Pembuatan Nugget Tempe
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Nugget merupakan salah satu produk olahan pangan yang umum
dijumpai
di masyarakat. Pada umumnya, nugget yang beredar di masyarakat yaitu nugget yang terbuat dari daging, udang, atau ikan. Akan tetapi kebutuhan dan pola hidup masyarakat yang mengarah pada pola hidup yang sehat, makanan diet, dan siap saji membuat nugget diinovasikan dari bahan lain seperti nabati atau sering disebut nugget nabati.
di masyarakat. Pada umumnya, nugget yang beredar di masyarakat yaitu nugget yang terbuat dari daging, udang, atau ikan. Akan tetapi kebutuhan dan pola hidup masyarakat yang mengarah pada pola hidup yang sehat, makanan diet, dan siap saji membuat nugget diinovasikan dari bahan lain seperti nabati atau sering disebut nugget nabati.
Nugget nabati merupakan salah satu
jenis makanan olahan yang berbahan dasar nabati yang telah dihancurkan dan
diberi bahan pengisi, bahan pengikat dan bumbu-bumbu yang kemudian dicetak
dalam berbagai bentuk dan digoreng. Pembuatan nugget nabati dapat dilakukan dengan berbagai variasi bahan baku yang akan menghasilkan kualitas
yang berbeda, dengan harapan diperoleh produk yang lebih berkualitas. Salah satu bahan nabati yang dapat digunakan dalam proses pembuatan nugget yaitu tempe.
yang berbeda, dengan harapan diperoleh produk yang lebih berkualitas. Salah satu bahan nabati yang dapat digunakan dalam proses pembuatan nugget yaitu tempe.
Tempe merupakan salah satu makanan
hasil fermentasi yang memiliki kandungan gizi yang tinggi seperti protein.
Kandungan gizi yang tinggi pada tempe sangat sesuai untuk dijadikan nugget.
Dalam proses pembuatan nugget nabati berbahan dasar tempe, ada banyak faktor
yang mempengaruhi kualitas dan mutu nugget yang dihasilkan terutama dari segi organoleptik
salah satunya yaitu jenis tepung yang digunakan. Berbagai jenis tepung seperti
tepung maizena, tepung terigu, dan tepung tapioka memiliki kandungan amilosa
dan amilopektin yang berbeda. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukanlah
praktikum pembuatan nugget nabati.
1.2
Tujuan
dan kegunaan praktikum
Tujuan
dari praktikum pembuatan nugget nabati yaitu sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
cara pembuatan nugget nabati yang baik dan benar
2.
Untuk mengetahui
pengaruh penambahan tepung maizena, tepung tapioka, dan tepung terigu terhadap
kualitas organoleptik nugget nabati.
Kegunaan
dari praktikum ini yaitu memberikan informasi mengenai inovasi
baru bagaimana proses pembuatan nugget nabati sehingga nilai gizi seperti vitamin maupun mineral serta kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tempe dapat dikonsumsi
secara praktis.
baru bagaimana proses pembuatan nugget nabati sehingga nilai gizi seperti vitamin maupun mineral serta kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tempe dapat dikonsumsi
secara praktis.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nugget
Nabati
Secara umum,
nugget merupakan salah satu produk pangan cepat saji yang saat
ini dikenal baik oleh masyarakat. Seperti sosis, burger, pizza, hotdog dan corned, nugget
telah menjadi salah satu pilihan masyarakat sebagai produk pangan yang praktis. Produk nugget yang ada di pasaran biasanya berupa nugget ayam, daging sapi, dan ikan, namun umumnya nugget ayam populer dikalangan masyarakat. Daging ayam memiliki kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi,sehingga bagi penderita hipertensi perlu membatasi konsumsinya. Daging ayam memiliki kadar kolesterol yang hampir sama dengan kambing, ataupun sapi. Kandungan kolesterol tertinggi dalam daging ayam terdapat di bagian dada (breast). Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan memanfaatkan sumber pangan nabati (Mahmud dkk., 2008).
ini dikenal baik oleh masyarakat. Seperti sosis, burger, pizza, hotdog dan corned, nugget
telah menjadi salah satu pilihan masyarakat sebagai produk pangan yang praktis. Produk nugget yang ada di pasaran biasanya berupa nugget ayam, daging sapi, dan ikan, namun umumnya nugget ayam populer dikalangan masyarakat. Daging ayam memiliki kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi,sehingga bagi penderita hipertensi perlu membatasi konsumsinya. Daging ayam memiliki kadar kolesterol yang hampir sama dengan kambing, ataupun sapi. Kandungan kolesterol tertinggi dalam daging ayam terdapat di bagian dada (breast). Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan memanfaatkan sumber pangan nabati (Mahmud dkk., 2008).
