Popular Posts

Sunday, June 26, 2016

Laporan Nugget Broiler



Peningkatan konsumsi masyarakat terhadap daging ayam yang semakin tinggi khususnya daging broiler yang jadi pilihan. Daging broiler menjadi pilihan karena dapat menimbulkan kenikmatan tersendiri bagi yang mengonsumsinya karena memiliki cita rasa yang enak dan kandungan gizinya yang lengkap. Disamping itu broiler dapat dipanen dan dipasarkan dengan cepat.
            Masyarakat mengenal dua bentuk produk yang dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani yakni daging segar dan daging olahan. Pada umumnya pengolahan dilakukan bertujuan untuk mempertahankan daya simpan suatu produk bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, memberikan nilai tambah dan
cita rasa suatu produk, serta  meningkatkan kualitas produk. Oleh karena itu perlu di lakukan suatu usaha agar kandungan gizi pada daging dapat di pertahankan. Salah satu produk olahan yang menggunakan daging adalah nugget.
            Nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, di mana kualitas nugget ditentukan oleh karakteristik daging yang digunakan  sebagai bahan baku. Kemampuan untuk mengikat air dan lemak untuk menstabilkan emulsi merupakan sifat yang penting untuk produk emulsi, sehingga di peroleh produk yang memiliki sifat fisik dan sensorik yang optimal. Daging segar dari fase rigor yang berbeda memiliki karakteristik  yang berbeda sebagai bahan baku.
            Peningkatan permintaan nugget yang berkualitas dan tahan lama membuat sebagian besar penjual nugget harus menambahkan bahan tambahan seperti fosfat. Penambahan fosfat dalam adonan nugget dimaksudkan untuk menghasilkan nugget yang kenyal dan awet namun penggunaan fosfat masih diragukan keamanannya bagi kesehatan.
            Kualitas merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam produksi daging dan hasil olahan yang dapat dibentuk. Saat ini penggunaan bahan untuk meningkatkan kualitas suatu mutu produk olahan yang aman untuk kesehatan menjadi perhatian serius untuk dikembangkan salah satunya adalah asap cair.
Asap cair merupakan kondensasi dari pirolisis kayu atau batok kelapa setelah melalui pemanasan pada suhu 400-6000C dalam sebuah tabung atau drum. Asap cair ini mengandung  lebih dari 400 senyawa kimia antara lain fenol (4,36%), karbonil (11,3%) dan asam (10,2%) (Setiadji, 2000; Anonim, 2008)
Pengggunaan asap cair saat ini masih terbatas sebagai pengawet ikan, namun demikian asap cair juga mampu mengikat air dalam daging yang dapat meningkatkan kualitas karakteristik nugget. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan fosfat dan asap cair  dengan level yang berbeda terhadap kualitas nugget dada broiler prarigor dan pascarigor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan fosfat dan asap cair  dengan level yang berbeda terhadap kualitas nugget dada broiler prarigor dan pascarigor.
TINJAUAN PUSTAKA

Broiler Secara Umum
Daging ayam mengandung zat-zat makanan seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air dan merupakan bahan pangan yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan mudah rusak karena memiliki kandungan air yang tinggi yaitu berkisar antara 60 – 70%.  Kandungan air akan berbeda pada umur dan spesies yang berlainan.  Kandungan air pada ayam muda lebih tinggi dari pada ayam yang tua (Suardi, 2005).
Menurut Rasyaf  (2004) bahwa broiler adalah unggas yang dipelihara kurang dari delapan minggu, dijual dengan berat tertentu dan mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak.  Daging broiler mempunyai sifat diantaranya : daging empuk, kulit licin dan berlemak, sedangkan tulang rawan dada belum membentuk tulang keras, dengan bentuk lebar, dan padat berisi.
Wahyu (1985) menyatakan bahwa broiler biasanya mempunyai syarat tertentu seperti pertumbuhan cepat, mempunyai dada lebar dan timbunan daging yang baik, pertumbuhan bulu yang cepat dan warna bulu yang dikehendaki adalah warna putih dan warna terang lainnya yang dapat mencapai berat hidup 2 kg/ekor.  Broiler adalah sebutan ayam muda baik jantan maupun betina, berdaging empuk, tesktur kulit licin dan kenyal serta tulang rawan dan dada yang lunak.
