Popular Posts

Friday, June 10, 2016

Pembuatan Nugget Tempe

I.       PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Nugget merupakan salah satu produk olahan pangan yang umum dijumpai
di masyarakat. Pada umumnya, nugget yang beredar di masyarakat yaitu nugget yang terbuat dari daging, udang, atau ikan. Akan tetapi k
ebutuhan dan pola hidup masyarakat yang mengarah pada pola hidup yang sehat, makanan diet, dan siap saji membuat nugget diinovasikan dari bahan lain seperti  nabati atau sering disebut nugget nabati.
Nugget nabati merupakan salah satu jenis makanan olahan yang berbahan dasar nabati yang telah dihancurkan dan diberi bahan pengisi, bahan pengikat dan bumbu-bumbu yang kemudian dicetak dalam berbagai bentuk dan digoreng. Pembuatan nugget nabati dapat  dilakukan dengan berbagai variasi bahan baku yang akan menghasilkan kualitas
yang berbeda, dengan harapan diperoleh produk yang lebih berkualitas. Salah satu bahan nabati yang dapat digunakan dalam proses pembuatan nugget yaitu tempe.
Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang memiliki kandungan gizi yang tinggi seperti protein. Kandungan gizi yang tinggi pada tempe sangat sesuai untuk dijadikan nugget. Dalam proses pembuatan nugget nabati berbahan dasar tempe, ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dan mutu nugget yang dihasilkan terutama dari segi organoleptik salah satunya yaitu jenis tepung yang digunakan. Berbagai jenis tepung seperti tepung maizena, tepung terigu, dan tepung tapioka memiliki kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukanlah praktikum pembuatan nugget nabati.
1.2         Tujuan dan kegunaan praktikum
Tujuan dari praktikum pembuatan nugget nabati yaitu sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui cara pembuatan nugget nabati yang baik dan benar
2.    Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung maizena, tepung tapioka, dan tepung terigu terhadap kualitas organoleptik nugget nabati.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu memberikan informasi mengenai inovasi
baru bagaimana proses pembuatan nugget nabati sehingga nilai gizi seperti vitamin maupun mineral serta kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tempe dapat dikonsumsi
secara praktis.
II.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Nugget Nabati
Secara umum, nugget merupakan salah satu produk pangan cepat saji yang saat
ini dikenal baik oleh masyarakat. Seperti sosis, burger, pizza, hotdog dan corned, nugget
telah menjadi salah satu pilihan masyarakat sebagai produk pangan yang praktis. Produk nugget yang ada di pasaran biasanya berupa nugget ayam, daging sapi, dan ikan, namun umumnya nugget ayam populer dikalangan masyarakat. Daging ayam memiliki kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi,sehingga bagi penderita hipertensi perlu membatasi konsumsinya. Daging ayam memiliki kadar kolesterol yang hampir sama dengan kambing, ataupun sapi. Kandungan kolesterol tertinggi dalam daging ayam terdapat di bagian dada (breast). Salah satu upaya untuk  mengatasinya adalah dengan memanfaatkan sumber pangan nabati (Mahmud dkk., 2008).
Nugget Nabati merupakan suatu bentuk produk olahan dari nabati (sayur-sayuran/tumbuh-tumbuhan) dengan proses pengukusan, penghalusan, adanya penambahan atau pencampuran bumbu, bahan pengikat melalui pemanasan dan pembekuan atau Nugget nabati dibuat dari hasil pertanian giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Dalam membuat nugget diperlukan bahan yang mengandung karbohidrat sebagai bahan pengikat agar bahan satu sama lain saling terikat dalam satu adonan yang berguna untuk memperbaiki tekstur. Nugget mengandung zat-zat gizi seperti protein, karbohidrat, dan lemak, tapi tidak mengandung serat. Kebutuhan akan serat dalam makanan perlu bagi manusia karena serat sanggup mencegah penyakit, seperti kanker usus besar (colon cancer), luka serta benjolan dalam usus besar (diverticulitis), serta dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Salah satu bahan makanan yang banyak mengandung serat adalah sayuran. Bahan pengikat yang sering digunakan adalah berbagai