Nugget Nabati merupakan suatu
bentuk produk olahan dari nabati (sayur-sayuran/tumbuh-tumbuhan) dengan proses
pengukusan, penghalusan, adanya penambahan atau pencampuran bumbu, bahan
pengikat melalui pemanasan dan pembekuan atau Nugget nabati dibuat dari hasil
pertanian giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak
membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan
diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan
dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Nugget merupakan
salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah
mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan.
Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit
pada suhu 150º C. Dalam membuat nugget diperlukan bahan yang mengandung
karbohidrat sebagai bahan pengikat agar bahan satu sama lain saling terikat
dalam satu adonan yang berguna untuk memperbaiki tekstur. Nugget mengandung
zat-zat gizi seperti protein, karbohidrat, dan lemak, tapi tidak mengandung
serat. Kebutuhan akan serat dalam makanan perlu bagi manusia karena serat
sanggup mencegah penyakit, seperti kanker usus besar (colon cancer), luka serta
benjolan dalam usus besar (diverticulitis), serta dapat menurunkan kadar
kolesterol dalam darah. Salah satu bahan makanan yang banyak mengandung serat
adalah sayuran. Bahan pengikat yang sering digunakan adalah berbagai
jenis tepung yang mengandung karbohidrat, salah satunya adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus berbahan dasar gandum (Triticum spp) yang kaya akan karbohidrat (Tanikawa, 2001). Menurut Chen dkk. (2009) aroma nugget dipengaruhi oleh panambahan bumbu dan penyedap rasa seperti lada dan bawang putih, penggunaan bahan
lain seperti susu bubuk skim, tepung roti dan bumbu-bumbu yang memiliki aroma khas masing masing.
jenis tepung yang mengandung karbohidrat, salah satunya adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus berbahan dasar gandum (Triticum spp) yang kaya akan karbohidrat (Tanikawa, 2001). Menurut Chen dkk. (2009) aroma nugget dipengaruhi oleh panambahan bumbu dan penyedap rasa seperti lada dan bawang putih, penggunaan bahan
lain seperti susu bubuk skim, tepung roti dan bumbu-bumbu yang memiliki aroma khas masing masing.
Tempe adalah
salah satu makanan tradisional khas Indonesia. Tempe merupakan makanan yang
terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses
melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat
proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa
sederhana sehingga mudah dicerna. Tempe sebagai makanan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi tempe terus dilakukan dan dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tempe mengandung elemen yang berguna bagi tubuh seperti asam lemak. viamin, mineral, dan antioksidan (Nababan dkk., 2012). Astuti (2009) mengatakan terbentuknya aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.
melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat
proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa
sederhana sehingga mudah dicerna. Tempe sebagai makanan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi tempe terus dilakukan dan dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tempe mengandung elemen yang berguna bagi tubuh seperti asam lemak. viamin, mineral, dan antioksidan (Nababan dkk., 2012). Astuti (2009) mengatakan terbentuknya aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.
