Jurnal Analisis Perubahan Sifat Fisik Dan Kimia Buah Markisa Merah (Passiflora edulis f. edulis) Selama Penyimpanan. -MARHAWANTI Supratomo, Salengke, M
Analisis Perubahan
Sifat Fisik Dan Kimia Buah Markisa Merah (Passiflora
edulis f. edulis) Selama Penyimpanan1)
MARHAWANTI (G411 12 008)2)
Dr. Ir. Supratomo, DEA dan Prof. Dr. Ir. Salengke, M.Sc3)
ABSTRAK
Produksi buah markisa di Indonesia
mencapai 73.97 ton/ha dan berada diurutan ke lima tertinggi. Markisa dalam
bentuk sari buah maupun jus banyak diminati dalam dan luar negeri. Sedangkan
markisa segar kurang berkembang karena cepat mengalami kerusakan. Upaya
peningkatan kualitas markisa adalah dengan pengolahan dan penanganan secara
tepat, meliputi proses panen dan
penyimpanan. Marksia merupakan buah klimaterik sehingga tingkat kematangan dan
suhu penyimpanan sangat mempengaruhi umur simpan buah, sehingga pada penelitian
ini digunakan buah markisa yang belum matang, matang optimal, dan matang
berlebih pada penyimpanan suhu ruang dan
suhu rendah. Sifat fisik meliputi susut bobot, volume, ukuran, luas permukaan, kebulatan, warna dan sifat kimia meliputi kadar padatan terlarut dan kadar total asam sangat penting dalam menilai kualitas bahan pertanian.
suhu rendah. Sifat fisik meliputi susut bobot, volume, ukuran, luas permukaan, kebulatan, warna dan sifat kimia meliputi kadar padatan terlarut dan kadar total asam sangat penting dalam menilai kualitas bahan pertanian.
Buah markisa merah mengalami susut bobot
yang cenderung linear sejak awal sampai akhir penyimpanan dengan susut bobot
tertinggi mencapai 49.35% yaitu pada kategori matang berlebih suhu ruang. Volume
rasio akhir tertinggi terjadi pada kategori matang optimal suhu rendah dengan
0.609 meski perubahannya lebih lambat yaitu hari ke tiga. Kondisi serupa
terjadi pula pada diameter rata – rata geometrik rasio dan luas permukaan rasio
akhir buah. Sedangkan perubahan kebulatan dan warna buah cenderung tidak stabil
dan berfluktuasi. Kadar padatan terlarut tertinggi buah terjadi pada kategori
matang optimal suhu rendah hari akhir penyimpanan yaitu 17.27 oBrix.
Kadar total asam buah terendah terjadi pada kategori matang optimal suhu ruang
yaitu 0.54%. Perubahan yang terjadi pada setiap parameter fisik dan kimia buah
cenderung beragam dan dipengaruhi oleh tingkat kematangan, suhu, serta RH ruang
penyimpanan.
Kata kunci: Markisa, Kategori Kematangan, Suhu,
Sifat Fisik, Sifat Kimia
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemasaran markisa dalam bentuk sari
buah, baik dalam bentuk single strengh
maupun frozen concentrate tahun 1994
dari Sulawesi Selatan telah diekspor ke Australia dalam bentuk pulp. Sedangkan
untuk Sumatera Selatan, ekspor ke Malaysia dan Singapore dalam bentuk juice.
Pemasaran buah markisa segar belum banyak berkembang karena kondisi kulit buah
markisa yang mudah mengeriput sehingga penampakkannya kurang menarik (Bank
Indonesia, 1999).
Produksi buah markisa di Indonesia pada
2009 – 2014 cenderung tidak stabil yaitu terjadi peningkatan dan penurunan, Hal
ini disebabkan luas lahannya yang juga cenderung mengalami peningkatan dan
penurunan. Meskipun demikian buah markisa menempati urutan produksi ke lima
terbesar setelah buah nenas, papaya, apel dan stroberi dengan rata – rata produksi 73.97 ton/ha pada tahun 2014
(Direktorat Jenderla Hortikultura, 2015).
Upaya peningkatan kualitas bahan
pertanian, termasuk buah markisa adalah dengan pengolahan dan penanganan secara
tepat, seperti pengemasan agar bahan tersebut lebih tahan lama dan sampai
ditangan masyarakat dalam keadaan yang masih segar dan sehat untuk dikonsumsi.
Hal tersebut mendorong dilakukannya dasar – dasar penelitian untuk menciptakan
teknologi canggih yang dalam penggunaannya lebih efisien dan efektif.
Berdasarkan
uraian yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, penulis menganggap
penting untuk melakukan analisis terhadap perubahan sifat fisik dan kimia buah
markisa manis (Pssiflora edulis f. edulis)
dengan tiga tingkat kematangan selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu rendah untuk melihat
perbandingan umur simpan buah pada kedua suhu penyimpanan tersebut.
