Laporan Silase
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Produksi
hijauan disaat berlimpah misalnya pada saat musim penghujan hendaknya disimpan
dengan berbagai cara pengawetan antara lain dibuat menjadi hay (sale rumput),
silase dan diamoniasi. Dibandingkan pengawetan dengan pembuatan hay, pembuatan
silase lebih mempunyai keunggulan karena kuarng tergantung pada kondisi cuaca
harian. Prinsip dasar pembuatan silase memacu terjadinya kondisi anaerob dan
asam dalam waktu singkat.
Fermentasi
silase dimulai saat oksigen telah habis digunakan oleh sel tanaman. Bakteri
menggunakan karbohidrat mudah larut untuk menghasilkan asam laktat dalam
menurunkan pH silase. Tanaman di lapangan mempunyai pH yang bervariasi antara 5
dan 6, setelah difermenatsi turun menjadi 3.6- 4.5. Penurunan pH yang cepat
membatasi pemecahan protein dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme anaerob
merugikan seperti enterobacteria dan clostridia. Produksi asam laktat yang
berlanjut akan menurunkan pH yang dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri.
Silo adalah tempat untuk membuat
silase yang berbentuk menara diatas tanah atau lubang di bawah tanah. Yang
disebut silo, bisa berupa bangunan permanen berupa tembok, beton, besi, seng
atau bahan lain. Namun silo bisa hanya berupa lubang yang diberi alas plastik.
Silo permanen biasanya digunakan untuk menyimpan bahan pangan.
B.
Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan
dilaksanakannya Praktikum Pembuatan Silase yaitu untuk mengetahui pentingnya
kadar air hijauan dalam menentukan kualitas silase; pentingnya kadar udara di
dalam silo dalam penentuan kualitas silase; serta pentingnya zat-zat aditif
terhadap kualitas silase.
Kegunaan
dilaksanakannya Praktikum Pembuatan Silase yaitu sebagai bahan informasi bagi peternak dan masyarakat mengenai pentingnya kadar air hijauan dalam menentukan kualitas silase;
pentingnya kadar udara di dalam silo dalam penentuan kualitas silase; serta
pentingnya zat-zat aditif terhadap kualitas silase.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Gambaran
Umum Rumput benggala (Panicum maximum)
Klasifikasi Rumput Benggala menurut Prasetyo (2014).
Phyllum :
Spermatophyta
Sub Phyllum :
Angiospermae
Classis :
Monocotyledoneae
Ordo :
Glumiflora
Famili :
Gramineae
Sub Famili :
Panicurdeae
Genus :
Panicum
Species :
P. Maximum
Rumput Benggala adalah jenis rumput yang banyak
dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang memiliki komposisi nutrisi yang baik.
Asal rumput benggala yakni dari Afrika tepatnya di Zimbabwe yang kemudian
diberi nama latin Panicum maximum. Rumput ini dapat tumbuh baik di semua jenis
tanah dengan curah hujan lebih dari 760 mm/tahun. Kemampuan produksinya dapat
mencapai 60 ton /ha per tahun (Prasetyo, 2014).
Nilai nutrisi rumput benggala bervariasi menurut bagian tanaman dan umur
pertumbuhan. Kandungan bahan kering (BK) 58,6 %, serat kasar 27,40%, lemak kasar 3,81%, abu
3,81%, protein 18,30%, dan BETN sebesar 37,34 %. Protein pada daun 12,5% dan 8,5% pada batang dan
11% untuk seluruh tanaman pada umur pertumbuhan 4 minggu dan 5% pada umur
pertumbuhan 12 minggu. (Prasetyo,
2014).
Menurut Fanindi (2014) rumput benggala (Panicum
maximum) merupakan rumput unggulan alternatif yang
dapat diintroduksikan kepada petani, yang selama ini cenderung hanya menanam
rumput raja dan rumput gajah. Panicum maximum
digunakan sebagai salah satu spesies rumput yang paling baik untuk
produktivitas sapi potong Beberapa kultivar rumput benggala yang telah dikenal
adalah tipe besar dengan tinggi tanaman antara 3,6-4,2 m seperti kultivar
Hammil, tipe sedang dengan tinggi tanaman 1,5-2,5 m seperti kultivar Gatton dan
ipe pendek dengan tinggi tanaman 1,0 m seperti pada kultivar Sabi.