Tepung terdiri
dari butir-butir granula pati. Tiap tepung memiliki bentuk granula
berbeda-beda. Tepung biasanya terbuat dari padi-padian dan umbi-umbian melalui
berbagai tahapan proses hingg menjadi tepung kering. Tepung memiliki sifat
tidak larut air, sehingga akan mengendao jika dicampur dengan air, tetapi jika
dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan mengalami pengembangan dan
kemudian mengental, peristiwa ini disebut gelatinisasi. Konsentrasi pati
berbeda-beda pada setiap tepung. Tepung maizena memiliki kadar pati sebanyak
72%, tepung tapioca 47,675%, tepung terigu 33,0%. Konsentrasi pati tersebut
sangat menentukan tekstur dan kekenyalan dari suatu produk (Basuki, 2013)
2.2 Pembuatan
Nugget Nabati
Proses
pembuatan nugget mencakup delapan tahap, yaitu penimbangan bahan, penggilingan,
pencampuran bahan, pencetakan, pengukusan, pelapisan perekat dan pelumuran
tepung roti (pemaniran), penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Winarno,
1997). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
a. Penimbangan
bahan
Penimbangan
bahan merupakan kegiatan menimbang semua bahan sesuai dengan formula yang
ditentukan. Semua bahan harus ditimbang dengan benar agar tidak terjadi keslahan
dalam pembuatan nugget.
b. Penggilingan
Penggilingan
daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu dengan menambahkan es pada
saat penggilingan daging (Tatono, 1994). Pendinginan ini bertujuan untuk
mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Penggilingan jenis pangan
sumber protein dilakukan berfungsi untuk menghaluskan jenis pangan sumber
protein agar mudah tercampur dalam adonan.
c. Pencampuran
bahan
Pencampuran
semua bahan dalam pembuatan nugget meliputi jenis pangan sumber protein, tepung
tapioka, telur, bawang bombay, bawang putih, garam, lada dan pala dilakukan
dengan cara diaduk-aduk hingga adonan tercampur rata atau homogen.
d. Pencetakan
Pencetakan dalam pembuatan nugget dilakukan dengan membungkus
adonan menggunakan plastik dan membentuknya menjadi bulat panjang dengan
diameter 2 cm dan mengikat kedua ujungnya menggunakan tali atau mencetaknya
dalam loyang kotak lalu dibentuk dengan aneka jenis bentuk cetakan nugget.
e. Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula–
granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa
pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti
keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula
pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan
ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan
pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula
tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu
matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997). Pengukusan dilakukan
dengan waktu 30 menit dengan maksud agar adonan menjadi padat sehingga mudah
dipotong.
f. Pemaniran
Pemaniran merupakan proses yang harus dilakukan dalam
pembuatan nugget yang mempunyai dua tahapan yaitu pencelupan adonan nugget yang
sudah dipotong pada putih telur dan pelumuran tepung roti. Tahapan yang pertama
merupakan pencelupan nugget yang sudah dipotong pada putih telur dengan tujuan
agar tepung roti dapat menempel pada nugget. Pelumuran tepung roti menjadi
tahapan yang kedua dan merupakan bagian yang paling penting dalam proses
pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Pelumuran tepung
roti dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah
satu produk yang pembuatannya menggunakan proses pemaniran. Tepung roti yang
digunakan sebaiknya tidak tengik, wadahnya masih dalam keadaan baik, memiliki
bau khas tepung, dan waktu kadaluarsanya masih lama (Yuyun, 2007 : 7).
g. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang
umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan
yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang
muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) (Ketaren, 1986).
Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula
aldehida dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama
pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein
(Bintoro, 2008).
Penggorengan awal (pre-frying) adalah
langkah yang terpenting dalam proses aplikasi pemaniran. Tujuan penggorengan
awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat
diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada
konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak
pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta
berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000). Penggorengan awal dilakukan
dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang. Suhu
penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika
suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu untuk
penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan karena
penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau
tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994).
h. Pembekuan
Agar tahan lama produk nugget disimpan pada suhu beku. Produk
nugget apabila dikonsumsi dapat langsung digoreng.
2.3 Uji Senori
Uji sensori atau evaluasi sensori merupakan suatu
metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis dan
menginterpretasikan respon terhadap suatu produk berdasarkan daya tangkap indra
manusia seperti penglihatan (warna), penciuman (aroma), peraba (tekstur), dan perasa
(rasa) (Novi dkk., 2014).
Pengujian sensori (organoleptik) terdiri dari:
a.
Warna
Warna merupakan parameter organolpetik yang paling pengting dalam suatu
produk makanan. Warna merupakan parameter yang pertama yang menentukan tingkat
penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penerimaan warna suatu bahan
berbeda-beda tergantung faktor alam, geografis, dan aspek sosial (Winarno,
2004).
b.