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perubahan sifat fisik dan kimia buah markisa merah (Passiflora edulis f. edulis) selama penyimpanan.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi
dalam perancangan alat dan proses pengolahan terutama dalam metode penyimpanan
yang lebih efektif sehingga membantu dalam mempertahankan mutu buah markisa merah
sampai ke tangan konsumen.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah
Markisa Merah (Passiflora edulis f.
edulis)
Markisa
merah umumnya merupakan bahan baku pembuatan sari buah dan jus markisa, karena
aroma dan warna sari buahnya lebih kental dibandingkan dengan buah markisa
varietas lain. Buah markisa jenis ini dibudidayakan di daerah torpis dan banyak
di jumpai di Sulawesi Selatan. Markisa asam merah
mempunyai ukuran buah yang lebih besar daripada markisa asam kuning dan markisa
asam ungu. Rata – rata bobot buahnya adalah 91.42 gram dengan buah berbentuk
bulat dan biji yang berwarna hitam. Markisa merah merupakan tanaman yang
berbuah sepanjang tahun. Kulit buah berwarna hijau ketika masih muda dan
berubah menjadi merah ketika telah mencapai fase kematangan (Karsinah, 2007).
Buah
markisa asam sudah dapat dipanen 70-90 hari setelah bunga mekar penuh, namun demikian
waktu yang optimal untuk memanen buah markisa asam ungu belum diperoleh.
Sedangkan petani umumnya memanen buah markisa asam dengan membiarkan buah jatuh
terlebih dahulu di atas tanah, sehingga produksi dan kualitas buah cenderung
menjadi rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2006)
metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan buah ialah perbedaan
warna antara buah yang masih mentah, setengah matang dan matang.
2.2 Penyimpanan
Mutu
simpan buah sangat erat kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi
selama penanganan dan penyimpanan di mana akan menyebabkan susut pasca panen
seperti susut fisik yang diukur dengan berat; susut kualitas karena perubahan
wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan
kurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas
buah. Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan
transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu
udara (Tranggono, 1990).
Yang
termasuk faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara dan adanya
kerusakan mekanik (Kays, 1991), Ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang
dapat mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis
komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat umurnya,
akan menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buah-buahan dan
sayuran.
2.3 Sifat Fisik Buah
Sifat
fisik bahan hasil pertanian merupakan faktor yang sangat penting dalam
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan merancang suatu alat khusus
untuk suatu produk hasil pertanian atau analisa prilaku produk dan cara
penanganannya. Ali (2012) mengungkapkan bahwa sifat fisik dari bahan pertanian
adalah panjang, lebar, ketebalan, massa,
volume, diameter rata – rata geometric, aspek rasio, luas permukaan, dan
kebulatan.
2.3.1 Bobot/Berat Buah
Selama
proses penyimpanan buah akan terjadi susut bobot yang disebabkan hilangnya air
dalam proses transpirasi dan respirasi. Ini menyebabkan susut bobot akan
bertambah seiring lamanya penyimpanan.Terdapat perbedaan susut bobot yang cukup
tinggi, berkisar 1- 3 kali lipat antara susut bobot buah yang disimpan pada
suhu kamar dan suhu dingin dimana buah yang disimpan pada suhu kamar lebih
cepat mengalami susut bobot dibandingkan buah yang disimpan pada suhu dingin (Pangestuti, 2004).
2.3.2 Volume Buah
Dimensi ruang
yang ditempati oleh suatu benda, biasanya dinyatakan dalam satuan yang
merupakan kubus satuan panjang, seperti inci kubik dan sentimeter kubik, atau
dalam satuan ukuran cairan, seperti galon dan liter. Volume adalah atribut
kualitas yang penting dalam industry makanan. Ini menarik bagi mata, dan
berhubungan dengan parameter kualitas lainnya. Misalnya, hal ini berkorelasi
terbalik dengan tekstur (Sabliov, 2002).
Volume dan
kerapatan berbagai produk pertanian berperan penting pada teknologi proses dan
dalam evaluasi kualitas produk. Sebagai contoh, dalam teknologi pengeringan dan
penyimpanan, desain tempat penyimpanan, penentuan tingkat kemasakan buah, dan
lain-lain, kerapatan atau berat spesifik merupakan faktor yang sangat
menentukan (Anonim, 2015).
2.3.3 Ukuran
Buah
Ukuran adalah
atribut fisik penting dari makanan yang digunakan dalam padatan, penyaringan
padatan untuk memisahkan benda asing, grading buah-buahan dan sayuran, dan
mengevaluasi kualitas bahan makanan. Dalam aliran fluida, dan panas dan
perhitungan perpindahan massa, maka perlu untuk mengetahui ukuran sampel
(Hebrard, 2003).
2.3.4
Luas Permukaan
Luas permukaan bagian-bagian tertentu dari
bahan pertanian sangat berperan penting dalam berbagai teknologi proses. Dalam
perkembangan terakhir luas permukaan bahan sangat menentukan dalam pengembangan
image-sensor untuk keperluan
otomatisasi dan robotisasi mesin-mesin pertanian (Anonim, 2015).
2.3.5 Kebulatan
Kebulatan dapat
didefinisikan sebagai perbandingan antara diameter bola yang mempunyai
volume yang sama dengan objek dengan diameter bola terkecil yang dapat
mengelilingi objek. Seperti halnya nilai kebundaran, nilai kebulatan
suatu bahan juga berkisar antara 0-1. Apabila nilai suatu kebulatan bahan
hasil pertanian mendekati 1, maka bahan tersebut mendekati bentuk bola (bulat)
(Anisa, 2014).