jenis tepung yang mengandung karbohidrat, salah satunya adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus berbahan dasar gandum (Triticum spp) yang kaya akan karbohidrat  (Tanikawa, 2001). Menurut Chen dkk. (2009) aroma nugget dipengaruhi oleh panambahan bumbu dan penyedap rasa seperti lada dan bawang putih, penggunaan bahan
lain seperti susu bubuk skim, tepung roti dan bumbu-bumbu yang memiliki aroma khas masing masing.
Tempe adalah salah satu makanan tradisional khas Indonesia. Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses
melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat
proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa
sederhana sehingga mudah dicerna. Tempe sebagai makanan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi tempe terus dilakukan dan dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tempe mengandung elemen yang berguna bagi tubuh seperti asam lemak. viamin, mineral, dan antioksidan (Nababan dkk., 2012).
Astuti (2009) mengatakan terbentuknya aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.
Tepung terdiri dari butir-butir granula pati. Tiap tepung memiliki bentuk granula berbeda-beda. Tepung biasanya terbuat dari padi-padian dan umbi-umbian melalui berbagai tahapan proses hingg menjadi tepung kering. Tepung memiliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendao jika dicampur dengan air, tetapi jika dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan mengalami pengembangan dan kemudian mengental, peristiwa ini disebut gelatinisasi. Konsentrasi pati berbeda-beda pada setiap tepung. Tepung maizena memiliki kadar pati sebanyak 72%, tepung tapioca 47,675%, tepung terigu 33,0%. Konsentrasi pati tersebut sangat menentukan tekstur dan kekenyalan dari suatu produk (Basuki, 2013)
2.2  Pembuatan Nugget Nabati
Proses pembuatan nugget mencakup delapan tahap, yaitu penimbangan bahan, penggilingan, pencampuran bahan, pencetakan, pengukusan, pelapisan perekat dan pelumuran tepung roti (pemaniran), penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Winarno, 1997). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
a.       Penimbangan bahan
Penimbangan bahan merupakan kegiatan menimbang semua bahan sesuai dengan formula yang ditentukan. Semua bahan harus ditimbang dengan benar agar tidak terjadi keslahan dalam pembuatan nugget.
b.      Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994). Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Penggilingan jenis pangan sumber protein dilakukan berfungsi untuk menghaluskan jenis pangan sumber protein agar mudah tercampur dalam adonan.
c.       Pencampuran bahan
Pencampuran semua bahan dalam pembuatan nugget meliputi jenis pangan sumber protein, tepung tapioka, telur, bawang bombay, bawang putih, garam, lada dan pala dilakukan dengan cara diaduk-aduk hingga adonan tercampur rata atau homogen.
d.      Pencetakan
Pencetakan dalam pembuatan nugget dilakukan dengan membungkus adonan menggunakan plastik dan membentuknya menjadi bulat panjang dengan diameter 2 cm dan mengikat kedua ujungnya menggunakan tali atau mencetaknya dalam loyang kotak lalu dibentuk dengan aneka jenis bentuk cetakan nugget.
e.       Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula– granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997). Pengukusan dilakukan dengan waktu 30 menit dengan maksud agar adonan menjadi padat sehingga mudah dipotong.
f.       Pemaniran
Pemaniran merupakan proses yang harus dilakukan dalam pembuatan nugget yang mempunyai dua tahapan yaitu pencelupan adonan nugget yang sudah dipotong pada putih telur dan pelumuran tepung roti. Tahapan yang pertama merupakan pencelupan nugget yang sudah dipotong pada putih telur dengan tujuan agar tepung roti dapat menempel pada nugget. Pelumuran tepung roti menjadi tahapan yang kedua dan merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Pelumuran tepung roti dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan proses pemaniran. Tepung roti yang digunakan sebaiknya tidak tengik, wadahnya masih dalam keadaan baik, memiliki bau khas tepung, dan waktu kadaluarsanya masih lama (Yuyun, 2007 : 7).