Penanaman rumputbenggala, dapat menggunakan sobekan (vegetatif) atau
menggunakan biji (generatif). Penggunaan asal bahan tanam yang berbeda,
masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Perbedaan bahan tanam yang
digunakan biasanya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman
karena bahan tanam yang berbeda memiliki fase pertumbuhan yang berbeda
(Fanindi, 2014).
B.
Gambaran
Umum Silase
Silase adalah pakan dari limbah pertanian atau
dari hijauan makanan ternak yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam
kondisi kadar air tinggi (40-80%) sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak
zat makanan/gizi di dalamnya. Maksud
pembuatan silase adalah pengawetan hijauan makanan ternak dengan memperhatikan
kehilangan nutisi yang minimal dan menghindarkan dari perubahan komposisi
kimianya. Kualitas yang baikdiperlihatkan melalui beberapa parameter seperti
pH, asarn laktat, warna, tekstur, suhu, persentase kerusakan dan kandungan
nutisi dari silase (Ridwan
dkk., 2005).
Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi
hijauan oleh mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat. Fermentasi merupakan
proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis
sehingga bahan dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna
ternak menjadi lebih efisien (Hanafi, 2008). Fermentasimerupakan proses
pemecahan senyawa organik menjadi sederhana yang melibatkan mikroorganisme.
Proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti
protein dan energi metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadi
komponen sederhana (Zakariah, 2012). Lebih lanjut Yuanita (2012) menyatakan bahwa Fermentasi
merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anerobik, yaitu
tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi
terutama karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh
beberapa jenis bakteri tertentu. Fermentasi sebagai suatu proses dimana
komponen komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun
metabolisme mikroba. fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan berkualitas
rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan pakan dan merupakan suatu cara
untuk menghilangkan zat anti nutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu
bahan pakan.
Tujuan
fermentasi adalah menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai
kandungan nutrisi, tekstur, biological availability yang lebih baik Disamping
itu juga menurunkan zat anti nutrisinya (Pujianingsih, 2005) sementara Komar
(1984) dalam Eko dkk., (2012) menyatakan bahwa tujuan dari fermentasi yaitu untuk
mengubah selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana melalui dipolimerisasi
dan memperbanyak protein mikroorganisme.
C.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kualitas Silase
Secara
keseluruhan kualitas silase dapat dipengaruhi olehfaktor-faktor seperti asal
atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum pembuatan
silase, tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan pengawet,
panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo (Regan, 1997).
Menurut arofatullah
(2014) Faktor-Faktor yang Perlu di Perhatikan dalam Proses Pembuatan Silase
meliputi :
a)
Tingkat
kematangan dan kelembaban bahan
Tingkat kematangan tanaman yang tepat memastikan tercukupinya jumah gula fermentasi (fermentable sugar) untuk proses pertumbuhan bakteri silase dan memberikan nutrisi maksimum untuk ternak. Tingkat kematangan juga memiliki pengaruh yang besar pada kelembaban hijauan pakan ternak, tercukupinya kelembaban untuk fermentasi bakteri sangat penting dan membantu dalam proes pembungkusan untuk mengeluarkan oksigen dari silase
Tingkat kematangan tanaman yang tepat memastikan tercukupinya jumah gula fermentasi (fermentable sugar) untuk proses pertumbuhan bakteri silase dan memberikan nutrisi maksimum untuk ternak. Tingkat kematangan juga memiliki pengaruh yang besar pada kelembaban hijauan pakan ternak, tercukupinya kelembaban untuk fermentasi bakteri sangat penting dan membantu dalam proes pembungkusan untuk mengeluarkan oksigen dari silase
b)
Panjang
pemotongan
Panjang pemotongan yang paling bagus adalah antara ¼-1/2 inci, tergantung pada jenis tanaman, struktur penyimpanan dan jumlah silase. Potongan material tanaman dengan panjang tersebut akan menghasilkan silase degan kepadatan yang ideal dan memudahkan pada saat proses pemanenan.