Perbedaan struktural daging ayam dengan jenis ternak lain tidak jauh beda, tetapi ciri-ciri antara lain : berwarna keputih-putihan atau merah pucat, memiliki serat daging ayam yang halus dan panjang, diantara serat daging tidak terdapat simpanan lemak berwarna putih kekuning-kuningan. Bahan pangan hewani berupa daging broiler yang kaya akan gizi baik protein, karbohidrat, lemak vitamin maupun mineral benar-benar diperlukan. Komposisi nutrisi yang terdapat pada broiler berumur 6- 8 minggu antara lain: asam linoleat 1,00%, riboflavin 3,6%,tiamin 1,80%, asam pantotenat 10%, disamping bahan protein, lemak, air dan sebagainya (Khotimah, 2002).
Kandungan lemak dalam daging ayam sangat bervariasi yakni sekitar 25%. Lemak ini terutama terdapat pada kulit daging.  Kulit daging ayam mengandung kolesterol yang cukup tinggi yaitu 120 mg/100 gr, sedangkan daging ayam yang telah dibuang kulitnya mengadung kolesterol sebanyak 78 mg/100 gr (Ketaren 1986).
Penyedian karkas ayam pedaging segar akan menjadi masalah pada saat dilakukan penyimpanan dalam waktu yang cukup lama. Perlemakan pada daging ayam pedaging terutama pada umur panen yang lebih lama dari kebiasaan (> 42 hari pada broiler) akan menimbulkan perubahan bau dan ketengikan akibat oksidasi dari asam-asam lemak.  Ini sangat dimungkinkan terjadi karena asam-asam lemak tidak jenuh pada lemak ayam dan itik akan sangat mudah mengalami oksidasi dibandingkan dengan asam-asam lemak jenuh. Dengan demikian daya tahan akan menjadi singkat dari  sudut ketengikan yang terjadi (Abustam dan Ali, 2004)
Daging ayam yang bermutu baik sangat menentukan kualitas dan kuantitas dari suatu produk olahan yang dihasilkan seperti chiken nugget,  bakso, sosis, dan lain-lain. Oleh karena itu penaganan ternak ayam yang baik sebelum dan sesudah pemotongan merupakan kunci penting dalam memperoleh kuantitas daging yang baik tampa adanya kerusakan pada daging tersebut (Soeparno, 2004). 
Pengertian Rigormortis
            Ketika ayam telah mati maka aliran darahnya akan berhenti sehingga tidak ada lagi suplai oksigen dan zat-zat gizi bagi otot. Meskipun ayam telah mati atau tidak bergerak lagi namun di dalam jaringan ototnya, sel-sel penyusun masih beraktifitas. Aktifitas ini yang meneruskan apa yang biasanya di lakukan oleh sel-sel otot hidup yaitu berkontraksi (mengkerut dan meregang). Namun karena tidak ada lagi sumber energi dari luar , otot yang berkontraksi akan mengakibatkan kekakuan otot atau rigormortis (Murwani, 2002).
            Soeparno (2004), menyatakan bahwa peristiwa rigormortis biasanya di ikuti oleh penurunan daya ikat air  daging. Penurunan daya ikat air oleh protein daging dapat di sebabkan oleh penurunan pH dan denaturasi protein sarkoplasmik,atau ATP (adenosin Triposfat) menjadi habis.
            Pada otot hidup pemendekan otot dapat kembali meregang bila tersedia energi baru dalam bentuk ATP (adenosin triposfat). Namun karena tidak ada suplai oksigen dan zat – zat gizi maka aktifitas meregang tidak dapat di lakukan. Ayam yang meronta sebelum atau selama penyembelihan mengakibatkan otot – ototnya akan kehabisan energi lebih cepat sehingga proses rigormortis menjadi lebih pendek pula. Tekstur ayam ini akan menjadi lebih alot karena energi dalam otot telah berkurang selama ayam masih hidup. Setelah mengalami kekakuan, otot otot ayam tersebut akan menjadi lunak kembali karena enzim – enzim proteolitik mulai memecah filamen – filamen otot atau daging yang mengalami kekakuan tadi (Murwani, 2002).