g.      Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) (Ketaren, 1986). Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein (Bintoro, 2008).
Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi pemaniran. Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000). Penggorengan awal dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994).
h.      Pembekuan
Agar tahan lama produk nugget disimpan pada suhu beku. Produk nugget apabila dikonsumsi dapat langsung digoreng.
2.3  Uji Senori
Uji sensori atau evaluasi sensori merupakan suatu metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk berdasarkan daya tangkap indra manusia seperti penglihatan (warna), penciuman (aroma), peraba (tekstur), dan perasa (rasa) (Novi dkk., 2014).
Pengujian sensori (organoleptik) terdiri dari:
a.       Warna
Warna merupakan parameter organolpetik yang paling pengting dalam suatu produk makanan. Warna merupakan parameter yang pertama yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung faktor alam, geografis, dan aspek sosial (Winarno, 2004).
b.      Rasa
Rasa merupakan suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan makanan yang dimakan, yang dirasakan oleh indra pengecap. Cita rasa merupaka suatu kesan yang diterima melalui saraf indra pengecap, yaitu lidah. Secara umum ada lima rasa
yang digunakan untuk menerangkan mutu dari kesan yang ditimbulkan oleh senyawa-senyawa yang ada di dalam bahan makanan atau minuman seperti manis, asin, asam, pahit, serta gurih (De Mann, 2009).
c.       Tekstur
Tekstur adalah nilai raba pada suatu permukaan, baik itu nyata maupun semu. Suatu permukaan mungkin kasar, halus, keras atau lunak. Rangsangan sentuhan dapat berasal dari bermacam-macam rangsangan yaitu rangsangan mekanik, berasal dari tekanan dan rangsangan fisik, misalnya dala bentuk rangsangan panas, dingin, basah, kering, keras, lengket dan kompak. Tekstur merupakan sensasi tekanan yag dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus. Tekstur dan konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa bahan (Sofiah dan Tjutju, 2008).
d.      Aroma
Aroma adalah suatu rangsangan yang diterima oleh indra pembau (hidung) melalui udara. Pembentukan aroma pada suatu produk akhir salah satunya ditentukan oleh bahan baku. Aroma sangat menentukan kualitas produk disebabkan bau yang enak akan lebih diterima oleh konsumen jika dibandingkan dengan bau yang busuk (Mardini, 2007).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati inidilaksanakan pada hari Selasa,
1 Maret 2016, pukul 08.30-12.00 WITA, bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah blender, kukusan, pisau, timbangan, baskom, talenan, wajan, spatula, kompor gas, sendok dan bahan yang digunakan adalah tempe, gula,  garam, merica, bawang putih, bawang merah, es batu, tepung
terigu, tepung maizena, tepung tapioca, daun bawang, daun sup, tepung roti, aluminium foil, dan tissue.
3.3 Prosedur Praktikum
            Proses pembuatan nugget nabati dilakukan dengan cara tempe dikukus selama 10 menit, kemudian ditimbang 300 gram lalu dihaluskan. Tempe yang telah halus dicampurkan dengan bumbu-bumbu seperti garam 3%, merica 1%, bawang putih 4%, bawang merah 4%, gula pasir 2%, daun bawang 3%, daun sup 3%, dan air es 5%. Setelah semua bumbu dicampur, bahan kemudian dikukus selama 20 menit dan dilakukan proses pencetakan sesuai dengan bentuk yang diinginkan setelah dingin. Bahan yang dibentuk kemudian dicelup ke dalam tepung terigu 100 gram yang telah diencerkan dengan air 100 ml dan dilumuri dengan tepung roti. Tahap selanjutnya yaitu nugget digoreng dan dilakukan pengujian organoleptik.
3.4 Perlakuan Praktikum
            Adapun perlakuan yang dilakukan pada praktikum ini yaitu :
1.      Tepung maizena
2.      Tepung terigu
3.      Tepung tapioka