2.3.6
Warna
Warna
merupakan salah satu faktor sensori yang mempengaruhi penerimaan produk pangan
(Holinesti, 2009). Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat
kolorimeter, spektrometer, atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk
mengukur warna. Tetapi alat-alat tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk
bahan cair yang tembus cahaya seperti sari buah, bir atau warna hasil
ekstraksi. Untuk bahan cairan yang tidak tembus cahaya atau padatan, warna
bahan dapat diukur dengan membandingkannya terhadap suatu warna standar yang
dinyatakan dalam angka-angka (Hardiyanti et al., 2009).
2.4
Sifat Kimia Buah
Adapun kadar gula dan kadar total
asam menurut Hedianti (2013) merupakan sifat kimia bahan pangan.
2.4.1
Kadar Gula
Adapun
menurut Apandi (1984) bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka semakin besar
kadar gula yang terkandung di dalam buah, hal tersebut disebabkan karena
terjadinya penurunan kadar senyawa-senyawa fenolik yang menyebabkan
berkurangnya rasa sepat dan penurunan asam organik serta kenaikan zat-zat yang
memberi rasa dan aroma yang khas pada buah.
Andre (2013) menyatakan bahwa
nilai kadar padatan terlarut meningkat pada kondisi tertentu dan cenderung
menurun setelah itu. Dia menambahkan pula bahwa pada dasarnya total padatan
terlarut buah memiliki pola kenaikan dan penurunan yang berbeda-beda tergantung
jenis dan sifat fisik dari buah tersebut. Buah yang memproduksi gula yang
tinggi dapat menyebabkan laju respirasi yang tinggi, sebab sebagian gula yang
terbentuk akan dipakai untuk proses respirasi sehingga produksi gula di dalam
jaringan buah juga mempengaruhi laju respirasi.
2.4.2
Kadar Total Asam
Total
asam merupakan energi tambahan pada buah yang diperkirakan banyak menurun
selama aktivitas metabolisme berlangsung. Menurut Lancashire (2004) markisa
mempunyai kandungan asam yang tinggi yaitu asam sitrat sebagai komponen
mayoritas. Suyanti (1990) melaporkan bahwa semakin
matang buah, reaksi degradatif yang merombak asam semakin meningkat sehingga
kandungan asamnya turun. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Titi Haryati
(1990), bahwa kandungan asam akan menurun dengan menuanya buah, di mana hal ini
disebabkan karena asam sudah tidak terbentuk lagi dan asam yang ada digunakan
sebagai sumber energi dalam proses respirasi.
III.
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian
ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2016 di Laboratorium Prosesing Program
Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, gelas ukur,
jangka sorong, colorimeter, refraktometer, freezer, penggaris, dan pisau.
Bahan
yang digunakan adalah air, kertas label, kertas grafik, aquades, NaOH 0.1 N, penolphtalein
1%, serta buah markisa manis (Passiflora
edulis f. edulis) yang diperoleh dari Desa Tolo, Kecamatan Kelara, Kabupaten
Jeneponto, Sulawesi Selatan dengan tiga tingkat kematangan.
3.3
Parameter
Penelitian
3.3.1 Sifat
Fisik Buah
a.
Berat/bobot
buah
Mengukur berat/bobot buah menggunakan
timbangan digital. Menurut Enrico (2008), hasil penimbangan dinyatakan dalam persen bobot yang dihitung dengan
rumus:
Susut Bobot (%) = x 100%
Dimana :
Wo = bobot awal
buah
Wn = Bobot buah
pada hari ke – n
b.
Volume
buah
Mengukur volume buah menggunakan metode
perpindahan cairan. Menurut Rini (2013), adapun persamaan yang digunakan untuk
menghitungnya yaitu:
Volume (cm3)=Volume akhir –
Volume awal
c.
Ukuran
(diameter)
Menurut Wardani (2013), mengukur
diameter aksial buah, yaitu diameter besar, diameter tengah dan diameter kecil
menggunakan jangka sorong. Adapun untuk menghitung nilai diameter rata – rata
geometrik adalah sebagai berikut:
GMD =
Dimana :
GMD = diameter rata – rata geometrik
a = diameter besar
b = diameter tengah
c = diameter
kecil
d.
Luas
permukaan
Menurut Wardani (2013),
menghitung nilai luas permukaan menggunakan persamaan berikut:
A = 2Ï€a2 + 2Ï€ ln
Dimana e =
Dimana :
A = Luas Permukaan
a = sumbu memanjang (mayor)
b = sumbu membujur (minor)
e = eksentris
e.
Warna
Menurut Hardiyanti (2009) perubahan warna dapat di ukur menggunakan
alat ukur warna dengan keluaran nilai Lab, yaitu colorimeter.
f.
Kebulatan
(Sphericity)
Mengukur nilai kebulatan
menggunakan persamaan berikut (Wardani, 2013):
Sph = () x 100
Dimana:
Sph = Kebulatan
GM = Diameter Rata – rata Geometrik
L
= Panjang
3.3.2 Sifat Kimia Buah
a.
Kadar
Gula
Menurut Purwono
(2002), kadar gula atau padatan terlarut buah dapat diukur menggunakan alat
ukur padatan terlarut yaitu refraktometer
b.
Kadar
Total Asam
Pengamatan Kadar
Total Asam dilakukan secara titrasi menurut metode yang diuraikan oleh Harjiyanti
(2013). Sebanyak 25 ml filtrat dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N (sebagai
asam sitrat).