Panjang pemotongan yang paling bagus adalah antara ¼-1/2 inci, tergantung pada jenis tanaman, struktur penyimpanan dan jumlah silase. Potongan material tanaman dengan panjang tersebut akan menghasilkan silase degan kepadatan yang ideal dan memudahkan pada saat proses pemanenan.
c)
Pengisian,
pembungkusan, dan penutupan
Proses pemanenan dan pengisian silo harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan pengisian akan berakibat pada terjadinya proses respirasi yang berlebih dan meningkatkan loss hasil silase. Pembungkusan dilakukan sesegera mungkin pada saat akan menyimpan silase di bunker silo. Setelah diisi, silo harus ditutup rapat dengan bungkus kedap udara untuk menghindari penetrasi udara dan air hujan ke dalam silase. Plastik berkualitas baik yang dibebani menggunakan ban umumhya akan menghasilkan penutupan yang memadai.
Proses pemanenan dan pengisian silo harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan pengisian akan berakibat pada terjadinya proses respirasi yang berlebih dan meningkatkan loss hasil silase. Pembungkusan dilakukan sesegera mungkin pada saat akan menyimpan silase di bunker silo. Setelah diisi, silo harus ditutup rapat dengan bungkus kedap udara untuk menghindari penetrasi udara dan air hujan ke dalam silase. Plastik berkualitas baik yang dibebani menggunakan ban umumhya akan menghasilkan penutupan yang memadai.
D.
Ciri-Ciri
Silase yang Baik
karakteristik
silase yang baik menurut Utomo (1999) adalah Warna silase, silase yang baik
umumnya berwarna hijau kekuningan atau kecoklatan. Sedangkan warna yang kurang
baik adalah coklat tua atau kehitaman.Bau, sebaiknya bau silase agak asam atau
tidak tajam. Bebas dari bau manis, bau amonia dan bau H2S.Tekstur,
kelihatan tetap dan masih jelas. Tidak menggumpal, tidak lembek dan tidak
berlendir.Keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5 atau lebih
rendah dan bebas jamur.
Silase yang baik
mempunyai ciri-ciri: warna masih hijau atau kecoklatan, rasa dan bau asam
adalah segar, nilai pH rendah, tekstur masih jelas, tidak menggumpal, tidak
berjamur serta tidak berlendir. Silase memiliki beberapa kelebihan antara lain
ransum lebih awet, memiliki kandungan bakteri asam laktat yang berperan
sebagai probiotik dan memiliki kandungan asam organik berperan
sebagai growth promotor dan penghambat penyakit. Silase yang baik
diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang berada dalam bahan baku
yang tidak dikehendaki, namun dapat mendorong berkembangnya bakteri penghasil
asam laktat. Kualitas silase
dicapai ketika asam laktat sebagai asam yang dominan diproduksi, menunjukkan
fermentasi asam yang efisien dan penurunan pH terjadi secara cepat. Semakin
cepat fermentasi yang terjadi maka semakin banyak nutrisi yang dikandung silase
dapat dipertahankan (Nursiam, 2010).
Pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar
terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal. Bau asam dapat
dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab
untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam dan secara an-aerob. Tidak tumbuhnya jamur dalam proses pembuatan
silase ini sangat penting untuk dipertahankan karena pH pertumbuhan optimum
jamur adalah 4,0-6,5 (Syarief dkk., 2003).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum Pembuatan
Silase dilaksanakan pada hari…………………………………………………….
B.
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan
pada Praktikum Pembuatan Silase yaitu parang, gunting, bantalan pemotong
hijauan, timbangan, labu ukur, pH meter dan alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan
pada Praktikum Pembuatan Silase yaitu rumput benggala (Penicum maximum), kantong plastik (sebagai silo), molases, dedak
padi, tepung ubi kayu dan tali rafiah.
C.
Metode
Praktikum
·
Pengaruh Kadar Air Hijauan dalam Menentukan Kualitas
Silase
Pertama dengan memotong rumput benggala 4 kg; 2
kg langsung dibuat silase dan 2 kg sisanya dilayukan. Kemudian diambil 100 gram
rumput yang telah dilayukan untuk dioven (100˚c) untuk menentukan kadar bahan
kering awal. Setelah itu, rumput dipotong-potong 2-3 cm dan dimasukkan kedalam
plastik baik yang dilayukan ataupun tidak, lalu dipadatkan dengan cara
ditekan-tekan. Kemudian ujung kantong diikat dengan erat sehingga udara keluar
dan tidak ada yang masuk ke silo lagi. Lalu silase yang telah dibuat disimpan
didalam ruangan selama 30 hari. Setelah 30 hari, silase diambil dan
diangin-anginkan dan diamati warna, bau, rasa, seepage, dan pH-nya.
