Laporan Genetika Tanaman
Laporan Genetika Tanaman
Frekuensi Gen
Frekuensi Gen
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genetika sebagai ilmu
yang mempelajari segala hal yang mengenai keturunan dimulai sejak purbakala,
ketika para petani mengetahui bahwa hasil pertaniannya dan ternaknya dapat
ditingkatkan melalui persilangan.
Meskipun pengetahuan mereka masih sangat primitif namun mereka menyadari
bahwa beberapa sifat yang baik pada tumbuhan dan hewan dapat diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Mereka menjalankan berbagai persilangan tanpa disadari pengetahuan
karena belum di kenal adanya gen, apalagi hukum-hukum keturunan. (Suryo, 2006).
Genetika yang
sesungguhnya baru dimulai pada decade kedua dari abad ke-19 setelah mendel
menyajikan secara hati-hati hasil analisis beberapa percobaan persilangan yang
dibuatnya pada tamanan ercis/kapri (Pisum sativum). (Suryo, 2006).
Asas Hardy-Weinburg menyatakan bahwa frekuensi
alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni
berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali
apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan
tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak
acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan
genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk dimengerti bahwa di luar
laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu,
kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam.
Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai
garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.
Mendel
melakukan percobaan selama 12 tahun. Dia menyilangkan (mengawin silang) sejenis
buncis dengan memerhatikan satu sifat beda yang menyolok. Misalnya, buncis berbiji
bulat disilangkan dengan buncis berbiji keriput, buncis dengan biji warna
kuning disilangkan dengan biji warna hijau, buncis berbunga merah dengan bunga
putih, dan seterusnya. (Fandri, 2009).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Praktikum ini bertujuan
untuk menghitung frekuensi alele dan frekuensi genotip melalui pengambilan
sampel, serta membuktikan hukum Hardy-Weinberg. Sedangkan kegunaan dari
praktikum ini, yaitu sebagai bahan acuan bagi praktikan dalam melakukan
penelitian.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Hukum Mendel
Johann Mendel lahir tanggal 22
Juli 1822 di kota kecil Heinzendorf di Silesia, Austria. (Sekarang kota itu
bernama Hranice wilayah Republik Ceko.) Johann memunyai dua saudara perempuan.
Ayahnya adalah seorang petani. Minatnya dalam bidang hortikultura ternyata
dimulai sejak dia masih kecil. (Paskah,2010).
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan
oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan
Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian. Hukum kedua
Mendel menyatakan bahwa bila dua individu
mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara
bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel
dengan gen
sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang
menentukan tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling
memengaruhi.
Gregor Johann Mendel disepakati sebagai
Bapak Pendiri Genetika. Tinggal di Brno (Jerman: Brunn), Austria, ia adalah seorang rahib Katolik yang juga mengajar di sekolah. Rasa ingin
tahunya yang tinggi menuntun dia melakukan pekerjaan persilangan dan pemurnian
tanaman ercis. Melalui percobaannya ini ia menyimpulkan sejumlah
aturan ('hukum') mengenai pewarisan sifat yang dikenal dengan nama Hukum
Pewarisan Mendel.
Mendel menemukan prinsip dasar
hereditas dengan membudidayakan kacang ercis dalam suatu percobaan yang
terencana dan teliti. Prinsip dasar hereditas yang ditemukan oleh Mendel
dirumuskannya dalam 2 hukum, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II (Anonim, 2009).
Hukum Pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme
yang dijabarkan oleh Gregor Johann
Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
1.
Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel
2. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel,
juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
2.1.1 Hukum mendel I
Hukum
Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama proses meiosis berlangsung,
pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi.
Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan
gen secara bebas dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum Mendel I dikaji dari
persilangan monohibrid. (Syamsuri, 2004:101)
Hukum mendel satu adalah perkawinan dua tetua
yang mempumyai satu sifat beda (monohibrid). Setiap individu yang
berkembangbiak secara seksual terbentuk dari peleburan dua gamet yang berasal
dari induknya. Berdasarkan hipotesis mendel setiap sifat/ karakter ditentukan
oleh gen (sepasang alel). Hukum mendel satu berlaku pada waktu gametogenesis F1
X F1 itu memiliki genotipe heterozigot. Dalam perestiwa meiosis, gen sealael
akan terpisah, masing-masing akan membentuk gamet. Waktu terjadi penyerbukan
sendiri (F1 X F1) dan pada proses fertilisasi gamet-gamet yang mengandung gen
itu akan melebur secara acak dan terdapat empat macam peleburan atau
perkawinan. (Wildan, 2014:76)
2.1.2 Hukum mendel II
Dalam hukum mendel II
atau dikenal dengan The Law of Independent assortmen of genesatau Hukum
Pengelompokan Gen Secara Bebas dinyatakan bahwa selama pembentukan gamet,
gen-gen sealel akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen lain yang
bukan alelnya. Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrid atau polihibrid,
yaitu persilangan dari 2 individu yang memiliki satu ataulebih karakter yang
berbeda. Monohibrid adalah hibrid dengan 1 sifat beda, dan dihibrid adalah
hibrid dengan 2 sifat beda, akan menghasilakn perbandingan 9:3:3:1. Fenotif
adalah penampakan/ perbedaan sifat dari suatu individu tergantung dari susunan
genetiknya yang dinyatakan dengan kata-kata (misalnya mengenai ukuran, warna,
bentuk, rasa, dsb). Genotif adalah susunan genetik dari suatu inidividu yang
ada hubungannyadengan fenotif; biasanya dinyatakan dengan simbol/tanda huruf.(
Suryati, 2014).
Hukum Mendel II disebut juga hukum asortasi. Mendel menggunakan kacang
ercis untuk dihibrid, yang pada bijinya terdapat dua sifat beda, yaitu soal
bentuk dan warna biji. Persilangan dihibrid yaitu persilangan dengan dua sifat
beda sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi “independent
assortment of genes”. Atau pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini berlaku
ketika pembentukan gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing-masing
kutub ketika meiosis, Dua diantara fenotip itu serupa dengan induknya semula
dan dua lainnya merupakan fariasi baru
(Dotti, 2006).
2.2
Hukum Hardy-Weinberg
Suatu populasi terdiri atas individu-individu sejenis yang saling
berinteraksi. Dalam suatu poulasi menurut hukum Hardy-Weinberg adalah tetap.
Menurut hukum Hardy-Weinberg jika individu-individu dalam populasi melakukan
atau mengadakan persilangan secara acak dan beberapa asumsi terpenuhi, maka
frekuensi alel dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan yang stabil, yaitu
tidak berubah dari generasi ke generasi berikutnya. Tiap gamet yang terbentuk
akan sebanding dengan frekuensi masing-masing alelnya dan frekuensi tiap tipe
zigot akan sama dengan hasil kali dari frekuensi gamet-gametnya, (Stanfield, 2008).
Beberapa
asumsi yang mendasari perolehan kesimbangan genetik seperti diekspresikan dalam
persamaan Hardy-Weinberg adalah:
1. Populasi itu
tidak terbatas besarnya dan melakukan secara acak (panmiktis).
2. Tidak terdapat seleksi, yaitu
setiap genotype yang dipersoalkan dapat bertahan hidup sama seperti yang lain
(tidak ada kematian diferensial).
3.
Populasi itu tertutup yaitu tidak terjadi perpindahan (migrasi).
4. Tidak ada mutasi dari satu alelik
kepada yang lain. Mutasi diperbolehkan jika laju mutasi maju dan kembali adalah
sama atau ekuivalen.
5. Terjadi meiosis normal, sehingga
hanya peluang yang menjadi faktor operatif dalam gametogenesis.
Jika
dalam suatu populasi terjadi perubahan dalam keseimbangan populasi tersebut
maka akan terjadi pelanggaran batasan hukum Hardy-Weinberg akan menyebabkan
poulasi tersebut bergerak menjauhi frekuensi keseimbangan gametik dan zigotik
(Stanfield, 2008).
Frekuensi
merupakan perbandingan antara banyaknya individu dalam suatu kelas dengan
jumlah seluruh individu. Setiap individu memiliki sifat-sifat kualitatif dan
kuantitatif. Timbulnya berbagai variasi dalam sifat keturunan tertentu
merupakan pengaruh dari gen-gen ganda (multiple gen atau poligen). Poligen
merupakan salah satu dari seri gen ganda yang menentukan pewarisan secara
kuantitatif (Suryo, 2006).