Kadar
Total Asam = x 100%
Dimana:
V1 = Volume NaOH
(ml)
V2 = Volume sampel
(ml)
N = Normalitas NaOH (0,1 N)
B = Bobot molekul asam sitrat
(192, 124)
3.4
Perlakukan
Penelitian
3.4.1
Tingkat
Kematangan
Pada penelitian
ini digunakan buah dengan tiga tingkat kematangan. Menurut Silalahi (2006),
tingkat kematangan dapat di ketahui melalui perubahan penampakan warna pada
buah.
3.4.2
Suhu
Penyimpanan
Menurut
Winarno (2002), pada proses penyimpanan bahan pertanian, faktor yang paling
mempengaruhi adalah suhu. Pada penelitian ini digunakan suhu ruang dan suhu rendah.
3.5
Prosedur Penelitian
3.5.1
Persiapan
Bahan
a.
Bahan
yang digunakan adalah buah markisa manis yang dipetik langsung dari pohonnya
dengan tingkat kematangan yang berbeda, yaitu belum matang, matang optimum, dan
matang berlebih sebanyak 90 buah. Masing – masing 30 buah pada tingkat
kematangan.
b.
Membersihkan
buah dari kotoran dan benda – benda asing. Setelah itu dilakukan pengukuran
warna pada setiap buah untuk menyeragamkan tingkat kematangannya.
c.
Menempelkan
kertas label untuk membedakan parameter pengamatan.
d.
Untuk
pengamatan sifat fisik digunakan sebanyak 18 buah dengan tiga tingkat
kematangan. Masing – masing 9 buah di tempatkan di ruangan dengan suhu yang
berbeda, yaitu suhu ruang dan suhu rendah.
e.
Untuk
pengamatan sifat kimia digunakan sebanyak 72 buah dengan tiga tingkat
kematangan. Masing – masing 24 buah di tempatkan di ruangan dengan suhu yang
berbeda, yaitu suhu ruang dan suhu rendah.
3.5.2
Pengamatan
Perubahan Sifat Fisik Buah
a.
Melakukan
pengukuran panjang, lebar, dan ketebalan buah menggunakan jangka sorong.
b.
Menimbang
bobot/berat buah menggunakan timbangan digital
c.
Menyiapkan
gelas ukur yang berisi air penuh dan memasukkan buah ke dalamnya. Mengukur voume
buah dengan menggunakan metode penambahan volume air.
d.
Menghitung
luas permukaan menggunakan metode Oblate
Spheroid
e.
Menghitung
nilai kebulatan menggunakan persamaan persentase kebulatan
f.
Mengamati
perubahan warna buah menggunakan colorimeter
g.
Masing
– masing pengukuran dilakukan sekali sehari selama 14 hari untuk melihat setiap
perubahan yang terjadi selama penyimpanan
3.5.3
Pengamatan
Perubahan Sifat Kimia Buah
a.
Membelah
buah dan mengeluarkan isi buah
b.
Melakukan
pengukuran kadar gula menggunakan refraktometer.
c.
Melakukan
pengukuran kadar total asam menggunakan metode titrasi
d.
Pengamatan
dilakukan empat kali selama 14 hari, yaitu pada hari pemetikan, hari pertama penyimpanan,
hari ke tujuh dan hari terakhir penyimpanan untuk melihat setiap perubahan yang
terjadi pada bahan
3.6 Analisi Data
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL), yaitu faktor tingkat kematangan
(M1 = belum matang, M2= matang optimum, M3= matang berlebih) dan faktor suhu
penyimpanan (S0 = suhu ruang, S1 = suhu rendah). Masing – masing kombinasi
perlakukan diulang 3 kali.
3.7 Bagan Alir Penelitian
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Susut Bobot
Pengamatan yang
telah dilakukan menunjukkan kategori matang berlebih mengalami susut bobot
tertinggi dengan rata – rata 3.29% perhari, sedangkan terendah terjadi pada
buah dengan penyimpanan suhu rendah kategori belum matang dengan rata – rata
1.79% perhari. Susut bobot buah pada penyimpanan suhu ruang kategori matang
optimal dan berlebih cenderung sama, yaitu masing – masing 3.07% dan 3.29%
perharinya. Hal serupa terjadi pula pada buah dengan penyimpanan suhu rendah
kategori belum matang dan matang berlebih dengan masing – masing susut bobot
1.79% dan 1.82% perharinya.
Susut bobot buah
kategori belum matang penyimpanan suhu ruang pada hari terakhir penyimpanan
mencapai 38.57%, matang optimal penyimpanan 46.05%, dan matang berlebih 49.35%.
Sedangkan susut bobot buah pada penyimpanan suhu rendah relative lebih rendah
daripada suhu ruang. Adapun masing – masing susut bobot pada akhir penyimpanan
untuk buah kategori belum matang mencapai 26.90%, matang optimal 31.30%, dan
27.38%. Selama proses penyimpanan buah akan terjadi susut bobot yang disebabkan
hilangnya air dalam proses transpirasi dan respirasi. Ini menyebabkan susut
bobot akan bertambah seiring lamanya penyimpanan.
4.2 Volume Buah
Gambar 3
menunjukkan buah kategori belum matang mengalami perubahan yang lebih cepat
daripada buah yang lain, yaitu terjadi pada hari ke dua penyimpanan dengan
volume rasio 0.933 dan cenderung konstan sampai hari ke enam dan turun hari ke
tujuh dan konstan hari ke sepuluh dan kembali turun pada hari ke empat belas
dan mencapai volume rasio sebesar 0.643.