·
Pengaruh Kadar
Udara dalam Menentukan Kualitas Silase
Pertama dengan memotong rumput benggala dan
melayukannya dibawah sinar matahari. Setelah itu, rumput dipotong-potong dengan
panjang 2-3 cm dan diambil 2 kg lalu dimasukkan kedalam kantong plastik yang
berperan sebagai silo dan dibuat 2 ulangan. Setalah ketiganya selesai maka
dibedakan perlakuannya, ada yang terbuka, tertutup tapi tidak dipadatkan dan
tertutup dipadatkan. Lalu disimpan selama 30 hari dan setelah itu, dilakukan
pengamatan dari segi warna, bau, rasa, seepage, dan pH-nya.
·
Pengaruh
Zat Aditif dalam Menentukan Kualitas Silase
Pertama dengan memotong rumput benggala dan
melayukannya dibawah sinar matahari. Setelah itu, rumput dipotong-potong dengan
panjang 2-3 cm dan diambil 2 kg lalu dimasukkan kedalam kantong plastik yang
berperan sebagai silo dan dibuat 3 ulangan. Kemudian dari keempat silase ada
yang kontrol, ditambahkan molases, ditambahkan dedak dan ada yang ditambahkan
tepung tapioka. Kemudian silase ditutup dan disimpan selama 30 hari. Setelah
itu, silase diambil dan diamati warna, bau, rasa, seepage, dan pH-nya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum tatalaksana padang
penggembalaan peternakan rakyat mengenai pembuatan silale diperoleh hasil yang
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel : Hasil Pengamatan Praktikum Pembuatan
Silase
Jenis Silase
|
Warna
|
bau
|
seepage
|
ph
|
tekstur
|
Kontrol
|
hijau kecoklatan
|
khas silase
|
0,01 cc
|
5,3
|
bagus
|
Tambah
Molases
|
hijau kecoklatan
|
khas silase
|
0,04 cc
|
4,63
|
bagus
|
Tambah
Tapioka
|
hijau kekuningan
|
khas silase
|
0,1 cc
|
8,27
|
bagus
|
Tambah
Dedak
|
Coklat
|
khas silase
|
0,2 cc
|
7,42
|
bagus
|
Ditutup
Tdk Padat
|
hijau kekuningan
|
khas silase
|
0,07 cc
|
5,76
|
bagus
|
Ditutup
& Padat
|
hijau kekuningan
|
khas silase
|
0,06 cc
|
6,06
|
bagus
|
Terbuka
|
Coklat
|
rumput
|
0,08 cc
|
8,34
|
bagus
|
Hijauan
Segar
|
hijau kekuningan
|
khas silase
|
0,05 cc
|
5,85
|
bagus
|
Tidak Dilayukan
|
hijau kekuningan
|
khas silase
|
0,07 cc
|
5,4
|
bagus
|
Dilayukan
|
hijau kekuningan
|
khas silase
|
0,1 cc
|
7,7
|
bagus
|
Sumber:
Hasil Pengamatan Praktikum Tatalaksana Padang Penggembalaan Peternakan Rakyat,
2015.
Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil
praktikum pembuatan silase dengan berbagai perlakuan ditinjau dari segi
warnanya pada umumnya berwarna hijau kecoklatan. Warna ini menjadi parameter
bahwasanya silase yang dibuat bagus. Sementara silase yang berwarna coklat
dianggap rusak. Hal ini dikarenakan perlakuan silonya dibuka. Hal ini
memungkinkan bakteri patogen masuk ke dalam silo. Hal ini sesuai pendapat utomo
(1999) yang menyatakan bahwa karakteristik silase yang baik adalah Warna silase,
silase yang baik umumnya berwarna hijau kekuningan atau kecoklatan. Sedangkan
warna yang kurang baik adalah coklat tua atau kehitaman.