BAB
III
METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum
ini dilaksanakan di Laboratorium III , Jurusan Pemuliaan, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa 22
Maret 2016, mulai dari pukul 16.00 WITA sampai selesai.
3.2
Alat dan Bahan
Adapun alat
yang digunakan dalam praktikum Frekuensi Gen adalah kalkulator dan alat tulis
(pulpen dan buku), dan
Bahan yang
digunakan adalah model gen (kancing genetic) dengan dua warna yang berbeda dan
amplop coklat.
3.3
Metode Praktikum
Adapun metode
pelaksanaan praktikum frekuensi gen adalah sebagai berikut :
1.
Menyiapkan alat
dan bahan.
2.
Mengambil model gen merah dan putih,
sebanyak 200 biji (100 jantan dan 100 betina). Kemudian menyisihkan 1 pasang model
gen merah dan gen putih dalam keadaan berpasangan. Ini dimisalkan individu
merah dan individu putih.
3.
Menggabungkan semua model gen jantan
baik merah maupun putih, kemudian dimasukkan ke dalam amplop
4.
Dengan tanpa melihat dan sambil
mengaduk/mencampur gen-gen tersebut ambillah secara acak sebuah gen dari
amplop.
5.
Melakukan secara terus-menerus
pengambilan model gen sampai 60X, 80X, 100X dan catat setiap pasangan gen yang
terambil kedalam tabel pencatatan.
6.
Mengolah hasil dengan rumus :
F =
(AA) =
F =
(aa) =
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Dari percobaan Frekuensi
Gen maka di dapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Pengambilan 60 kali
Genotipe
|
AA
|
Aa
|
Aa
|
Total
|
Jumlah Absolute
|
18
|
28
|
14
|
60
|
Simbol
|
P2
|
2Pq
|
q2
|
1
|
Rumus Frekuensi
|
P2AA
|
2PqAa
|
q2aa
|
|
Frekuensi
|
·
Freuensi AA = (2 x 18) + (28)
2 x 60
= 64
120
= 0.53
·
Frekuensi aa = (2 x 14) + (28)
2 x 60
= 56
120
= 0.46
·
Tabel 2. Pengambilan 80 kali
Genotipe
|
AA
|
Aa
|
Aa
|
Total
|
Jumlah Absolute
|
27
|
36
|
17
|
80
|
Simbol
|
P2
|
2Pq
|
q2
|
1
|
Rumus Frekuensi
|
P2AA
|
2PqAa
|
q2aa
|
|
Frekuensi
|
·
Freuensi AA = (2 x 27) + (36)
2 x 80
= 90
160
= 0.56
·
Frekuensi aa = (2 x 17) + (36)
2 x 80
= 70
160
=
0.43
·
Tabel 3. Pengambilan 100 kali
Genotipe
|
AA
|
Aa
|
Aa
|
Total
|
Jumlah Absolute
|
23
|
58
|
19
|
100
|
Simbol
|
P2
|
2Pq
|
q2
|
1
|
Rumus Frekuensi
|
P2AA
|
2PqAa
|
q2aa
|
|
Frekuensi
|
·
Freuensi AA = (2 x 23) + (58)
2 x 100
= 104
200
= 0.52
·
Frekuensi aa = (2 x 19) + (58)
2 x 100
= 96
200
= 0.48
·
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan percobaan untuk membuktikan
kebenaran pada hukum Hardy-Weinberg. Percobaan dilakukan dengan melakukan
pengambilan kancing genetic dengan berpasang-pasangan secara acak dalam
masing-masing amplop, pada pengambilan pertama dilakukan sebanyak 60x dan pada
pengambilan kedua dilakukan sebanyak 80x dan pengambilan terakhir sebanyak
100x.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan kancing
genetic dengan dua perbedaan pada warna yaitu kancing gen yang berwarna
biru dan kancing gen berwarna putih.
Setelah dilakukan pemilihan secara acak dari dalam amplop, mulai dari
pengambilan 60x, 80x dan 100x.