Gambar 02. Diagram Alir Pembuatan Nugget Nabati








IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Nugget Nabati
Berbagai bahan pangan yang dimanfaatkan dan diolah menjadi suatu produk dapat meningkatkan mutu dari bahan pangan itu sendiri seperti dalam pengolahan nugget nabati. Nugget nabati merupakan salah satu produk olahan pangan yang memanfaatkan sumber pangan nabati. Selain itu pengolahan sumber pangan nabati yang dijadikan sebagai nugget dapat meningkatkan daya simpan, penganekaragaman pangan, serta ketertarikan konsumen. Jika dibandingkan dengan nugget pada umumnya, nugget nabati mengandung berbagai kandungan gizi seperti protein, serat yang tinggi, karbohidrat, lemak, kalsium dan lain-lain. Pengolahan nugget nabati melalui proses pengukusan, penghalusan, pencampuran bumbu-bumbu dan pelumuran tepung yang bertujuan untuk meningkatkan konsistesi dan citarasa serta memberikan tekstur yang baik pada nugget yang dihasilkan. Hal ini sesuai Tanikawa (2001), yang menyatakan bahwa nugget nabati merupakan produk olahan pangan yang berbahan dasar nabati yang dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya, proses pengukusan, penghalusan, pencampuran bumbu kemudian dicetak dan diselimuti dengan tepung roti Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan.
Tempe merupakan suatu produk dari hasil olahan kacang kedelai yang difermentasi menggunakan mikroorganisme (Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus). Karena dibuat dari bahan dasar kedelai yang memiliki gizi tinggi, sehingga tempe juga banyak mengandung senyawa-senyawa yang baik untuk tubuh. Hal tersebutlah yang menjadikan tempe
banyak dimanfaatkan dalam pengoahan berbagai macam produk. Hal ini sesuai dengan Nababan dkk. (2012), yang menyatakan bahwa tempe sebagai makanan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi tempe terus dilakukan dan dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tempe mengandung elemen yang berguna bagi tubuh seperti asam lemak. viamin, mineral, dan antioksidan.
4.2  Pembuatan Nugget Tempe
Proses pembuatan nugget nabati pada praktikum ini adalah menggunakan bahan dasar tempe. Pembuatan nugget nabati pada umumnya sama dengan proses pembuatan nugget berbahan dasar daging (hewani). Proses pembuatan nugget tempe pada praktikum yaitu tempe mula-mula dikukus selama 10 menit kemudian ditimbang sebanyak 300 gram. Tempe selanjutnya dihaluskan menggunakan blender dan ditambahkan dengan bumbu-bumbu seperti garam 15 gram, merica 5 gram, bawang putih 20 gram, bawang merah 20 gram, gula pasir 10 gram, daun bawang 15 gram, daun seledri 15 gram serta air es 25 ml. Adonan yang telah halus kemudian dikukus lalu dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Adonan yang telah dicetak kemudian dicelup ke dalam tepung terigu yang telah diencerkan kemudian dilumuri dengan tepung roti sebelum digoreng. Adonan kemudian digoren hingga berubah warna. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997), yang menyatakan bahwa proses pembuatan nugget mencakup delapan tahap, yaitu penimbangan bahan, penggilingan, pencampuran bahan, pencetakan, pengukusan, pelapisan perekat dan pelumuran tepung roti (pemaniran), penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan.
4.3  Analisis Sensori
4.3.1        Warna
Warna adalah hal yang sangat penting dalam pengujian organoleptik. Warna suatu bahan pangan sangat menentukan tingkat kesuakaan konsumen. Warna pada produk ditentukan dari bahan baku produk dan juga perlakuan yang diberikan pada produk tersebut seperti penggorengan. Hal ini sesuai dengan Winarno (2004), yang menyatakan bahwa Warna merupakan parameter organolpetik yang paling pengting dalam suatu produk makanan. Warna merupakan parameter yang pertama yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk.
Grafik 01. Tingkat Kesukaan Panelis Pada Warna Nugget.
Hasil pengamatan sifat organoleptik pada grafik 01 pada perlakuan I menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis berada pada skala 3 yaitu agak suka. Warna dari nugget tempe yang dibuat adalah kuning keputih-putihan . Warna kuning pada nugget berasal dari warna  tepung maizena. Tepung maizena digunakan sebagai bahan pengisi. Proses penggorengan menyebabkan warna nugget menjadi agak coklat. Karena adanya reaksi pencoklatan non enzimatik dari gula pereduksi yang dikandungnhya pada saat nugget digoreng. Hal ini sesuai pendapat Bintoro (2008) bahwa menyatakan bahwa warna pada nugget dapat diperoleh
dari pengaruh cara pengolahan dalam hal ini penggorengan dengan suhu tinggi yang menyebabkan reaksi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan
keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan non-enzimatik (reaksi Maillard) selama pemanasan.