Rasa
Rasa merupakan suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan makanan yang
dimakan, yang dirasakan oleh indra pengecap. Cita rasa merupaka suatu kesan
yang diterima melalui saraf indra pengecap, yaitu lidah. Secara umum ada lima
rasa
yang digunakan untuk menerangkan mutu dari kesan yang ditimbulkan oleh senyawa-senyawa yang ada di dalam bahan makanan atau minuman seperti manis, asin, asam, pahit, serta gurih (De Mann, 2009).
yang digunakan untuk menerangkan mutu dari kesan yang ditimbulkan oleh senyawa-senyawa yang ada di dalam bahan makanan atau minuman seperti manis, asin, asam, pahit, serta gurih (De Mann, 2009).
c.
Tekstur
Tekstur adalah nilai raba pada suatu permukaan, baik itu nyata maupun
semu. Suatu permukaan mungkin kasar, halus, keras atau lunak. Rangsangan
sentuhan dapat berasal dari bermacam-macam rangsangan yaitu rangsangan mekanik,
berasal dari tekanan dan rangsangan fisik, misalnya dala bentuk rangsangan
panas, dingin, basah, kering, keras, lengket dan kompak. Tekstur merupakan
sensasi tekanan yag dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari dan
konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus. Tekstur dan konsistensi bahan
akan mempengaruhi cita rasa bahan (Sofiah dan Tjutju, 2008).
d.
Aroma
Aroma adalah suatu rangsangan yang diterima oleh indra
pembau (hidung) melalui udara. Pembentukan aroma pada
suatu produk akhir salah satunya ditentukan oleh bahan baku. Aroma sangat menentukan kualitas produk disebabkan
bau yang enak akan lebih diterima oleh konsumen jika dibandingkan dengan bau
yang busuk (Mardini, 2007).
III. METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum
Aplikasi Teknologi Hasil Nabati inidilaksanakan pada hari Selasa,
1 Maret 2016, pukul 08.30-12.00 WITA, bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
1 Maret 2016, pukul 08.30-12.00 WITA, bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah blender,
kukusan, pisau, timbangan, baskom, talenan, wajan, spatula, kompor gas, sendok
dan bahan yang digunakan adalah tempe, gula, garam, merica, bawang putih, bawang merah, es
batu, tepung
terigu, tepung maizena, tepung tapioca, daun bawang, daun sup, tepung roti, aluminium foil, dan tissue.
terigu, tepung maizena, tepung tapioca, daun bawang, daun sup, tepung roti, aluminium foil, dan tissue.
3.3
Prosedur Praktikum
Proses pembuatan nugget nabati
dilakukan dengan cara tempe dikukus selama 10 menit, kemudian ditimbang 300
gram lalu dihaluskan. Tempe yang telah halus dicampurkan dengan bumbu-bumbu
seperti garam 3%, merica 1%, bawang putih 4%, bawang merah 4%, gula pasir 2%,
daun bawang 3%, daun sup 3%, dan air es 5%. Setelah semua bumbu dicampur, bahan
kemudian dikukus selama 20 menit dan dilakukan proses pencetakan sesuai dengan
bentuk yang diinginkan setelah dingin. Bahan yang dibentuk kemudian dicelup ke
dalam tepung terigu 100 gram yang telah diencerkan dengan air 100 ml dan
dilumuri dengan tepung roti. Tahap selanjutnya yaitu nugget digoreng dan
dilakukan pengujian organoleptik.
3.4 Perlakuan Praktikum
Adapun perlakuan yang dilakukan pada praktikum ini
yaitu :
1.
Tepung maizena
2.
Tepung terigu
3.
Tepung tapioka
Gambar 02. Diagram Alir Pembuatan Nugget Nabati
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Nugget
Nabati
Berbagai bahan
pangan yang dimanfaatkan dan diolah menjadi suatu produk dapat meningkatkan
mutu dari bahan pangan itu sendiri seperti dalam pengolahan nugget nabati.