            Setelah fase rigor selesai daging mulai lemas kembali dan mulai mengalami kerusakan. Makin lama tekstur daging tersebut akan lembek, berair, berwarna coklat gelap, atau kebiruan dan baunya mulai busuk. Daging dalam keadaan ini sering kali masih dapat di konsumsi setelah di rebus atau di olah, tetapi sebenarya sudah tidak baik mutunya. Dading yang di layukan terlebih dahulu ternyata kurang bagus dalam pembuatan bakso. Teksturnya lembek, kurag kenyal atau elastis, mudah pecah atau rendemanya rendah. Ini di sebabkan kerena kemampuan daging mengikat air rendah, sedangkan aktin dan miosin sangat berperan penting dalam pembentukan tekstur semakin berkurang (Anonim, 2007)
Nugget
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak sesuai selera konsumen. Potongan ini kemudian dilapisi tepung berbumbu (battered dan breaded) ( Anonim, 2008) .  Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi ayam, ikan dan lain-lain, tetapi yang populer di masyarakat adalah nugget ayam. Bahan baku daging untuk nugget, dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini bernilai ekonomis rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau tidak segar) jika dijual dalam bentuk utuh (Dendi, 2008).
Nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti perekat tepung (batter) dan dilumuri tepung roti (breading). Selanjutnya digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Anonim, 2008).
Salah satu kebutuhan masyarakat perkotaan saat ini adalah tersedianya bahan makanan yang praktis, yaitu yang bersifat ready to cook (siap untuk dimasak) dan ready to eat (siap untuk dimakan). Ready to cook artinya hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menyiapkan. Makanan dalam bentuk beku memiliki banyak keunggulan, khususnya terkait dengan upaya penyelamatan nilai gizi dan cita rasa. Zat gizi umumnya mudah rusak selama masa penyimpanan dan distribusi yang dilakukan pada suhu kamar (Aonim, 2009).
Komposisi gizi yang terkandung pada nugget ayam yang ada di pasaran sangat bervariasi antara satu merek dengan merek lainnya. Hal tersebut sangat tergantung pada jenis dan komposisi (ingredient) bahan yang digunakan. Berdasarkan bahan baku utama yang digunakan, yaitu daging ayam tanpa kulit, kandungan utama nugget ayam sudah dapat dipastikan berupa protein. Oleh karena proses pembuatan nugget melibatkan proses penggorengan, kandungan lain yang cukup berarti dari nugget adalah lemak. Walaupun komposisi gizi nugget yang ada di pasaran sangat beragam, total energi yang diperoleh dari satu ukuran saji nugget ayam dengan berat 140 gram adalah 307 kkal (Winarno 2002 ).
Sumbangan energi terbesar berasal dari protein, yaitu mencapai 60 persen, disusul lemak sebanyak 38 persen dan karbohidrat sebanyak 2 persen. Komponen protein berasal dari daging ayam, lemak dari daging dan minyak yang terserap pada saat penggorengan, sedangkan karbohidrat dari tepung roti yang digunakan sebagai pelapis (Anonim, 2009).
Nugget ayam merupakan makanan kaya protein. Kadar proteinnya mencapai 43 g/140 gram bahan, yaitu memenuhi 86 persen dari kebutuhan protein tubuh sehari-hari. Protein nugget ayam tersusun dari sejumlah asam amino esensial dan nonesensial, Nugget ayam sangat kaya akan asam amino lisin, yaitu suatu asam amino esensial yang kadarnya sangat rendah pada bahan pangan pokok, seperti beras, jagung, ubi, sagu, dan lain-lain. Mengkonsumsi nasi dengan menggunakan nugget ayam sebagai lauknya, merupakan hal yang sangat tepat ditinjau dari segi gizi (Ketaren, 1986)
Nugget ayam juga baik untuk dijadikan sumber protein untuk mendukung proses tumbuh kembang anak-anak balita. Nugget ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin B3), vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), dengan sumbangan masing-masing terhadap kebutuhan per hari mencapai 68, 34, 16, dan 16 persen. Selain itu nugget ayam juga sumber mineral selenium, fosfor, dan zinc, dengan sumbangan terhadap kebutuhan tubuh per hari masing-masing mencapai 49, 29, dan 21 persen. Selenium dan zinc merupakan mineral penting sebagai komponen antioksidan untuk menangkal serangan radikal bebas, penyebab timbulnya berbagai kanker dan penyakit degeratif (Anonim, 2009)
