap cair merupakan kondensasi dari prolisis kayu yang mengandung sejumlah
besar senyawa yang tebentuk akibat pirolisis konstituen kayu seperti selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi
yaitu dekoposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kodensasi (Anonim, 2007)
Asap cair di peroleh dari pemanasan batok atau tempurung kelapa, dengan
suhu 400 – 600o C dalam
sebuah tabung atau drum. Asap yang keluar dari hasil pemanasan itu di alirkan
melalui pipa yang menyalurkan asap, di bentuk seperti spiral atau seperti per
yang di masukkan ke dalam tong yang berisi air. Asap yang di dinginkan itu akan keluar seperti bentuk
cair, cairan itu yang di sebut Liguid Smoke. Asap cair mengngandung lebih dari
400 senyawa kima antara lain Fenol, karbonil, asam dan tar. Umtuk menghilangkan
senyawa tar maka di buat saringan untuk
memisahkan dengan senyawa – senyawa lain dengan perbandingan 20-30% asap
cair dan 70% air bersih (Kompas, 2006).
Asap cair yang bebas karsinogen dapat di hasilkan yaitu dengan cara
kondensasi dan di ikuti dengan cara destilasi fraksional. Asap cair dapat di
suplementasi dengan substansi fenolik tertentu untuk meningkatkan flavor
(Soeparno,2004).
Beberapa keuntungan dari
penggunaan asap cair antara lain yaitu
asap cair ini lebih intensif
dalam pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah, dapat
diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam pemakaian
kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan dapat
diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti penyemprotan,
pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan (Maga 1987).
Menurut Astuti (2000), bahwa keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair adalah : 1. Aman untuk di gunakan
Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi komponen
asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis. Komponen ini tidak
diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada dosis
tinggi. Melalui pembakaran terkontrol, aging, dan teknik pengolahan yang
semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk
asapan yang dihasilkan bebas HPA
(hidrokarbon polisikik aromatik).
2.
Sebagai Antioksidan
Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap
fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat berperan
sebagai donor hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat
autooksidasi lemak.
3.
Sebagai Antibakterial
Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya
formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai
penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional fenol
dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol
pertumbuhan mikrobia. Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga
merupakan zat antibakteri yang tinggi.
4. Mudah
Dalam Penggunaan
Asap cair digunakan dalam bentuk cairan sehingga
memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas dan mudah untuk berbagai
produk.
Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah daging broiler umur 40 hari sebanyak 6 ekor pada bagian
dada fase prarigor dan fase pascarigor, asap cair, sodium
tripolipospat
(STPP), es batu, tepung tapioka, garam, bumbu, tepung panir,
telur, akuades, kertas label,
plastik gula, tissu, dan plastik klip.
Alat yang digunakan yaitu blender,
baskom, food processor, pisau,
timbangan analitik, talenan, wajan, kompor, sendok, dan panci,gelas ukur, CD Shear force.
A.
Rancangan Penelitian
Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 3 dengan 3 kali ulangan.
Perlakuan yang di gunakan adalah
Faktor A : Fase Rigor
A1.
Fase Prarigor
A2.Fase
Pascarigor
Faktor B: Perbedaan bahan pengikats
B1. Fosfat 0, 3% +
Asap Cair 0 %
B2. Fosfat 0,15% +
Asap cair 0,15%
B3. Fosfat 0% + Asap Cair
0,3%
B.
Pelaksanaa Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahap yang disajikan
secara lengkap sebagai berikut:
- Penyiapan Sampel
Jenis ayam yang digunakan adalah broiler umur
40 hari sebanyak 6 ekor
kemudian dipotong sesuai dengan syariat Islam. Setelah itu, ayam dicelupkan ke dalam
air panas dengan suhu 60-80oC selama 5-10
detik. Selanjutnya dilakukan pencabutan bulu dan pengeluaran isi dalam dilanjutkan
pengkarkasan. Kemudian pada bagian dada
dipisahkan dari tulang, kemudian dipotong-potong kecil agar memudahkan dalam
penggilingan. Pada asap cair
sebelumnya dilakukan pengenceran 10%. Bahan-bahan
yang digunakan untuk pembuatan nugget dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan-bahan
Pembuatan Nugget
No. Jenis Bahan Jumlah
(%)
1. Daging Ayam 60
2. Es batu 14
3. Tepung tapioka 13
4. Pospat dan Asap Cair* 0,3
5. Garam* 1,5
6. Bumbu** 1,2
7. Tepung panir** 10
*) Berdasarkan berat daging
**) Berdasarkan berat adonan
- Pembuatan Nugget
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
a.
Penggilingan
I
Daging ayam bagian dada , garam, ½ es batu dimasukkan ke
dalam food processor kemudian digiling
sampai adonan homogen.
b.
Penggilingan
ke II
Adonan dari penggilingan I, Tepung tapioka, bumbu-bumbu,
posfat dan asap cair, dan ½ es batu
dimasukkan kembali ke dalam food
Processor di giling sampai adonan homogen. Lalu ditimbang untuk mengetahui
berat awal.
c.
Pengukusan
Adonan
nugget dipindahkan dari food processor ke dalam loyang yang
sebelumnya telah dilapisi dengan plastik gula untuk mencegah melekatnya adonan yang kemudian dikukus
dengan suhu 60-800C selama 40 menit dan ditimbang kembali untuk
mengetahui berat setelah dikukus.
d.
Pencetakan
Pencetakan di lakukan dengan membentuk adonan sesuai
engan selera dan untuk pengujian daya lenting dicetak dengan bulat-bulat
seperti biji kelereng (sebelum dikukus). Pada gambar 1 dapat di lihat skeme pembuatan bakso.
0 comments:
Post a Comment