Nugget nabati merupakan salah satu produk olahan pangan yang memanfaatkan
sumber pangan nabati. Selain itu pengolahan sumber pangan nabati yang dijadikan
sebagai nugget dapat meningkatkan daya simpan, penganekaragaman pangan, serta
ketertarikan konsumen. Jika dibandingkan dengan nugget pada umumnya, nugget
nabati mengandung berbagai kandungan gizi seperti protein, serat yang tinggi,
karbohidrat, lemak, kalsium dan lain-lain. Pengolahan nugget nabati melalui
proses pengukusan, penghalusan, pencampuran bumbu-bumbu dan pelumuran tepung
yang bertujuan untuk meningkatkan konsistesi dan citarasa serta memberikan
tekstur yang baik pada nugget yang dihasilkan. Hal ini sesuai Tanikawa (2001),
yang menyatakan bahwa nugget nabati merupakan produk olahan pangan yang
berbahan dasar nabati yang dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya, proses
pengukusan, penghalusan, pencampuran bumbu kemudian dicetak dan diselimuti
dengan tepung roti Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk
mempertahankan mutunya selama penyimpanan.
Tempe merupakan
suatu produk dari hasil olahan kacang kedelai yang difermentasi menggunakan
mikroorganisme (Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus). Karena dibuat
dari bahan dasar kedelai yang memiliki gizi tinggi, sehingga tempe juga banyak
mengandung senyawa-senyawa yang baik untuk tubuh. Hal tersebutlah yang
menjadikan tempe
banyak dimanfaatkan dalam pengoahan berbagai macam produk. Hal ini sesuai dengan Nababan dkk. (2012), yang menyatakan bahwa tempe sebagai makanan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi tempe terus dilakukan dan dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tempe mengandung elemen yang berguna bagi tubuh seperti asam lemak. viamin, mineral, dan antioksidan.
banyak dimanfaatkan dalam pengoahan berbagai macam produk. Hal ini sesuai dengan Nababan dkk. (2012), yang menyatakan bahwa tempe sebagai makanan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi tempe terus dilakukan dan dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tempe mengandung elemen yang berguna bagi tubuh seperti asam lemak. viamin, mineral, dan antioksidan.
4.2 Pembuatan
Nugget Tempe
Proses
pembuatan nugget nabati pada praktikum ini adalah menggunakan bahan dasar
tempe. Pembuatan nugget nabati pada umumnya sama dengan proses pembuatan nugget
berbahan dasar daging (hewani). Proses pembuatan nugget tempe pada praktikum
yaitu tempe mula-mula dikukus selama 10 menit kemudian ditimbang sebanyak 300
gram. Tempe selanjutnya dihaluskan menggunakan blender dan ditambahkan dengan
bumbu-bumbu seperti garam 15 gram, merica 5 gram, bawang putih 20 gram, bawang
merah 20 gram, gula pasir 10 gram, daun bawang 15 gram, daun seledri 15 gram
serta air es 25 ml. Adonan yang telah halus kemudian dikukus lalu dicetak
sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Adonan yang telah dicetak kemudian
dicelup ke dalam tepung terigu yang telah diencerkan kemudian dilumuri dengan
tepung roti sebelum digoreng. Adonan kemudian digoren hingga berubah warna. Hal
ini sesuai dengan Winarno (1997), yang menyatakan bahwa proses pembuatan nugget
mencakup delapan tahap, yaitu penimbangan bahan, penggilingan, pencampuran
bahan, pencetakan, pengukusan, pelapisan perekat dan pelumuran tepung roti
(pemaniran), penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan.
4.3 Analisis Sensori
4.3.1
Warna
Warna
adalah hal yang sangat penting dalam pengujian organoleptik. Warna suatu bahan
pangan sangat menentukan tingkat kesuakaan konsumen. Warna pada produk
ditentukan dari bahan baku produk dan juga perlakuan yang diberikan pada produk
tersebut seperti penggorengan. Hal ini sesuai dengan Winarno (2004), yang
menyatakan bahwa Warna merupakan parameter organolpetik yang paling pengting
dalam suatu produk makanan. Warna merupakan parameter yang pertama yang
menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk.
Grafik 01. Tingkat Kesukaan Panelis
Pada Warna Nugget.