 Keunggulan lain dari nugget ayam adalah kadar sodiumnya yang rendah, yaitu per takaran saji hanya mencapai 5 persen dari kebutuhan sehari. Oleh karena itu, tidak perlu khawatir terhadap terjadinya hipertensi. Kadar sodium sangat bervariasi tergantung merek nugget, ada  baiknya konsumen berhati-hati dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Membaca label pada kemasan dan membandingkannya antara berbagai merek sangat dianjurkan, sebelum memutuskan untuk membeli salah satunya. Kelemahan nugget ayam adalah kadar lemak dan kolesterolnya yang cukup tinggi (Ketaren, 1986)
Upaya untuk menyiasatinya adalah mengatur pola makan dan menerapkan konsep gizi seimbang. Nugget boleh dikonsumsi, yang perlu diatur adalah frekuensi dan jumlah yang dimakan. Tentu jangan lupa diimbangi dengan konsumsi sayuran dan buah-buahan, yang sangat kaya akan vitamin, mineral, dan serat. Serat pangan (dietary fiber) sangat bermanfaat untuk membantu metabolisme lemak (termasuk kolesterol) agar kadarnya selalu terkendali dalam batas-batas kewajaran (Simanjuntak, 2002)
Bahan Baku Nugget
Menurut Dendi (2008), bahan baku daging untuk nugget dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini bernilai ekonomis rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau tidak segar) jika dijual dalam bentuk utuh. Bahan pendukung lain yang sering digunakan pada pembuatan nugget antara lain es batu, NaCl (garam dapur), Sodium tripholifosfat (STPP), maizena, bumbu, terigu, dan tepung roti. Selain sebagai pembangkit rasa, garam bersama senyawa fosfat akan membantu pembentukan gel protein ayam dengan baik. Sehingga nugget yang dihasilkan teksturnya kompak dan padat.
Bahan utama dalam pembuatan nugget adalah daging serta bahan pengikat dan bahan bahan pembantu. Bahan lain yang di tambahkan dalam formulasi masakan daging di klasifikasikan sebagai extender,  binder,  dan filler.  Binder adalah komponen non meat yang perperan meningkatkan DIA yang memperbaiki emulsi,  sedangkan filler bisa berperan sebagai binder tetapi sifat emulsifier yang dimiliki tidak setinggi binder.  Sedangkan extender adalah bahan non meat yang ditambahkan untuk meningkatkan cita rasa dan jumlah produk akhir (Soeparno, 2004).
            Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. fungsinya untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat  pemasakan memberi warna  dan memberi testur yang padat dan menarik air dari adonan. Bahan pengikat yang umum di tambahkan dalam produk olahan adalah tepung tapioka, maizena, tepung beras, sagu, dan terigu (Winarno 2002 ).
            Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja di tambahkan Untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasahaban serta untuk menegaskan bentuk dan rupa produk olahan. Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa bawang putih, merica, bumbu-bumbu, dan lain-lain. (Simanjuntak, 2002).
            Garam berfungsi untuk menegaskan cita rasa, selain itu juga sebagai pengawet. Garam berperan dalam memperbaiki sifat-sifat funsional produk daging dengan mengekstraksi protein miofibriler dari sel-sel otot selama perlakuan mekanis, seperti penghancuran daging.  Berintraksi dengan protein otot selama pemanasan sehingga membentuk matriks yang kuat yang mampu menahan air bebas dan membentuk testur produk yang baik (Soeparno, 2004).
            Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan.  Bawang putih merupakan bahan alami yang bisa di tambahkan dalam produk agar diperoleh aroma yang khas sehingga meningkatkan selera (Wibowo, 2005).  selanjutnya Santoso (1992) menyatakan bahwa bawang putih selain sebagai penambah cita rasa, juga mengandung minyak esensial serta substansi yang bersifat bakteriostatik
Elingosa ( 1994)  menyatakan bahwa, penggilingan daging sebaiknya di usahakan pada suhu 150 C.  Caranya yaitu dengan menambahkan es batu pada saat penggilingan daging. Pada saat digiling sebaiknya daging dicampur dengan garam untuk mengestrak aktomiasin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik. Penambahan air es bertujuan untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian adonan daging ayam,  memudahkan ekstraksi protein serabut otot,  membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selam pendinginan.  Air juga berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, disamping itu untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril.