4.3.2        Rasa
Rasa merupakan suatu reaksi yang terjadi ketika seseorang mencicipi atau memakan sesuatu yang dirasakan oleh lidah sebagai indra pengecap. Rasa disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa yang terdapat dalam suatu produk sepeti gula yang menyebabkan rasa manis, garam yang menyebabkan rasa asin, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan De Mann (2009), yang menyatakan bahwa rasa merupakan suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan makanan yang dimakan yang diterima melalui saraf indra pengecap, yaitu lidah.
Grafik 02. Tingkat Kesukaan Panelis Pada Rasa Nugget.
Nugget yang dihasilkan berkisar antara 2.6-3.1 (rasa tempe agak lemah hingga netral). Intensitas rasa tempe nugget tertinggi 3.1 dan terendah adalah 2.6. Perbedaan komposisi nugget tempe mempengaruhi nilai intensitas rasa tempe yang dihasilkan. Pada perlakuan ke III dengan intensitas rasa tertinggi menggunakan tepung tapioca sebagai bahan pengisi, sedangkan pada perlakuan ke II dengan intensitas rasa terendah menggunaan  tepung terigu sebagai bahan pengisi. Tepung terigu memiliki rasa yang kurang tajam bila dibandingkan dengan tepung tapioka yang memiliki rasa khas tajam. Astuti (2009), mengatakan terbentuknya aroma dan  rasa yang khas pada nugget tempe disebabkan degradasi komponen-komponen dalam  tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Penambahan bumbu dan bahan lainnya dalam pembuatan nugget dapat mempengaruhi rasa pada nugget tempe. Menurut Ulfah (2003), proses penggorengan nugget dapat menambah rasa lezat dan gurih yang berasal dari minyak goreng yang meresap ke dalam nugget.
4.3.3        Tekstur
Tekstur merupakan suatu rangsangan sentuhan yang diterima oleh indra peraba (kulit). Tekstur yang diterima oleh kulit ada banyak seperti halus, kasar, lembek, keras dan sebagainya. Tekstur sangat menentukan kualitas bahan pangan. Di mana tekstur yang lembek mengindikasikan bahwa produk tersebut tinggi akan kadar air begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan Sofiah dan Tjutju (2008), yang menyatakan bahwa tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari dari konsistensi seperti tebal, tipis dan halus. Tekstur dan konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa bahan.
Grafik 03. Tingkat Kesukaan Panelis Pada Tekstur Nugget.
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa tekstur yang paling disukai oleh panelis yaitu perlakuan I, disusul perlakuan II hingga perlakuan III. Perbedaan tekstur pada ketiga perlakuan disebabkan oleh penggunaan bahan pengisi dalam hal ini tepung yang digunakan. Pada perlakuan I menggunakan tepung maizena seadangkan pada perlakuan II dan III masing-masing menggunakan tepung terigu dan tepung maizena. Perbedaan kandungan pati ketiga bahan pengisi tersebut. Di mana pada tepung maizena pada perlakuan I mengandung pati sebesar 72% jika dibandingkan dengan tepung tapioka 47,675%, tepung terigu 33,0%. Hal ini sesuai dengan Basuki (2013), yang menyatakan bahwa kandungan pati dalam tepung sangat mempengaruhi tekstur dari produk, di mana kandungan pati yang paling tinggi akan menghasilkan produk yang kenyal. Hal ini sesuai dengan Basuki (2013), yang menyatakan bahwa konsentrasi pati tersebut sangat menentukan tekstur dan kekenyalan dari suatu produk.
4.3.4        Aroma
Aroma merupakan suatu ransangan bau yang diterima oleh seseorang melalui udara dengan menggunakan indra pembau yaitu hidung. Aroma sangat menentukan kualitas suatu produk. Pembentukan aroma pada suatu produk akhir ditentukan oleh bahan baku serta penambahan bumbu-bumbu dari produk tersebut. Hal ini sesuai dengan Mardini (2007), yang menyatakan bahwa pembentukan aroma pada suatu produk salah satunya ditentukan oleh bahan baku.
Grafik 04. Tingkat Kesukaan Panelis Pada Aromaa  Nugget.
Rata-rata intensitas aroma tempe nugget yang dihasilkan berkisar antara 2,9-3.1 (aroma tempe agak lemah hingga netral). Intensitas aroma tempe nugget tertinggi 3.1 dan terendah adalah 2.9. Intensitas aroma tempe yang dominan pada nugget ini dikarenakan pada komposisinya menggunakan tempe yang lebih banyak daripada nugget lainnya sehingga atribut aroma tempe terasa lebih kuat. Menurut Mardini (2007) pembentukan aroma pada suatu produk akhir salah satunya ditentukan oleh bahan baku. Bahan baku utama nugget adalah tempe. Astuti (2009) mengatakan terbentuknya aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Menurut Chen dkk. (2009) aroma nugget dipengaruhi oleh panambahan bumbu dan penyedap rasa seperti lada dan bawang putih, penggunaan bahan lain seperti susu bubuk skim, tepung roti dan bumbu-bumbu yang memiliki aroma khas masing masing.
