Sedangkan buah kategori matang
optimal penyimanan suhu ruang mengalami perubahan yang tidak signifikan pada
hari ke dua dengan volume rasio 0.990 dan menurun tajam hari – hari berikutnya
dan dan cenderung konstan sampai periode akhir penyimpanan dengan volume rasio
akhir 0.660. Perubahan yang terjadi pada buah kategori matang berlebih
penyimpanan suhu ruang terjadi pada hari ke tiga dengan volume rasio 0.983,
menurun tajam hari – hari berikutnya dan cenderung konstan hari ke sepuluh
sampai hari ke tiga belas dengan volume rasio 0.709 dan kembali menurun pada
periode akhir penyimpanan dengan volume rasio akhir 0.649.
Buah
kategori belum matang penyimpanan suhu rendah mengalami perubahan pada hari ke
tiga dengan volume rasio 0.972 dan terus mengalami perubahan yang signifikan
sampai periode akhir penyimpanan dengan volume rasio mencapai 0.758. Buah
kategori matang berlebih penyimpanan suhu rendah mengalami perubahan pada hari
ketiga dengan volume rasio 0.989 dan terus mengalami perubahan hari berikutnya,
lalu cenderung konstan pada hari sembilan sampai hari ke dua belas dengan
volume rasio 0.820, lalu turun dan konstan pada dua hari terakhir dengan volume
rasio akhir 0.754. Buah kategori matang optimal penyimpanan suhu rendah
mengalami perubahan pada hari ke tiga dengan volume rasio 0.971, lalu mengalami
perubahan yang tidak signifikan pada hari ke tujuh sampai hari ke dua belas dan
menurun tajam hari berikutnya dan kembali konstan sampai akhir penyimpanan.
Adapun volume rasio akhir mencapai 0.609.
4.3 Diameter Rata – rata
Geometrik
Gambar 5
menunjukkan buah
pada
penyimpanan suhu ruang mengalami perubahan pada waktu yang bersamaan yaitu hari
pertama penyimpanan. Perubahan ini lebih cepat daripada buah pada penyimpanan
suhu rendah yang mengalami perubahan pada hari ke tiga. Buah kategori belum
matang mengalami perubahan yang tidak signifikan pada hari pertama dengan
diameter rata – rata geometrik rasio 0.996 dan cenderung konstan sampai hari ke
lima, lalu menurun tajam sampai periode akhir penyimpanan dengan diameter rata
– rata geometrik rasio mencapai 0.914.
Meskipun susut bobot dan volume
buah kategori ini terjadi lebih cepat dengan perubahan yang signifikan,
perubahan ukuran yang tampak jelas terjadi pada hari ke lima penyimpanan. Buah
kategori matang optimal dan berlebih mengalami pola perubahan yang cenderung
sama yaitu perubahan terjadi pada hari pertama dengan masing – masing rasio
0.984 dan 0.985, lalu menurun sampai periode akhir penyimpanan dengan diameter
rata – rata geometrik rasio masing – masing
mencapai 0.867 dan 0.870. Sedangkan buah pada penyimpanan suhu rendah
mengalamai pola perubahan yang cenderung seragam, yaitu mengalami perubahan
diameter rata – rata geometrik rasio pada hari ke dua yaitu masing – masing
untuk buah kategori belum matang 0.994, matang optimal, 0.987, dan matang
berlebih 0.990, lalu konstan pada hari berikutnya sampai hari ke tujuh dan
menurun dengan tajam sampai periode akhir penyimpanan dengan diameter rasio
akhir masing – masing 0.896, 0.842, dan 0.925.
4.3 Luas Permukaan
Buah pada
penyimpanan suhu ruang mengalami perubahan secara serempak yaitu pada hari
pertama. hal tersebut terlihat pada gambar 7 berikut ini.
Meskipun
mengalami perubahan yang berbeda, namun pola perubahan buah kategori matang
optimal dan matang berlebih cenderung seragam yaitu terjadi perubahan pada hari
pertama penyimpanan dengan Luas Permukaan Rasio masing – masing 0.963 dan
0.979, lalu menurun dengan tajam pada hari – hari berikutnya sampai periode
akhir penyimpanan dengan rasio akhir masing – masing 0.756 dan 0.809.
Berbeda dengan
buah kategori belum matang mengalami perubahan yang tidak signifikan pada hari
pertama dengan Luas permukaan rasio
0.993, lalu cenderung konstan sampai hari ke tujuh dan mengalami
perubahan hari selanjutnya sampai periode akhir penyimpanan dengan rasio akhir
0.885. Buah mengalami perubahan pada hari ke dua penyimpanan dengan rasio
masing – masing buah kategori belum matang yaitu 0.984, matang optimal 0.963,
dan matang berlebih 0.971, lalu cenderung konstan hari berikutnya sampai hari
ke tujuh, dan kembali mengalami perubahan sampai periode akhir penyimpanan
dengan masing – masing rasio luas permukaan akhir yaitu 0.806, 0.749, dan
0.865.
4.5 Sphericity
Perlakuan suhu
ruang dan matang optimal tampak konstan pada penyimpanan hari ke dua dan hari –
hari berikutnya. Artinya tidak terjadi perubahan persentase kebulatan pada buah
dengan perlakuan ini, yaitu 97.5% pada hari pertama dan 96.6% pada hari ke
empat belas penyimpanan. Berbeda dengan perlakuan suhu ruang matang optimal,
perlakuan yang lain secara umum mengalami penurunan dengan data yang
berfluktuasi.