Dari hasil yang telah didapatkan pada persilangan menggunakan kancing
genetik yang berjumlah dua warna dengan warna biru (B) pembawa sifat dominan
terhadap putih (b) pembawa resesif.
Berdasarkan
hasil pengamatan pada praktikum kali ini, dapat dilihat bahwa Pengambilan pertama dilakukan 60 kali secara acak,
didapatkan jumlah dengan pasangan biru-biru
(AA) berjumlah 18 pasang, pasangan biru-putih (Aa) berjumlah 28
pasang dan terakhir pasangan putih-putih
(aa) dengan jumlah 14
pasang dan jumlah frekuensi AA sebesar 0,53
dan frekuensi aa sebesar 0,46.
Dari kedua hasil frekuensi ini bila dijumlahkan maka akan diperoleh hasil
sebesar 0,99 atau mendekati angka 1.
Selanjutnya pengambilan
kedua dilakukan pengambilan hingga 80 kali secara acak, didapatkan dengan pasangan
hitam-hitam (AA) dengan jumlah 27
pasang, pasangan hitam-putih berjumlah 36
pasang dan yang terakhir pasangan puth-putih dengan jumlah 17 pasang dan jumlah frekuensi AA sebesar
0,56 dan frekuensi aa
sebanyak 0,43.
Hasil penjumlahannya sama dengan sampel 80 kali pengambilan yakni 0,99 atau
mendekati satu.
Sedangkan pada
pengambilan kancing secara acak dengan 100 kali, didapatkan dengan pasangan
hitam-hitam dengan jumlah 23
pasang, pasangan hitam-putih dengan jumlah 58
pasang dan yang terakhir pasangan
putih-putih dengan jumlah 19
pasang kancing dan jumlah dari frekuensi AA sebanyak 0.52 dan frekuensi aa sebanyak 0.48 dengan jumlah yaitu 1.
Hal ini didukung oleh
Zainuri (2008) bahwa pada kenyataannya, Hukum Hardy-Weinberg memang sulit
terjadi pada populasi karena tidak semua keadaan populasi sesuai dengan asumsi
Hukum Hardy-Weinberg dan ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan Hukum Hardy-Weinberg sulit terjadi misalnya
karena bencana alam, mutasi dan perkawinan yang sudah ditentukan.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
percobaan freuensi gen, maka kita dapat menyimpulkan bahwa
:
1. Hukum
Mendel I menyatakan konsep tentang pemisahan gen yang sealel.
2. Hukum Mendel II menyatakan konsep tentang
pengelompokkan gen secara bebas.
3. Untuk
menghitung frekunsi gen dari data suatu populasi dapat menggunakan metode
Hardy-Weinberg dengan persamaan rumus p2+2pq+q2=1.
4. Syarat
hukum Hardy-Weinberg yakni :
·
Dalam suatu populasi tidak terjadi mutasi
dan migrasi,
·
jumlah populasi besar dan dilingkungannya
tidak terjadi seleksi alam.
·
terjadi perkawinan secara acak.
5. Bila
suatu populasi terdiri dari alel A dan a dengan frekuensi masing-masing adalah
p dan q dimana p+q=1, maka frekuensi genotip AA, Aa, dan aa dalam keadaan
setimbang berturut-turut adalah p2 +2pq+q2=1.
5.2
Saran
Sebaiknya
praktikan lebih teliti dalam pengambilan sampel, yaitu dilakukan dengan acak dan untuk bahan dan alat diperbanyak lagi
sehingga praktikum bisa dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
DAFTAR
PUSTAKA
Arisuryanti, Tuti. 2007. Diktat Genetika
Populasi. Yogyakarta: Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Fandri.2008. Hukum Mandel I. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Stanfield, W. D.
2008. Genetika Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.
Suryo. 2006. Genetika. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Suryati, Dotti,
dkk. 2012. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab. Agronomi
Universitas Bengkulu.
Syamsuri,
Istamar, dkk. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Widodo, Lestari Umi, Amin
Muhammad. 2007. Bahan Ajar Evolusi. Malang: Universitar Malang Press.
0 comments:
Post a Comment