Hasil pengamatan
sifat organoleptik pada grafik 01 pada perlakuan I menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan panelis berada pada skala 3 yaitu agak suka. Warna dari nugget tempe
yang dibuat adalah kuning keputih-putihan . Warna kuning pada nugget berasal
dari warna tepung maizena. Tepung
maizena digunakan sebagai bahan pengisi. Proses penggorengan menyebabkan warna nugget
menjadi agak coklat. Karena adanya reaksi pencoklatan non enzimatik dari gula
pereduksi yang dikandungnhya pada saat nugget digoreng. Hal ini sesuai pendapat
Bintoro (2008) bahwa menyatakan bahwa warna pada nugget dapat diperoleh
dari pengaruh cara pengolahan dalam hal ini penggorengan dengan suhu tinggi yang menyebabkan reaksi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan
keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan non-enzimatik (reaksi Maillard) selama pemanasan.
dari pengaruh cara pengolahan dalam hal ini penggorengan dengan suhu tinggi yang menyebabkan reaksi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan
keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan non-enzimatik (reaksi Maillard) selama pemanasan.
4.3.2
Rasa
Rasa
merupakan suatu reaksi yang terjadi ketika seseorang mencicipi atau memakan
sesuatu yang dirasakan oleh lidah sebagai indra pengecap. Rasa disebabkan oleh
adanya senyawa-senyawa yang terdapat dalam suatu produk sepeti gula yang
menyebabkan rasa manis, garam yang menyebabkan rasa asin, dan sebagainya. Hal
ini sesuai dengan De Mann (2009),
yang menyatakan bahwa rasa merupakan suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh
bahan makanan yang dimakan yang diterima melalui saraf indra pengecap, yaitu
lidah.
Grafik 02. Tingkat Kesukaan Panelis
Pada Rasa Nugget.
Nugget
yang dihasilkan berkisar antara 2.6-3.1 (rasa tempe agak lemah
hingga netral). Intensitas rasa tempe nugget tertinggi 3.1 dan terendah adalah 2.6. Perbedaan komposisi nugget tempe mempengaruhi
nilai intensitas rasa tempe yang dihasilkan.
Pada perlakuan ke III dengan intensitas rasa tertinggi menggunakan tepung
tapioca sebagai bahan pengisi, sedangkan pada perlakuan ke II dengan intensitas
rasa terendah menggunaan tepung terigu
sebagai bahan pengisi. Tepung terigu memiliki rasa yang
kurang tajam bila dibandingkan dengan tepung
tapioka yang memiliki rasa khas tajam. Astuti
(2009), mengatakan
terbentuknya aroma dan rasa yang khas pada nugget tempe disebabkan
degradasi komponen-komponen
dalam tempe selama
berlangsungnya proses fermentasi. Penambahan bumbu dan bahan lainnya dalam
pembuatan nugget dapat mempengaruhi rasa pada nugget tempe. Menurut Ulfah
(2003), proses penggorengan nugget dapat menambah rasa lezat dan gurih yang
berasal dari minyak goreng yang meresap ke dalam nugget.
4.3.3
Tekstur
Tekstur merupakan suatu rangsangan sentuhan yang
diterima oleh indra peraba (kulit). Tekstur yang diterima oleh kulit ada banyak
seperti halus, kasar, lembek, keras dan sebagainya. Tekstur sangat menentukan
kualitas bahan pangan. Di mana tekstur yang lembek mengindikasikan bahwa produk
tersebut tinggi akan kadar air begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
Sofiah dan Tjutju (2008), yang menyatakan bahwa tekstur merupakan sensasi
tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari dari konsistensi
seperti tebal, tipis dan halus. Tekstur dan konsistensi bahan akan mempengaruhi
cita rasa bahan.
Grafik
03. Tingkat Kesukaan
Panelis Pada Tekstur
Nugget.