Buah mengalami
penyusutan ukuran atau pengerutan sehingga terjadi perubahan – perubahan bentuk
yang tadinya elips menjadi bentuk yang berbeda sehingga nilai kebulatannya pun
berubah. Meskipun demikian, secara umum persentase kebulatan buah markisa merah
pada setiap perlakuan mencapai 90%. Rata – rata perubahan kebulatan tertinggi
terjadi pada buah kategori matang optimal penyimpanan suhu rendah yaitu 0.47 %
perhari dengan kebulatan pada hari pertama 95.9 % menjadi 88.9 % pada hari ke
empat belas. Adapun rata – rata perubahan terendah terjadi pada buah matang
optimal penyimpanan suhu ruang yaitu 0.06 % perhari dengan kebulatan pada hari
pertama 97.5% menjadi 96.6% pada hari ke empat belas.
4.6 Warna
4.6.1 Nilai L*
Penurunan
nilai L* menunjukkan bahwa warna buah markisa mengalami perubahan menjadi
gelap. Karena ketika nilai L* semakin menurun, dimana nilai 0 berarti gelap
atau hitam dan nilai 100 berarti terang atau putih, maka perubahan warna bahan
akan semakin gelap dan begitupun sebaliknya.
Nilai
L* tertinggi terjadi pada perlakuan suhu ruang belum matang dan suhu rendah
belum matang. Karena buah pada kedua perlakuan tersebut berwarna hijau
kekuningan dan sangat cerah. Sedangkan nilai L* terendah terjadi pada perlakuan
suhu ruang matang berlebih dan suhu rendah matang berlebih karena perubahan
warna buah pada perlakuan tersebut merah keunguan dan menghampiri gelap.
Buah
kategori belum matang penyimpanan suhu rendah mengalami perubahan warna pada
hari ke lima penyimpanan dan berfluktuasi pada hari berikutnya. Buah kategori
matang optimal suhu ruang mengalami perubahan pada hari ke lima, cenderung
menurun sampai hari ke Sembilan dan kembali konstan pada hari berikutnya sampai
periode akhir penyimpanan. Sedangkan buah kategori belum matang penyimpanan
suhu ruang mengalami perubahan sejak hari pertama penyimpanan lalu cenderung
menurun sampai periode akhir penyimpanan dengand data yang berfluktuasi. Hal
serupa juga terjadi pada buah kategori matang berlebih penyimpanan suhu ruang
dan matang optimal serta matang berlebih penyimpanan suhu rendah.
4.6.2
Nilai a*
Adapun
perlakuan suhu ruang dan suhu rendah untuk kategori matang optimal dan matang
berlebih tidak mengalami perubahan nilai a* secara nyata. Karena warna buah
markisa pada perlakuan ini adalah merah dan cenderung berubah ke merah
kecoklatan selama masa penyimpanan karena kulit buah menjadi kering. Perubahan nilai
a* pada keseluruhan perlakuan terjadi pada hari ke dua, adapun buah kategori
belum matang baik penyimpanan suhu ruang maupun suhu rendah terus mengalami
perubahan yang signifikan sampai periode akhir penyimpanan, kondisi berbeda
terjadi pada buah kategori matang optimal dan matang berlebih penyimpanan suhu
ruang dan suhu rendah yang cenderung konstan pada hari ke empat sampai periode
akhir penyimpanan.
Nilai
a* pada perlakuan suhu ruang matang optimal hampir seragam dengan nilai a* pada
suhu rendah matang optimal, tapi selama penyimpanan nilai a* pada perlakuan
suhu ruang matang optimal mendekati nilai a* pada perlakuan suhu ruang matang
berlebih dan suhu rendah matang berlebih. Sedangkan nilai a* pada buah kategori
matang optimal penyimpanan suhu rendah lebih rendah karena suhu pada
penyimpanan ini dapat memperlambat laju respirasi sehingga dapat menekan
perubahan nilai a*. Hal tersebut terjadi pula pada buah kategori belum matang
yang baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu rendah cenderung sama pada
periode awal penyimpanan, lalu terjadi perbedaan yang signifikan pada hari ke
lima yang mana nilai a* buah pada suhu ruang lebih tinggi daripada suhu rendah.
4.6.3 Nilai b*
Nilai
b* tertinggi terjadi pada buah perlakuan suhu rendah kategori belum matang,
karena buah pada perlakuan ini masih hijau kekuningan. Tapi, selama proses
penyimpanan, meski menghasilkan data yang berfluktuasi, nilai b* pada perlakuan
ini cenderung menurun, artinya semakin mendekati warna biru. Pada periode awal
penyimpanan, nilai b* pada dua perlakuan ini hampir seragam, tapi selama proses
penyimpanan mengalami perbedaan yang cukup signifikan dimana nilai b* pada suhu
rendah lebih tinggi dibandingkan pada suhu ruang.
Adapun
nilai b* pada buah perlakuan suhu ruang dan suhu rendah kategori matang optimal
hampir seragam pada periode awal penyimpanan dan cenderung berbeda pada hari –
hari berikutnya. Hal tersebut terjadi pula pada buah perlakuan suhu ruang
kategori matang optimal dan matang berlebih. Meskipun demikian, nilai b* pada
perlakuan suhu rendah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai b* pada suhu
ruang.
