Popular Posts

Sunday, May 22, 2016

Laporan Silase



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Produksi hijauan disaat berlimpah misalnya pada saat musim penghujan hendaknya disimpan dengan berbagai cara pengawetan antara lain dibuat menjadi hay (sale rumput), silase dan diamoniasi. Dibandingkan pengawetan dengan pembuatan hay, pembuatan silase lebih mempunyai keunggulan karena kuarng tergantung pada kondisi cuaca harian. Prinsip dasar pembuatan silase memacu terjadinya kondisi anaerob dan asam dalam waktu singkat.
Fermentasi silase dimulai saat oksigen telah habis digunakan oleh sel tanaman. Bakteri menggunakan karbohidrat mudah larut untuk menghasilkan asam laktat dalam menurunkan pH silase. Tanaman di lapangan mempunyai pH yang bervariasi antara 5 dan 6, setelah difermenatsi turun menjadi 3.6- 4.5. Penurunan pH yang cepat membatasi pemecahan protein dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme anaerob merugikan seperti enterobacteria dan clostridia. Produksi asam laktat yang berlanjut akan menurunkan pH yang dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri.
Silo adalah tempat untuk membuat silase yang berbentuk menara diatas tanah atau lubang di bawah tanah. Yang disebut silo, bisa berupa bangunan permanen berupa tembok, beton, besi, seng atau bahan lain. Namun silo bisa hanya berupa lubang yang diberi alas plastik. Silo permanen biasanya digunakan untuk menyimpan bahan pangan.