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa tekstur
yang paling disukai oleh panelis yaitu perlakuan I, disusul perlakuan II hingga
perlakuan III. Perbedaan tekstur pada ketiga perlakuan disebabkan oleh
penggunaan bahan pengisi dalam hal ini tepung yang digunakan. Pada perlakuan I
menggunakan tepung maizena seadangkan pada perlakuan II dan III masing-masing
menggunakan tepung terigu dan tepung maizena. Perbedaan kandungan pati ketiga
bahan pengisi tersebut. Di mana pada tepung maizena pada perlakuan I mengandung
pati sebesar 72% jika dibandingkan dengan tepung tapioka 47,675%, tepung terigu
33,0%. Hal ini sesuai dengan Basuki (2013), yang menyatakan bahwa kandungan
pati dalam tepung sangat mempengaruhi tekstur dari produk, di mana kandungan
pati yang paling tinggi akan menghasilkan produk yang kenyal. Hal ini sesuai
dengan Basuki (2013), yang menyatakan bahwa konsentrasi pati tersebut sangat
menentukan tekstur dan kekenyalan dari suatu produk.
4.3.4
Aroma
Aroma merupakan suatu ransangan bau yang diterima oleh
seseorang melalui udara dengan menggunakan indra pembau yaitu hidung. Aroma
sangat menentukan kualitas suatu produk. Pembentukan aroma pada suatu produk
akhir ditentukan oleh bahan baku serta penambahan bumbu-bumbu dari produk
tersebut. Hal ini sesuai dengan Mardini (2007), yang menyatakan bahwa
pembentukan aroma pada suatu produk salah satunya ditentukan oleh bahan baku.
Grafik 04. Tingkat Kesukaan Panelis Pada Aromaa Nugget.
Rata-rata intensitas aroma tempe
nugget yang dihasilkan berkisar
antara 2,9-3.1 (aroma tempe agak
lemah hingga netral). Intensitas aroma tempe nugget tertinggi 3.1 dan terendah adalah 2.9. Intensitas aroma
tempe yang dominan pada nugget ini dikarenakan pada komposisinya menggunakan
tempe yang lebih banyak daripada nugget lainnya sehingga atribut aroma tempe
terasa lebih kuat. Menurut Mardini (2007) pembentukan aroma pada suatu produk
akhir salah satunya ditentukan oleh bahan baku. Bahan baku utama nugget adalah
tempe. Astuti (2009) mengatakan terbentuknya aroma dan rasa yang khas pada
tempe disebabkan degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya
proses fermentasi. Menurut Chen dkk. (2009) aroma nugget dipengaruhi oleh
panambahan bumbu dan penyedap rasa seperti lada dan bawang putih, penggunaan
bahan lain seperti susu bubuk skim, tepung roti dan bumbu-bumbu yang memiliki
aroma khas masing masing.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1.
Proses pembuatan nugget
tempe dapat dilakukan dengan melalui beberapa tahap yaitu langkah pertama
penimbangan bahan, lalu dilakukan proses pengukusan. setelah itu, tempe
digiling hingga hancur, selanjutnya pencampuran bahan pengsi dan bahan tambahan
lainnya, pencetakan, lalu dilakukan proses pengukusan, selanjutnya pemaniran
dengan tepung roti dan proses penggorengan hingga warna pada nugget berubah
menjadi kuning keemasan.
2.
Pengaruh
penggunaan tepung sangat berpengaruh terhadap nugget yang dihasilkan. Pengaruh
tepung sangat berpegaruh terhadap tekstur dari nugget. Penggunaan tepung
maizena menghasilkan tekstur yang lebih disukai oleh panelis dibandingkan
dengan penggunaan tepung tapioka dan tepung terigu. Hal tersebut disebabkan
karena konsentrasi pati pada tepung maizena lebih tinggi dibandingkan tepung
tapioka dan tepung terigu dimana pati menentukan proses gelatinisasi pada
nugget sehingga tekstur nugget menjadi lunak.
5.2 Saran
Diharapkan pada praktikum-praktikum selanjutnya
panelis lebih konsisten dalam pengujian sehingga didapatkan hasil yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang Dibungkus
Plastik, Daun Pisang dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Basuki, Ratna, dkk. 2013. Kajian Subtitusi Tepung Tapioka dan Penambahan
Gliserol Monostearat Pada Pembuatan Roti Tawar. Staf Pengajar Program Studi
Teknologi Pangan. FTI UPN Veteran. Jawa Timur
Bintoro V. P. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk.
Universitas Diponegoro. Semarang
De, Mann. 2009. Principle of Food Chemistry. The Avi Pub. Co. In
Westport Connecticut.