4.6.4 Perubahan
Warna/Hue
Perubahan
warna untuk masing – masing perlakuan terjadi sejak hari pertama penyimpanan
dan cenderung meningkat pada periode akhir penyimpanan dengan data yang
berfluktuasi. Hal itu disebabkan oleh warna keseluruhan kulit buah yang tidak
seragam dan metode pengamatan warna pada titik yang cenderung berbeda.
Perubahan
warna tertinggi umumnya terjadi pada buah penyimpanan suhu ruang, buah kategori
belum matang menjadi lebih gelap dan kemerahan pada periode akhir penyimpanan, sedangkan
matang optimal maupun matang berlebih menjadi merah kecoklatan. Perubahan warna
pada perlakuan suhu rendah berfluktuasi pada hari ke dua dan hari ke sebelas,
dan hari – hari lainnya cenderung konstan, dan pada periode akhir penyimpanan
cenderung meningkat. Hal tersebut mengindikasikan perubahan warna terjadi
secara signifikan pada setiap kategori buah. Pada periode akhir penyimpanan,
buah yang belum matang cenderung memiliki warna yang bervariasi yaitu hijau
kuning kemerahan. Buah matang optimal cenderung menjadi merah keunguan,
sedangkan buah kategori matang berlebih memiliki warna merah keunguan yang
lebih gelap.
4.7 Kadar
Padatan terlarut
Kadar
padatan terlarut pada perlakuan suhu ruang kategori belum matang mengalami
lonjakan kadar padatan terlarut pada hari pertama penyimpanan dan cenderung
menurun setelah hari ke tujuh dan pada periode akhir penyimpanan. Berbeda pula
dengan perlakuan suhu rendah belum matang yang menghasilkan data berfluktuasi
karena terjadi lonjakan kadar padatan terlarut pada hari pertama dan turun hari
ke tujuh dan kembali naik pada periode akhir penyimpanan.
Perubahan
yang serupa terjadi pada perlakuan kategori matang berlebih suhu ruang dan suhu
rendah serta matang optimal penyimpanan suhu ruang yaitu mengalami kenaikan
kadar padatan terlarut pada hari pertama penyimpanan dan cenderung konstan pada
hari ke tujuh dan mengalami penurunan yang tidak signifikan pada periode akhir
penyimpanan.
Adapun
untuk perlakuan suhu rendah matang optimal terjadi kenaikan yang tidak
signifikan pada hari pertama dan tetap konstan pada hari – hari berikutnya. Hal
ini terjadi karena kondisi suhu pada penyimpanan ini memperlambat laju respirasi
dan mempertahankan buah dalam fase klimaterik puncak.
4.8 Kadar Total
Asam
Kadar total asam pada buah kategori belum matang penyimpanan suhu
ruang meningkat pada hari pertama penyimpanan dan cenderung turun sampai
periode akhir penyimpanan. Sedangkan pada buah kategori belum matang
penyimpanan suhu rendah, kadar total asam buah cenderung meningkat.
Pada buah kategori matang optimal penyimpanan suhu ruang dan
rendah, kadar total asam buah mengalami penurunan pada hari pertama dan ke
tujuh, lalu kembali naik pada hari ke empat belas. Sedangkan buah kategori
matang berlebih penyimpanan suhu ruang terus meningkat selama penyimpanan. Fenomena
berbeda dengan buah kategori matang berlebih penyimpanan suhu rendah yang
mengalami peningkatan pada hari pertama dank e tujuh lalu turun pada hari ke
empat belas.
Meskipun hasil pengamatan kadar total asam beragam dan
berfluktuasi untuk masing – masing perlakuan, gambar 14 menunjukkan hari
pertama penyimpanan kadar total asam tertinggi terjadi pada perlakuan suhu
ruang dan suhu rendah kategori belum matang masing – masing 1.40% dan 0.87%,
sedangkan terendah terjadi pada perlakuan suhu ruang kategori matang optimal
dan matang berlebih masing – masing 0.47% dan 0.51%. Adapun pada periode akhir
penyimpanan, kondisi yang terjadi tidak berbeda nyata, dimana perlakuan suhu
rendah dan suhu ruang kategori belum matang tetap menghasilkan kadar total asam
tertinggi dibandingkan pada perlakuan lainnya yaitu masing – masing 1.08% dan 1.31%. Adapun kadar total asam terendah terjadi pada
buah perlakuan suhu ruang matang optimal yaitu 0.53%.
V.
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil
penelitian analisis perubahan sifat fisik dan kimia buah markisa merah
diperoleh kesimpulan:
1.
Kategori
buah belum matang pada penyimpanan suhu rendah merupakan kombinasi terbaik
untuk menekan susut bobot dan volume buah.
2.
Kategori
buah matang berlebih pada penyimpanan suhu rendah merupakan kombinasi terbaik
untuk menekan susut diameter rata – rata geometrik dan penampakan warna pada
buah.
3.
Kategori
buah belum matang pada penyimpanan suhu ruang dapat menekan perubahan luas
permukaan pada buah.
4.
Kategori
buah matang optimal penyimpanan suhu ruang dapat mengurangi rasio kebulatan
pada buah.
5.