Perekat tepung adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produk- produk makanan (coating). Pelapisan produk dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan.  Definisi lain dari perekat tepung adalah campuran yang terdiri dari air, tepung, pati, dan bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum di masak (Fellow, 2000)
Bahan penyusun yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah daging ayam, bahan pengisi, dan bahan tambahan lain. Umumnya jenis bahan pengikat yang ditambahkan dalam produk olahan adalah tepung tapioka, maizena, sagu, dan terigu.  Bahan- bahan yang mengandung pati ini banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti serelia yang mampu mengikat air (Winarno, 2002).
Pengukusan merupakan proses penanganan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau penggorengan. Pengukusan sebelum penggorengan terutama untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa/nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan pengukusan adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak (Haris, 1989).
Fosfat
            Mekanisme kerja dari fosfat  terkait dengan kemampuan fosfat dalam meningkatkan WHC daging postmortem dengan cara meningkatkan pH daging, sehingga muatan negatif dalam daging meningkat. Peningkatan muatan negatif meningkatkan gaya tolak menolak elektrostatik diantara protein serat daging sehingga WHC daging meningkat. Efeknya, susut masak produk rendah, stabilitas emulsi dan daya ikat produk akan lebih baik. Fosfat memberikan efek sinergis jika diaplikasikan bersama-sama garam (NaCl dan atau KCl). Pada jumlah fosfat terbatas, penambahan garam akan berpengaruh besar pada  peningkatan kekuatan ionic (ion Cl berfungsi untuk meningkatkan gaya tolak menolak pada protein otot sehingga WHC meningkat dan susut masak rendah (oetker, 2004).
Fosfat dalam penambahanya pada produk daging juga berpengaruh pada daya ikat air (DIA), stablitas emulsi, dan kondisi pH produk, terutama dalam kemampuannya memperbaiki kebasahan dalam daging. Difosfat memiliki kemampuan untuk bereaksi denga ATP dengan kapasitas mengikat air dari protein yang di serapnya. Efek yang spesifik di peroleh denga penambahan di fosfat karena lebih cepat terserap ke dalam adonan (Oetker, 2004).
Fungsi dari fosfat adalah untuk memecah atau memisahkan kompleks aktomiosin menjadi aktin dan myosin. Kondisi ini sangat menguntungkan karena myosin akan lebih mudah larut dan sifat fungsionalnya lebih baik daripada aktomiosin. meningkatkan pH, kekuatan ionic dan daya ikat air (WHC) sehingga akan meningkatkan rendemen pemasakan (mengurangi susut masak) dan meningkatkan juiciness, dan sebagai antioksidan (pengkelat ion divalent seperti Fe+2, Cu+2)  serta mencegah oksidasi dan pembentukan flavor tengik  (Elvira  2009).
Asap Cair
Di kalangan masyarakat asap di anggap sebagai agen penyebab kanker (karsinogen) dan perubahan gen (mutagen) semakin marak. Asap tidak hanya asap rokok, tetapi juga asap pada daging yang dipanggag, dibakar, atau diasap, dicurigai sebagai agen kanker yang berbahaya. Menurut Adawyah (2007), bahwa ada tiga senyawa yang dapat menimbulkan kanker, yaitu policiclic aromatik hidrocarbon (PAH) N-nitrogen compound (NNC), dan heterocyclic aromatic amine  (HAA). Senyawa PAH biasanya di temukan pada ikan asap, NNC pada daging asap, dan HAA pada daging dan ikan bakar atau panggang.
 Asap cair pada dasarnya merupakan asam cuka (Vinegar)  kayu yang di peroleh dari destilasi kering terhadap kayu. Pada destilasi kering vinegar di pisahkan dari tar dan apabila ingin di gunakan sebaiknya di encerkan 10% (Anonim, 2008).
Asap cair merupakan kondensasi dari prolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang tebentuk akibat pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekoposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kodensasi (Anonim, 2007)
Asap cair di peroleh dari pemanasan batok atau tempurung kelapa, dengan suhu 400 – 600o C  dalam sebuah tabung atau drum. Asap yang keluar dari hasil pemanasan itu di alirkan melalui pipa yang menyalurkan asap, di bentuk seperti spiral atau seperti per yang di masukkan ke dalam tong yang berisi air. Asap yang  di dinginkan itu akan keluar seperti bentuk cair, cairan itu yang di sebut Liguid Smoke. Asap cair mengngandung lebih dari 400 senyawa kima antara lain Fenol, karbonil, asam dan tar. Umtuk menghilangkan senyawa tar  maka di buat saringan untuk memisahkan dengan senyawa – senyawa lain dengan perbandingan 20-30% asap cair  dan 70% air bersih (Kompas, 2006).