B.            Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya Praktikum Pembuatan Silase yaitu untuk mengetahui pentingnya kadar air hijauan dalam menentukan kualitas silase; pentingnya kadar udara di dalam silo dalam penentuan kualitas silase; serta pentingnya zat-zat aditif terhadap kualitas silase.
Kegunaan dilaksanakannya Praktikum Pembuatan Silase yaitu sebagai bahan informasi bagi peternak dan masyarakat mengenai pentingnya kadar air hijauan dalam menentukan kualitas silase; pentingnya kadar udara di dalam silo dalam penentuan kualitas silase; serta pentingnya zat-zat aditif terhadap kualitas silase.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.           Gambaran Umum Rumput benggala (Panicum maximum)
Klasifikasi Rumput Benggala menurut Prasetyo (2014).
Phyllum           : Spermatophyta
Sub Phyllum    : Angiospermae
Classis             : Monocotyledoneae
Ordo                : Glumiflora
Famili              : Gramineae
Sub Famili       : Panicurdeae
Genus              : Panicum
Species            : P. Maximum
Rumput Benggala adalah jenis rumput yang banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang memiliki komposisi nutrisi yang baik. Asal rumput benggala yakni dari Afrika tepatnya di Zimbabwe  yang kemudian diberi nama latin Panicum maximum. Rumput ini dapat tumbuh baik di semua jenis tanah dengan curah hujan lebih dari 760 mm/tahun. Kemampuan produksinya dapat mencapai 60 ton /ha per tahun (Prasetyo, 2014).
Nilai nutrisi rumput benggala bervariasi menurut bagian tanaman dan umur pertumbuhan.  Kandungan bahan kering (BK) 58,6 %, serat kasar 27,40%, lemak kasar 3,81%, abu 3,81%, protein 18,30%, dan BETN sebesar 37,34 %. Protein pada daun 12,5% dan 8,5% pada batang dan 11%  untuk seluruh tanaman pada umur pertumbuhan 4 minggu dan 5% pada umur pertumbuhan 12 minggu. (Prasetyo, 2014).
Menurut Fanindi (2014) rumput benggala (Panicum maximum) merupakan rumput unggulan alternatif yang dapat diintroduksikan kepada petani, yang selama ini cenderung hanya menanam rumput raja dan rumput gajah. Panicum maximum digunakan sebagai salah satu spesies rumput yang paling baik untuk produktivitas sapi potong Beberapa kultivar rumput benggala yang telah dikenal adalah tipe besar dengan tinggi tanaman antara 3,6-4,2 m seperti kultivar Hammil, tipe sedang dengan tinggi tanaman 1,5-2,5 m seperti kultivar Gatton dan ipe pendek dengan tinggi tanaman 1,0 m seperti pada kultivar Sabi.
Penanaman  rumputbenggala, dapat menggunakan sobekan (vegetatif) atau menggunakan biji (generatif). Penggunaan asal bahan tanam yang berbeda, masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Perbedaan bahan tanam yang digunakan biasanya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman karena bahan tanam yang berbeda memiliki fase pertumbuhan yang berbeda (Fanindi, 2014).
B.            Gambaran Umum Silase
Silase adalah pakan dari limbah pertanian atau dari hijauan makanan ternak yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40-80%) sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya. Maksud pembuatan silase adalah pengawetan hijauan makanan ternak dengan memperhatikan kehilangan nutisi yang minimal dan menghindarkan dari perubahan komposisi kimianya. Kualitas yang baikdiperlihatkan melalui beberapa parameter seperti pH, asarn laktat, warna, tekstur, suhu, persentase kerusakan dan kandungan nutisi dari silase                   (Ridwan dkk., 2005).
Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat. Fermentasi merupakan proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien (Hanafi, 2008). Fermentasimerupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti protein dan energi metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana (Zakariah, 2012). Lebih lanjut Yuanita (2012) menyatakan bahwa Fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Fermentasi sebagai suatu proses dimana komponen komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba. fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan pakan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat anti nutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan pakan. 
            Tujuan fermentasi adalah menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai kandungan nutrisi, tekstur, biological availability yang lebih baik Disamping itu juga menurunkan zat anti nutrisinya (Pujianingsih, 2005) sementara Komar (1984) dalam Eko dkk., (2012) menyatakan bahwa tujuan dari fermentasi yaitu untuk mengubah selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana melalui dipolimerisasi dan memperbanyak protein mikroorganisme. 
C.            Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Silase
Secara keseluruhan kualitas silase dapat dipengaruhi olehfaktor-faktor seperti asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam  silo (Regan, 1997).
Menurut arofatullah (2014) Faktor-Faktor yang Perlu di Perhatikan dalam Proses Pembuatan Silase meliputi :
a)    Tingkat kematangan dan kelembaban bahan      
Tingkat kematangan tanaman yang tepat memastikan tercukupinya jumah gula fermentasi (fermentable sugar) untuk proses pertumbuhan bakteri silase dan memberikan nutrisi maksimum untuk ternak. Tingkat kematangan juga memiliki pengaruh yang besar pada kelembaban hijauan pakan ternak, tercukupinya kelembaban untuk fermentasi bakteri sangat penting dan membantu dalam proes pembungkusan untuk mengeluarkan oksigen dari silase
b)   Panjang pemotongan       
Panjang pemotongan yang paling bagus adalah antara ¼-1/2 inci, tergantung pada jenis tanaman, struktur penyimpanan dan jumlah silase. Potongan material tanaman dengan panjang tersebut akan menghasilkan silase degan kepadatan yang ideal dan memudahkan pada saat proses pemanenan.
c)    Pengisian, pembungkusan, dan penutupan         
Proses pemanenan dan pengisian silo harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan pengisian akan berakibat pada terjadinya proses respirasi yang berlebih dan meningkatkan loss hasil silase. Pembungkusan dilakukan sesegera mungkin pada saat akan menyimpan silase di bunker silo. Setelah diisi, silo harus ditutup rapat dengan bungkus kedap udara untuk menghindari penetrasi udara dan air hujan ke dalam silase. Plastik berkualitas baik yang dibebani menggunakan ban umumhya akan menghasilkan penutupan yang memadai.
D.           Ciri-Ciri Silase yang Baik

karakteristik silase yang baik menurut Utomo (1999) adalah Warna silase, silase yang baik umumnya berwarna hijau kekuningan atau kecoklatan. Sedangkan warna yang kurang baik adalah coklat tua atau kehitaman.Bau, sebaiknya bau silase agak asam atau tidak tajam. Bebas dari bau manis, bau amonia dan bau H2S.Tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas. Tidak menggumpal, tidak lembek dan tidak berlendir.Keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5 atau lebih rendah dan bebas jamur.

            Silase yang baik mempunyai ciri-ciri: warna masih hijau atau kecoklatan, rasa dan bau asam adalah segar, nilai pH rendah, tekstur masih jelas, tidak menggumpal, tidak berjamur serta tidak berlendir. Silase memiliki beberapa kelebihan antara lain ransum lebih awet, memiliki kandungan bakteri asam laktat yang berperan sebagai probiotik dan memiliki kandungan asam organik berperan sebagai growth promotor dan penghambat penyakit. Silase yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang berada dalam bahan baku yang tidak dikehendaki, namun dapat mendorong berkembangnya bakteri penghasil asam laktat. Kualitas silase dicapai ketika asam laktat sebagai asam yang dominan diproduksi, menunjukkan fermentasi asam yang efisien dan penurunan pH terjadi secara cepat. Semakin cepat fermentasi yang terjadi maka semakin banyak nutrisi yang dikandung silase dapat dipertahankan (Nursiam, 2010).
            Pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal. Bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam dan secara an-aerob. Tidak tumbuhnya jamur dalam proses pembuatan silase ini sangat penting untuk dipertahankan karena pH pertumbuhan optimum jamur adalah 4,0-6,5 (Syarief dkk., 2003).





BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.           Waktu dan Tempat
Praktikum Pembuatan Silase dilaksanakan pada hari…………………………………………………….
B.            Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada Praktikum Pembuatan Silase yaitu parang, gunting, bantalan pemotong hijauan, timbangan, labu ukur, pH meter dan alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan pada Praktikum Pembuatan Silase yaitu rumput benggala (Penicum maximum), kantong plastik (sebagai silo), molases, dedak padi, tepung ubi kayu dan tali rafiah.
C.            Metode Praktikum
·         Pengaruh Kadar Air Hijauan dalam Menentukan Kualitas Silase
Pertama dengan memotong rumput benggala 4 kg; 2 kg langsung dibuat silase dan 2 kg sisanya dilayukan. Kemudian diambil 100 gram rumput yang telah dilayukan untuk dioven (100˚c) untuk menentukan kadar bahan kering awal. Setelah itu, rumput dipotong-potong 2-3 cm dan dimasukkan kedalam plastik baik yang dilayukan ataupun tidak, lalu dipadatkan dengan cara ditekan-tekan. Kemudian ujung kantong diikat dengan erat sehingga udara keluar dan tidak ada yang masuk ke silo lagi. Lalu silase yang telah dibuat disimpan didalam ruangan selama 30 hari. Setelah 30 hari, silase diambil dan diangin-anginkan dan diamati warna, bau, rasa, seepage, dan pH-nya.
·         Pengaruh Kadar Udara dalam Menentukan Kualitas Silase
Pertama dengan memotong rumput benggala dan melayukannya dibawah sinar matahari. Setelah itu, rumput dipotong-potong dengan panjang 2-3 cm dan diambil 2 kg lalu dimasukkan kedalam kantong plastik yang berperan sebagai silo dan dibuat 2 ulangan. Setalah ketiganya selesai maka dibedakan perlakuannya, ada yang terbuka, tertutup tapi tidak dipadatkan dan tertutup dipadatkan. Lalu disimpan selama 30 hari dan setelah itu, dilakukan pengamatan dari segi warna, bau, rasa, seepage, dan pH-nya.
·         Pengaruh Zat Aditif dalam Menentukan Kualitas Silase
Pertama dengan memotong rumput benggala dan melayukannya dibawah sinar matahari. Setelah itu, rumput dipotong-potong dengan panjang 2-3 cm dan diambil 2 kg lalu dimasukkan kedalam kantong plastik yang berperan sebagai silo dan dibuat 3 ulangan. Kemudian dari keempat silase ada yang kontrol, ditambahkan molases, ditambahkan dedak dan ada yang ditambahkan tepung tapioka. Kemudian silase ditutup dan disimpan selama 30 hari. Setelah itu, silase diambil dan diamati warna, bau, rasa, seepage, dan pH-nya.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan praktikum tatalaksana padang penggembalaan peternakan rakyat mengenai pembuatan silale diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel : Hasil Pengamatan Praktikum Pembuatan Silase
Jenis Silase
Warna
bau
seepage
ph
tekstur
Kontrol
hijau kecoklatan
khas silase
0,01 cc
5,3
bagus
Tambah Molases
hijau kecoklatan
khas silase
0,04 cc
4,63
bagus
Tambah Tapioka
hijau kekuningan
khas silase
0,1 cc
8,27
bagus
Tambah Dedak
Coklat
khas silase
0,2 cc
7,42
bagus
Ditutup Tdk Padat
hijau kekuningan
khas silase
0,07 cc
5,76
bagus
Ditutup & Padat
hijau kekuningan
khas silase
0,06 cc
6,06
bagus
Terbuka
Coklat
rumput
0,08 cc
8,34
bagus
Hijauan Segar
hijau kekuningan
khas silase
0,05 cc
5,85
bagus
Tidak Dilayukan
hijau kekuningan
khas silase
0,07 cc
5,4
bagus
Dilayukan
hijau kekuningan
khas silase
0,1 cc
7,7
bagus
Sumber: Hasil Pengamatan Praktikum Tatalaksana Padang Penggembalaan Peternakan Rakyat, 2015.

Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil praktikum pembuatan silase dengan berbagai perlakuan ditinjau dari segi warnanya pada umumnya berwarna hijau kecoklatan. Warna ini menjadi parameter bahwasanya silase yang dibuat bagus. Sementara silase yang berwarna coklat dianggap rusak. Hal ini dikarenakan perlakuan silonya dibuka. Hal ini memungkinkan bakteri patogen masuk ke dalam silo. Hal ini sesuai pendapat utomo (1999) yang menyatakan bahwa karakteristik silase yang baik adalah Warna silase, silase yang baik umumnya berwarna hijau kekuningan atau kecoklatan. Sedangkan warna yang kurang baik adalah coklat tua atau kehitaman.
Kemudian, dari segi bau yang dihasilkan pada umumnya silase yang dibuat mengeluarkan bau khas silase yang menandakan bahwa silase tersebut bagus. Adapun yang berbau rumput karena perlakuan yang diberikan, silonya tidak ditutup sehingga tidak terjadi fermentasi. Hal ini sesuai pendapat Hanafi (2008) yang menyatakan bahwa prinsip pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat. Fermentasi merupakan proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien
Dari segi tekstur silase sendiri semuanya tidak hancur atau tetap utuh seperti pada hijauan pada umumnya. Hal ini menandakan bahwa silase yang dibuat memiliki tekstur yang bagus dan sudah cocok untuk diberikan kepada ternak. Hal ini sesuai pendapat Nursiam (2010) yang menyatakan bahwa Silase yang baik mempunyai ciri-ciri: warna masih hijau atau kecoklatan, rasa dan bau asam adalah segar, nilai pH rendah, tekstur masih jelas, tidak menggumpal, tidak berjamur serta tidak berlendir.
Ditinjau dari segi pH-nya, silase yang telah dibuat memiliki ph dengan kisaran 4,5 – 8,5. Hal ini menandakan sebagian silase memiliki ph yang tinggi dibandingkan standar ph normal silase meskipun ada beberapa yang sudah tergolong bagus pada perlakuan silase kontrol, penambahan molases, ditutup tidak padat, ditutup dipadatkan, hijauan segar dan silase yang dilayukan dengan kisaran ph antara 4,4 – 6,0. Hal ini sesuai pendapat syarief dkk. (2003), yang menyatakan bahwa pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal. Bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam dan secara an-aerob. Tidak tumbuhnya jamur dalam proses pembuatan silase ini sangat penting untuk dipertahankan karena pH pertumbuhan optimum jamur adalah 4,0-6,5.



BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum tatalaksana padang penggembalaan peternakan rakyat mengenai pembuatan silase yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa silase yang dibuat memiliki warna hijau kecoklatan, berbau khas silase dengan variasi pH antara 4,4 – 8,3 dan tekstur yang bagus. Hal ini menandakan pembuatan silase yang dibuat sudah bagus dari segi warna, bau, dan tekstur, sedang dari segi ph-nya masih perlu diperbaiki lagi karena beberapa silase memilikki ph yang tinggi.
Saran
            Supaya dalam pembuatan silase ini bisa diperbaiki lagi baik dari segi pembuatan dan penyimpanan dalam silo. Selain itu saya juga berharap agar asisten bisa hadir memperhatikan praktikan agar lebih terarah lagi.



DAFTAR PUSTAKA

Arofatullah, N.A. 2014. Pembuatan pakan ternak fermentase (silase). http://m.saymoranc.com. Diakses pada ...

Fanindi,A. 2014. Karakter Morfologi Rumput Benggala (Panicum Maximum Cv Gatton) Yang Ditanam Menggunakan Jenis Benih Berbeda. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Universitas Sumatera Utara.

Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita, Bandung.

Nursiam, i. 2010. Pengertian silase. http://m.intannursiam.wordpress.com. Diakses pada ...

Prsetyo .2014. Kumpula Situs-Peternakan.Comn Artikel Peternakan Mengenai Rumput Benggala. http://m.situs-peternakan.com. Diakses pada

Pujianingsi. R, 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan. Fakultas Peternakan. UNDIP. 

Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet Dry Tropics for Small Landholder.

Ridwan, R., G. Kartina, dan Y Widyastuti. 2005. Pengaruh penmabahn dedak padi dan Lactobacillus plantarum dalam pembuatan silase rumput gajah. Media peternakan

Syarief, R., La E., dan C.C. Nurwitri. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB Press. Bogor.

Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Yuanita, N. L. 2012. Urea Molases Blok. http://nailyluthfiyasari y.blog.ugm.ac.id. Diakses pada ...

Zakariah, M .A, 2012. Fermentasi Asam Laktat Pada Silase. Fakultas Peternakan.  Universits Gajah Mada. Yogyakarta.



0 comments:

Post a Comment