Buah
yang belum matang penyimpanan suhu ruang dapat menurunkan kadar padatan
terlarut pada buah, sedangkan perlakuan buah matang optimal pada peyimpanan
suhu rendah cenderung mempertahankan kadar padatan terlarut tetap tinggi.
6.
Buah yang belum matang penyimpanan suhu rendah meningkatkan kadar
total asam buah, sedangkan buah matang optimal penyimpanan suhu ruang memiliki
kadar total asam yang paling rendah.
5.2 Saran
Adapun saran
yang dapat penulis sampaikan sekiranya dilakukan penelitian dengan metode yang
sama untuk buah markisa varietas lain untuk dapat memperoleh perbandingkan
perubahan sifat fisik dan kimia masing – masing varietas. Selain itu,
diharapkan pula dalam penelitian tersebut memperhatikan tingkat kematangan buah
berdasarkan umur petik agar diperoleh hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Andre. 2013. Karakteristik
Fisiologi Manggis (Garcinia
Mangostana L.) Dalam Penyimpanan
Atmosfer Termodifikasi. Universitas Lampung. Lampung.
Ali, N.L. 2012. Some physical and mechanical properties of
caper. Journal of Agricultural Technology 8(4): 1199-1206.
Anisa. 2014. Karakteristik Fisik Bahan Pertanian. https://www.academia.edu/9968579. diakses pada
05 Januari 2016.
Anonym.
2015. Bahan Pertanian. Http://Dokumen.Tips/Documents/Bahan-Pertanian.Html
Apandi.
1984. Teknologi Sayur Dan Buah.
Kanisius. Surabaya.
Bank
Indonesia. 1999. Budidaya Markisa.
Jakarta.
Direktorat
Jenderal Hortikultura. 2015. Statistik
Produksi Hortikultura Tahun 2014. Kementerian Pertanian.
Enrico. 2008. Optimasi
Keadaan Penyimpanan Buah Pepaya Sebelum Pemeraman Dengan Algoritma Genetika. Institut Pertanian Bogor.
Hardiyanti, dkk. 2009. Warna
Alami. Jurusan Geografi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Makassar.
Harjiyanti. 2013. Total Asam, Viskositas, dan Kesukaan Pada
Yoghurt Drink dengan Sari Buah Mangga (Mangifera Indica) Sebagai Perisa Alami.
Indonesian. Food Technologist Community.
Hebrard, dkk. 2003. Hydration Properties Of Durum Wheat
Semolina: Influence Of Particle Size And Temperature. Powder Technology,
130,211–218.
Hedianti, R. 2013. Buah Dan Sayur. https://www.scribd.com/doc/138659794/buah-dan-sayur. diakses pada
10 Desember 2015
Holinesti. 2009. Studi
Pemanfaatan Pigmen Brazilein Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L.) Sebagai
Pewarna Alami Serta Stabilitasnya Pada Model Pangan. Jurnal Pendidikan Dan
Keluarga Unp, Vol. I, No. 2, Page 11-21.
Karsinah. 2007. Eksplorasi dan Karakterisasi Plasma Nutfah
Tanaman Markisa. Kebun Percobaan Tanaman Buah Berastagi. Sumatera Utara.
Kays, SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perisable Plant
Products. AVI Publishers, New York.
Lanscashire, R.J. 2004. The Chemistry of Passion Fruit. http://www.chem.uwimona.edu.
Di akses Januari 2016.
Pangestuti
R., dkk. 2004. Pengaruh Suhu Penyimpanan
Terhadap Perubahan Kualitas Dan Umur Simpan Buah Jeruk Keprok Soe (Citrus Reticulata Blanco) Pada Umur
Petik Yang Berbeda. Balai
Penelitian Tanaman Jeruk Dan Buah Subtropika. Nusa Tenggara Timur.
Purwono. 2002. Penggunaan Pengukuran Brix Untuk Menduga
Rendemen Nyata Di Pabrik Gula Gula Putih Mataram, Lampung. Divisi R &
D, Pabrik Gula Gula Putih Mataram, Lampung.
Sabliov, dkk. 2002. Image Processing Method To Determine Surface
Area And Volume Of Axi-Symmetric Agricultural Products. International
Journal Of Food Properties, 5,641–653.
Silalahi,
dkk. 2006. Pengaruh Sistem Lanjaran dan Tingkat Kematangan Buah terhadap Mutu
Markisa Asam. BPTB Tropika
Solok. Sumatera Utara.
Suyanti,
dkk. 1990. Kajian Sifat Fisik, Kimia, dan
Fisiologi Berbagai Umur Petik Jambu Biji Varietas Susu. Penel. Hort. 4(1):26-31.
Rini. 2013. Ukuran, Bentuk, Volume, dan Atribut Fisik
Lain.http://riniftpub.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/UKURAN-BENTUK-VOLUME-DAN-ATRIBUT-FISIK-2013.pdf. Diakses pada
15 Februari 2016
Titi
Haryati, dkk. 1990. Kajian Mutu Buah
Mangga Malam Asal Yogyakarta pada Beberapa Tingkat Ketuaan Panenan. J. Hort. 1(1):57-60.
Tranggono
Dan Sutardi. 1990. Biokimia Dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wardani. 2013. Identifikasi Sifat Fisik Buah Nangka.
Universitas Brawijaya. Malang.
Winarno. 2002. Fisiologi Lepas
Panen Produk Hortikultura. Mbrio Press. Bogor.
0 comments:
Post a Comment