Asap cair yang bebas karsinogen dapat di hasilkan yaitu dengan cara kondensasi dan di ikuti dengan cara destilasi fraksional. Asap cair dapat di suplementasi dengan substansi fenolik tertentu untuk meningkatkan  flavor  (Soeparno,2004).
Beberapa keuntungan dari penggunaan asap cair antara lain yaitu asap cair ini lebih intensif dalam pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan dapat diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan (Maga 1987).


 Menurut Astuti (2000), bahwa keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair adalah :  1.  Aman untuk di gunakan
Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis. Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi. Melalui pembakaran terkontrol, aging, dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan yang dihasilkan bebas HPA (hidrokarbon polisikik aromatik).
2. Sebagai  Antioksidan
Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat berperan sebagai donor hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak.
3. Sebagai  Antibakterial
Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia. Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi.
4. Mudah Dalam Penggunaan
Asap cair digunakan dalam bentuk cairan sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas dan mudah untuk berbagai produk.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging  broiler umur 40 hari sebanyak 6 ekor pada  bagian dada fase prarigor dan fase pascarigor, asap cair, sodium tripolipospat (STPP), es batu, tepung tapioka, garam, bumbu, tepung panir, telur, akuades,  kertas label, plastik gula, tissu, dan plastik klip.
            Alat yang digunakan yaitu blender, baskom, food processor, pisau, timbangan analitik, talenan, wajan, kompor, sendok, dan  panci,gelas ukur, CD Shear force.
A.    Rancangan Penelitian
Penelitian disusun berdasarkan  Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 3 dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang di gunakan adalah
Faktor A : Fase  Rigor
      A1. Fase Prarigor
      A2.Fase Pascarigor
Faktor B: Perbedaan bahan pengikats
      B1. Fosfat 0, 3% + Asap Cair 0 %
      B2. Fosfat 0,15% + Asap cair 0,15%
      B3. Fosfat  0%  +  Asap Cair  0,3%


B.     Pelaksanaa Penelitian
            Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahap yang disajikan secara lengkap  sebagai berikut:
  1. Penyiapan Sampel
Jenis ayam yang digunakan adalah broiler umur 40 hari sebanyak 6  ekor  kemudian dipotong sesuai dengan syariat Islam. Setelah itu, ayam  dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu 60-80oC selama 5-10 detik. Selanjutnya dilakukan pencabutan bulu dan pengeluaran isi dalam dilanjutkan pengkarkasan. Kemudian pada bagian  dada dipisahkan dari tulang, kemudian dipotong-potong kecil agar memudahkan dalam penggilingan. Pada asap cair sebelumnya dilakukan pengenceran 10%.  Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan nugget dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan-bahan Pembuatan Nugget
No.      Jenis Bahan                                                     Jumlah (%)
1.         Daging Ayam                                                     60
2.         Es batu                                                                           14
3.         Tepung tapioka                                                  13
4.         Pospat dan Asap Cair*                                      0,3
5.         Garam*                                                              1,5
6.         Bumbu**                                                           1,2
7.         Tepung panir**                                                  10
*)   Berdasarkan berat daging
**) Berdasarkan berat adonan

  1. Pembuatan Nugget
            Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
a.       Penggilingan I
Daging ayam bagian dada , garam, ½ es batu dimasukkan ke dalam food processor kemudian digiling sampai adonan homogen.
b.      Penggilingan ke II
Adonan dari penggilingan I, Tepung tapioka, bumbu-bumbu, posfat dan asap cair, dan  ½ es batu dimasukkan kembali ke dalam food Processor di giling sampai adonan homogen. Lalu ditimbang untuk mengetahui berat awal.


c.       Pengukusan
Adonan nugget dipindahkan dari food processor ke dalam loyang yang sebelumnya telah dilapisi dengan plastik gula untuk mencegah melekatnya adonan yang  kemudian dikukus dengan suhu 60-800C selama 40 menit dan ditimbang kembali untuk mengetahui berat setelah dikukus.
d.      Pencetakan
Pencetakan di lakukan dengan membentuk adonan sesuai engan selera dan untuk pengujian daya lenting dicetak dengan bulat-bulat seperti biji kelereng (sebelum dikukus). Pada gambar 1 dapat di  lihat skeme pembuatan bakso.
 

0 comments:

Post a Comment