V.    PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1.      Proses pembuatan nugget tempe dapat dilakukan dengan melalui beberapa tahap yaitu langkah pertama penimbangan bahan, lalu dilakukan proses pengukusan. setelah itu, tempe digiling hingga hancur, selanjutnya pencampuran bahan pengsi dan bahan tambahan lainnya, pencetakan, lalu dilakukan proses pengukusan, selanjutnya pemaniran dengan tepung roti dan proses penggorengan hingga warna pada nugget berubah menjadi kuning keemasan.
2.      Pengaruh penggunaan tepung sangat berpengaruh terhadap nugget yang dihasilkan. Pengaruh tepung sangat berpegaruh terhadap tekstur dari nugget. Penggunaan tepung maizena menghasilkan tekstur yang lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan penggunaan tepung tapioka dan tepung terigu. Hal tersebut disebabkan karena konsentrasi pati pada tepung maizena lebih tinggi dibandingkan tepung tapioka dan tepung terigu dimana pati menentukan proses gelatinisasi pada nugget sehingga tekstur nugget menjadi lunak.
5.2  Saran
Diharapkan pada praktikum-praktikum selanjutnya panelis lebih konsisten dalam pengujian sehingga didapatkan hasil yang lebih baik.













DAFTAR PUSTAKA
Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Basuki, Ratna, dkk. 2013. Kajian Subtitusi Tepung Tapioka dan Penambahan Gliserol Monostearat Pada Pembuatan Roti Tawar. Staf Pengajar Program Studi Teknologi Pangan. FTI UPN Veteran. Jawa Timur
Bintoro V. P. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Universitas Diponegoro. Semarang
De, Mann. 2009. Principle of Food Chemistry. The Avi Pub. Co. In Westport Connecticut.
Fellow, A. P. 2000. Food Procession Technology. Principles and Practise.2nd ed. Woodread. Pub. Lim. Cambrige. England. Terjemahan Riztanto W. dan Agus Purnomo.
Kateren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakrta. UI- Press.
Mahmud, Mien K., Hermana, N. A. Zulfianto, R. R. Apriyantono, S.Ngadiarti, B. Hartati,Bernadus, Tinexcelly. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kompas Gramedia. Jakarta
Nababan, Fera Erika, dkk. 2012. Uji Daya Terima Tempe Biji Kecipir Beras Merah Dan Kandungan Gizinya. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan
Novi, Heridiansyah, dkk. 2014. Pengaruh Jenis Tempe dan Bahan Pengikat Terhadap Karakteristik Nugget Tempe. Jurnal. Program Studi Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Unived.
Tanikawa, 2001. Fermented Foods. J. Food Tech. 26:12-16.
Tatono, E. 1994. Pengolahan Fish Nugget Dari Ikan Tenggiri (Scromberomorus commersoni). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Yuyun, Alamsyah. 2011. Nugget. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Lampiran 05. Hasil Pengujian Organoleptik Nugget Nabati
Tabel 08. Hasil Uji Organoleptik Nugget Nabati
No
Panelis
I
II
III



W
A
R
T
W
A
R
T
W
A
R
T

1
Nur fadilla
2
3
2
3
3
2
3
2
3
3
4
2

2
Zulfikar
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3

3
Wahyuni
3
2
2
3
4
3
2
3
4
2
4
3

4
Olphi
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3

5
Silvi
4
3
4
3
3
4
2
3
4
3
4
3

6
Hasrah
3
4
3
3
2
2
2
3
2
2
4
3

7
Serli Hatul
3
3
4
3
4
3
3
2
2
4
4
3

8
Nabila
3
3
2
2
4
3
3
3
3
3
4
2

9
Nadya
3
4
3
3
3
4
2
2
2
3
2
3

10
A.    Asril
4
3
2
3
3
3
2
2
3
3
3
3

11
St. Hasrawati T.
3
3
2
3
3
4
3
3
3
2
2
2

12
Ulfa
3
3
2
2
4
4
3
3
3
3
3
2

13
Tri
3
3
4
4
2
3
4
2
2
2
2
2

14
Kamel
3
2
2
2
4
3
3
2
3
4
2
1

15
Darmayanti
4
3
3
3
3
3
2
2
2
3
2
3

Jumlah
47
45
42
44
48
47
39
40
39
43
46
33

Rata-rata
3,1
3,0
2,8
2,9
3,2
3,1
2,6
2,7
2,6
2,9
3,1
2,2

Sumber : Data Primer Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati, 2016.














Lampiran 06. Hasil Pengujian Organoleptik Nugget Nabati
Tabel 09. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Nugget Nabati

Parameter
Perlakuan
     Keterangan :

I
II
III
              Sangat suka           : 5
Warna
3,1
3,2
2,6
              Suka                      : 4
Aroma
3,0
3,1
2,9
              Agak suka             : 3
Rasa
2,8
2,6
3,1
              Tidak suka             : 2
Tekstur
2,9
2,7
2,2
              Sangat tidak suka : 1




0 comments:

Post a Comment