Fellow, A. P. 2000. Food Procession Technology. Principles and
Practise.2nd ed. Woodread. Pub. Lim. Cambrige. England. Terjemahan
Riztanto W. dan Agus Purnomo.
Kateren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakrta. UI- Press.
Mahmud,
Mien K., Hermana, N. A. Zulfianto, R. R. Apriyantono, S.Ngadiarti, B. Hartati,Bernadus,
Tinexcelly. 2008. Tabel Komposisi Pangan
Indonesia. Kompas Gramedia. Jakarta
Nababan, Fera Erika, dkk. 2012. Uji Daya Terima Tempe Biji Kecipir Beras
Merah Dan Kandungan Gizinya. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan
Novi, Heridiansyah, dkk. 2014. Pengaruh Jenis Tempe dan Bahan Pengikat
Terhadap Karakteristik Nugget Tempe. Jurnal. Program Studi Teknologi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Unived.
Tanikawa,
2001. Fermented Foods. J. Food Tech.
26:12-16.
Tatono, E. 1994.
Pengolahan Fish Nugget Dari Ikan Tenggiri (Scromberomorus commersoni). Skripsi.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan
Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.
G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Yuyun, Alamsyah. 2011.
Nugget. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Lampiran
05. Hasil Pengujian Organoleptik Nugget Nabati
Tabel 08. Hasil Uji Organoleptik Nugget Nabati
No
|
Panelis
|
I
|
II
|
III
|
||||||||||||
W
|
A
|
R
|
T
|
W
|
A
|
R
|
T
|
W
|
A
|
R
|
T
|
|||||
1
|
Nur fadilla
|
2
|
3
|
2
|
3
|
3
|
2
|
3
|
2
|
3
|
3
|
4
|
2
|
|||
2
|
Zulfikar
|
3
|
3
|
3
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
4
|
3
|
3
|
|||
3
|
Wahyuni
|
3
|
2
|
2
|
3
|
4
|
3
|
2
|
3
|
4
|
2
|
4
|
3
|
|||
4
|
Olphi
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|||
5
|
Silvi
|
4
|
3
|
4
|
3
|
3
|
4
|
2
|
3
|
4
|
3
|
4
|
3
|
|||
6
|
Hasrah
|
3
|
4
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
3
|
2
|
2
|
4
|
3
|
|||
7
|
Serli Hatul
|
3
|
3
|
4
|
3
|
4
|
3
|
3
|
2
|
2
|
4
|
4
|
3
|
|||
8
|
Nabila
|
3
|
3
|
2
|
2
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
4
|
2
|
|||
9
|
Nadya
|
3
|
4
|
3
|
3
|
3
|
4
|
2
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
|||
10
|
A. Asril
|
4
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|||
11
|
St. Hasrawati T.
|
3
|
3
|
2
|
3
|
3
|
4
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
|||
12
|
Ulfa
|
3
|
3
|
2
|
2
|
4
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2
|
|||
13
|
Tri
|
3
|
3
|
4
|
4
|
2
|
3
|
4
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|||
14
|
Kamel
|
3
|
2
|
2
|
2
|
4
|
3
|
3
|
2
|
3
|
4
|
2
|
1
|
|||
15
|
Darmayanti
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
|||
Jumlah
|
47
|
45
|
42
|
44
|
48
|
47
|
39
|
40
|
39
|
43
|
46
|
33
|
||||
Rata-rata
|
3,1
|
3,0
|
2,8
|
2,9
|
3,2
|
3,1
|
2,6
|
2,7
|
2,6
|
2,9
|
3,1
|
2,2
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati, 2016.
Lampiran
06. Hasil Pengujian Organoleptik Nugget Nabati
Tabel 09. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Nugget
Nabati
Parameter
|
Perlakuan
|
Keterangan :
|
||
I
|
II
|
III
|
Sangat suka
: 5
|
|
Warna
|
3,1
|
3,2
|
2,6
|
Suka : 4
|
Aroma
|
3,0
|
3,1
|
2,9
|
Agak suka
: 3
|
Rasa
|
2,8
|
2,6
|
3,1
|
Tidak suka : 2
|
Tekstur
|
2,9
|
2,7
|
2,2
|
Sangat tidak suka
: 1
|
0 comments:
Post a Comment