Kemudian, dari segi bau yang dihasilkan pada
umumnya silase yang dibuat mengeluarkan bau khas silase yang menandakan bahwa
silase tersebut bagus. Adapun yang berbau rumput karena perlakuan yang
diberikan, silonya tidak ditutup sehingga tidak terjadi fermentasi. Hal ini
sesuai pendapat Hanafi (2008) yang menyatakan bahwa prinsip
pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang banyak
menghasilkan asam laktat. Fermentasi merupakan proses perombakan dari struktur
keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan dari struktur kompleks
menjadi sederhana sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien
Dari segi tekstur silase sendiri semuanya tidak
hancur atau tetap utuh seperti pada hijauan pada umumnya. Hal ini menandakan
bahwa silase yang dibuat memiliki tekstur yang bagus dan sudah cocok untuk
diberikan kepada ternak. Hal ini sesuai pendapat Nursiam (2010) yang menyatakan
bahwa Silase
yang baik mempunyai ciri-ciri: warna masih hijau atau kecoklatan, rasa dan bau
asam adalah segar, nilai pH rendah, tekstur masih jelas, tidak menggumpal,
tidak berjamur serta tidak berlendir.
Ditinjau
dari segi pH-nya, silase yang telah dibuat memiliki ph dengan kisaran 4,5 –
8,5. Hal ini menandakan sebagian silase memiliki ph yang tinggi dibandingkan
standar ph normal silase meskipun ada beberapa yang sudah tergolong bagus pada
perlakuan silase kontrol, penambahan molases, ditutup tidak padat, ditutup
dipadatkan, hijauan segar dan silase yang dilayukan dengan kisaran ph antara
4,4 – 6,0. Hal ini sesuai pendapat syarief dkk. (2003), yang menyatakan bahwa pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar
terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal. Bau asam dapat
dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab
untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam dan secara an-aerob. Tidak tumbuhnya jamur dalam proses pembuatan
silase ini sangat penting untuk dipertahankan karena pH pertumbuhan optimum
jamur adalah 4,0-6,5.
BAB
V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum tatalaksana padang
penggembalaan peternakan rakyat mengenai pembuatan silase yang telah
dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa silase yang dibuat memiliki warna
hijau kecoklatan, berbau khas silase dengan variasi pH antara 4,4 – 8,3 dan
tekstur yang bagus. Hal ini menandakan pembuatan silase yang dibuat sudah bagus
dari segi warna, bau, dan tekstur, sedang dari segi ph-nya masih perlu
diperbaiki lagi karena beberapa silase memilikki ph yang tinggi.
Saran
Supaya dalam pembuatan silase ini
bisa diperbaiki lagi baik dari segi pembuatan dan penyimpanan dalam silo.
Selain itu saya juga berharap agar asisten bisa hadir memperhatikan praktikan
agar lebih terarah lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Arofatullah, N.A. 2014.
Pembuatan pakan ternak fermentase (silase). http://m.saymoranc.com. Diakses pada ...
Fanindi,A. 2014. Karakter Morfologi Rumput Benggala (Panicum
Maximum Cv Gatton) Yang Ditanam Menggunakan Jenis Benih Berbeda. Balai
Penelitian Ternak. Bogor.
Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan
Ternak. Universitas Sumatera Utara.
Komar, A. 1984. Teknologi
Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita, Bandung.
Nursiam,
i. 2010. Pengertian silase. http://m.intannursiam.wordpress.com. Diakses pada ...
Prsetyo .2014. Kumpula Situs-Peternakan.Comn
Artikel Peternakan Mengenai Rumput Benggala. http://m.situs-peternakan.com. Diakses pada
Pujianingsi. R, 2005. Teknologi Fermentasi dan
Peningkatan Kualitas Pakan. Fakultas Peternakan. UNDIP.
Regan, C.S. 1997. Forage
Concervation in The Wet Dry Tropics for Small Landholder.
Ridwan, R., G. Kartina, dan Y Widyastuti. 2005.
Pengaruh penmabahn dedak padi dan Lactobacillus plantarum dalam pembuatan
silase rumput gajah. Media peternakan
Syarief, R., La E., dan C.C. Nurwitri.
2003. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB Press. Bogor.
Utomo, R. 1999. Teknologi
Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Yuanita, N. L. 2012. Urea Molases Blok. http://nailyluthfiyasari
y.blog.ugm.ac.id. Diakses pada ...
Zakariah, M .A, 2012. Fermentasi Asam Laktat
Pada Silase. Fakultas Peternakan.
Universits Gajah Mada. Yogyakarta.
0 comments:
Post a Comment